RAHASIA AL-QUR’AN
PENDAHULUAN
Banyak orang yang
tidak beriman kepada al-Qur’an sekalipun mereka mengaku sebagai orang yang
beriman. Mereka menghabiskan hidup mereka dengan berpegang pada khayalan, dan
kehidupan mereka menyalahi al-Qur’an, bahkan mereka menolak al-Qur’an sebagai
pembimbing mereka. Padahal, hanya al-Qur’an yang memberikan pengetahuan yang
benar dalam masa kehidupan ini kepada setiap orang, dan al-Qur’an menjelaskan
rahasia-rahasia penciptaan Allah dengan penjelasan paling benar dan paling
murni. Informasi apa pun yang tidak berdasarkan pada al-Qur’an adalah
informasi yang tidak benar, dengan demikian informasi tersebut merupakan
tipuan dan khayalan. Dengan demikian, orang-orang yang tidak berpegang pada
al-Qur’an hidupnya dalam keadaan mengkhayal. Di akhirat, mereka akan dilaknat
selama-lamanya.
Dalam al-Qur’an, juga
dalam shalat, perintah, larangan, dan akhlak yang baik, Allah menjelaskan
berbagai rahasia kepada umat manusia. Sesungguhnya semuanya ini merupakan
rahasia penting, dan mata yang mau memperhatikan dapat menyaksikan
rahasia-rahasia ini di dalam hidupnya. Tidak ada sumber lain selain al-Qur’an
yang dapat menjelaskan rahasia-rahasia ini. Al-Qur’an adalah sumber istimewa
bagi rahasia-rahasia ini, sehingga siapa pun orangnya, betapapun ia orang yang
cerdas dan melek huruf tidak akan pernah menemukan rahasia-rahasia ini di
tempat lain.
Jika sebagian orang
tidak dapat memahami pesan-pesan yang tersembunyi dalam al-Qur’an, sedangkan
orang lain dapat memahaminya, ini merupakan rahasia lain yang diciptakan
oleh Allah. Orang-orang yang tidak mengkaji rahasia-rahasia yang diwahyukan
dalam al-Qur’an hidup dalam keadaan menderita dan berada dalam kesulitan.
Ironisnya, mereka tidak pernah mengetahui penyebab penderitaan mereka. Dalam
pada itu, orang-orang yang mempelajari rahasia-rahasia dalam al-Qur’an
menjalani kehidupannya dengan mudah dan gembira.
Sebabnya adalah karena
al-Qur’an itu jelas, mudah, dan cukup sederhana untuk dipahami oleh setiap
orang. Dalam al-Qur’an, Allah menyatakan sebagai berikut:
“Wahai manusia, sesungguhnya telah datang
kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu. Kami telah menurunkan kepadamu cahaya
yang terang benderang. Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan
berpegang teguh kepada-Nya, niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam
rahmat yang besar dari-Nya dan limpahan karunia-Nya, dan menunjuki mereka
kepada jalan yang lurus.” (Q.s. an-Nisa’: 174-75).
Namun demikian,
kebanyakan manusia, meskipun mereka sanggup memecahkan masalah yang sangat
sulit, memiliki pemahaman dan mampu mempraktikkan filsafat yang sangat
membingungkan, ternyata tidak mampu memahami hal-hal yang jelas dan sederhana
yang terdapat dalam al-Qur’an. Sebagaimana tetah dijelaskan dalam buku ini,
persoalan ini merupakan rahasia yang penting. Di samping tidak mampu
memahami sifat dunia yang sementara, hari demi hari orang-orang seperti ini
semakin dekat kepada kematian yang tak dapat dielakkan. Rahasia-rahasia dalam
al-Qur’an merupakan rahmat bagi orang beriman, dan di sisi lain, al-Qur’an memberikan
ancaman bagi orang-orang kafir, baik di dunia ini maupun di akhirat kelak.
Allah menjelaskan kenyataan ini dalam sebuah ayat sebagai berikut:
“Dan Kami turunkan dari al-Qur’an suatu yang
menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al-Qur’an itu
hanyalah menambah kerugian bagi orang-orang yang zalim.” (Q.s. al-Isra’: 82).
Buku ini membicarakan
tentang persoalan-persoalan yang berhubungan dengan ayat-ayat yang telah
diwahyukan Allah kepada manusia sebagai suatu rahasia. Ketika seseorang membaca
ayat-ayat ini, dan perhatiannya tertuju kepada rahasia-rahasia yang terkandung
dalam ayat ini, maka yang harus ia lakukan adalah berusaha mengetahui maksud
Allah di balik berbagai peristiwa, lalu memikirkan segala sesuatunya
berdasarkan al-Qur’an. Maka, orang-orang pun akan menyadari dengan kesadaran
yang mendalam tentang rahasia-rahasia tersebut, sehingga al-Qur’an akan mengendalikan
kehidupan mereka dan kehidupan orang lain.
Semenjak orang bangun
pada pagi hari, wujud dari rahasia-rahasia yang diciptakan Allah ini dapat
dilihat. Untuk memahami rahasia-rahasia ini, yang ia perlukan hanyalah selalu
memperhatikannya, berpaling kepada Allah, dan bertafakur. Maka, ia akan menyadari
bahwa hidupnya sama sekali tidak tergantung pada hukum–hukum yang merugikan
sebagaimana yang dipakai banyak orang, dan ia akan menyadari bahwa satu-satunya
kekuasaan dan hukum yang dapat dipercaya hanyalah hukum Allah. Ini
merupakan rahasia yang sangat penting. Tidak ada kebaikan di dalam
aturan-aturan dan praktik-praktik yang digunakan kebanyakan orang selama
berabad-abad yang dianggap sebagai kebenaran yang pasti. Sesungguhnya,
orang-orang ini telah tertipu. Kebenaran adalah apa yang dinyatakan dalam
al-Qur’an. Siapa pun yang membaca al-Qur’an dengan ikhlas, lalu memikirkan
berbagai peristiwa berdasarkan al-Qur’an dan iman, dan mendekatkan diri kepada
Allah, ia akan melihat dengan jelas rahasia-rahasia ini. Perbuatan inilah yang
akan memberikan pemamahan yang lebih baik bahwa Allah adalah Yang Maha Esa
Yang mengendalikan setiap makhluk, hati, dan pikiran, sebagaimana pernyataan
Allah dalam sebuah ayat:
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda
(kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga
jelaslah bagi mereka bahwa al-Qur’an itu benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup
(bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?” (Q.s. Fushshilat:
53).
ALLAH
MENGABULKAN DOA SETIAP ORANG
Allah Yang Mahakuasa,
Maha Pengasih, dan Maha Penyayang, telah berfirman dalam al-Qur’an bahwa Dia
dekat dengan manusia dan akan mengabulkan permohonan orang-orang yang berdoa
kepada-Nya. Adapun salah satu ayat yang membicarakan masalah tersebut adalah:
“Dan apabila
hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku
mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia berdoa kepada-Ku, maka
hendaklah mereka itu memenuhi-Ku, dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar
mereka selalu berada dalam kebenaran.” (Q.s. al-Baqarah: 186).
Sebagaimana dinyatakan
dalam ayat di atas, Allah itu dekat kepada setiap orang. Dia Maha Mengetahui
keinginan, perasaan, pikiran, kata-kata yang diucapkan, bisikan, bahkan apa
saja yang tersembunyi dalam hati setiap orang. Dengan demikian, Allah Mendengar
dan Mengetahui setiap orang yang berpaling kepada-Nya dan berdoa kepada-Nya.
Inilah karunia Allah kepada manusia dan sebagai wujud dari kasih-sayang-Nya,
rahmat-Nya, dan kekuasaan-Nya yang tiada batas.
Allah memiliki
kekuasaan dan pengetahuan yang tiada batas. Dialah Pemilik segala sesuatu di
seluruh alam semesta. Setiap makhluk, setiap benda, dari orang-orang yang tampaknya
paling kuat hingga orang-orang yang sangat kaya, dari binatang-binatang yang
sangat besar hingga yang sangat kecil yang mendiami bumi, semuanya milik Allah
dan semuanya berada dalam kehendak-Nya dan pegaturan-Nya yang mutlak.
Seseorang yang beriman
terhadap kebenaran ini dapat berdoa kepada Allah mengenai apa saja dan dapat
berharap bahwa Allah akan mengabulkan doa-doanya. Misalnya, seseorang yang
mengidap penyakit yang tidak dapat disembuhkan tentu saja akan berusaha untuk
melakukan berbagai macam pengobatan. Namun ketika mengetahui bahwa hanya Allah
yang dapat memberikan kesehatan, lalu ia pun berdoa kepada-Nya memohon
kesembuhan. Demikian pula, orang yang mengalami ketakutan atau kecemasan dapat
berdoa kepada Allah agar terbebas dari ketakutan dan kecemasan. Seseorang yang
menghadapi kesulitan dalam menyelesaikan pekerjaan dapat berpaling kepada
Allah untuk menghilangkan kesulitannya. Seseorang dapat berdoa kepada Allah
untuk memohon berbagai hal yang tidak terhitung banyaknya seperti untuk memohon
bimbingan kepada jalan yang benar, untuk dimasukkan ke dalam surga bersama-sama
orang-orang beriman lainnya, agar lebih meyakini surga, neraka, Kekuasaan Allah,
untuk kesehatan, dan sebagainya. Inilah yang telah ditekankan Rasulullah saw.
dalam sabdanya:
“Maukah
aku beritahukan kepadamu suatu senjata yang dapat melindungimu dari kejahatan
musuh dan agar rezekimu bertambah?” Mereka berkata, “Tentu saja wahai Rasulullah.”
Beliau bersabda, “Serulah Tuhanmu siang dan malam, karena ‘doa’ itu merupakan
senjata bagi orang yang beriman.”1
Namun demikian,
terdapat rahasia lain di balik apa yang diungkapkan dalam al-Qur’an yang perlu
kita bicarakan dalam masalah ini. Sebagaimana Allah telah menyatakan dalam
ayat:
“Dan
manusia berdoa untuk kejahatan sebagaimana ia berdoa untuk kebaikan. Dan
manusia itu tergesa-gesa.” (Q.s.
al-Isra’:11).
Tidak setiap doa yang
dipanjatkan oleh manusia itu bermanfaat. Misalnya seseorang memohon kepada
Allah agar diberi harta dan kekayaan yang banyak untuk anak-anaknya kelak. Akan
tetapi Allah tidak melihat kebaikan di dalam doanya itu. Yakni, kekayaan yang
banyak itu justru dapat memalingkan anak-anak tersebut dari Allah. Dalam hal
ini, Allah mendengar doa orang tersebut, menerimanya sebagai amal ibadah, dan
mengabulkannya dengan cara yang sebaik-baiknya. Sebagai contoh lainnya,
seseorang berdoa agar tidak terlambat dalam memenuhi perjanjian. Namun
tampaknya lebih baik baginya jika ia sampai di tujuan setelah waktu yang
ditentukan, karena ia dapat bertemu dengan seseorang yang memberikan sesuatu
yang lebih bermanfaat untuk kehidupan yang abadi. Allah mengetahui masalah ini,
dan Dia mengabulkan doa bukan berdasarkan apa yang dipikirkan orang itu,
tetapi dengan cara yang terbaik. Yakni, Allah mendengar doa orang itu, tetapi
jika Dia melihat tidak ada kebaikan dalam doanya itu, Dia memberikan apa yang
terbaik bagi orang itu. Tentu saja hal ini merupakan rahasia yang sangat
penting.
Ketika doa tidak
dikabulkan, orang-orang tidak menyadari tentang rahasia ini, mereka mengira
bahwa Allah tidak mendengar doa mereka. Sesungguhnya hal ini merupakan
keyakinan orang-orang bodoh yang sesat, karena “Allah itu lebih dekat kepada
manusia daripada urat lehernya sendiri.” (Q.s. Qaf: 16). Dia Maha
Mengetahui perkataan apa saja yang diucapkan, apa saja yang dipikirkan, dan
peristiwa apa saja yang dialami seseorang. Bahkan ketika seseorang tertidur, Allah
mengetahui apa yang ia alami dalam mimpinya. Allah adalah Yang menciptakan
segala sesuatu. Oleh karena itu, kapan saja seseorang berdoa kepada Allah, ia
harus menyadari bahwa Allah akan menerima doanya pada saat yang paling tepat
dan akan memberikan apa yang terbaik baginya.
Doa, di samping
sebagai bentuk amal ibadah, juga merupakan karunia Allah yang sangat berharga
bagi manusia, karena melalui doa, Allah akan memberikan kepada manusia sesuatu
yang Dia pandang baik dan bermanfaat bagi dirinya. Allah menyatakan pentingnya
doa dalam sebuah ayat:
“Katakanlah:
‘Tuhanku tidak mengindahkan kamu, andaikan tidak karena doamu. Tetapi kamu
sungguh telah mendustakan-Nya, karena itu kelak azab pasti akan menimpamu’.” (Q.s. al-Furqan: 77)
Allah Mengabulkan Doa Orang-orang yang
Menderita dan Berada dalam Kesulitan
Doa adalah saat-saat
ketika kedekatan seseorang dengan Allah dapat dirasakan. Sebagai hamba Allah,
seseorang sangat memerlukan Dia. Hal ini karena ketika seseorang berdoa, ia
akan menyadari betapa lemahnya dan betapa hinanya dirinya di hadapan Allah, dan
ia menyadari bahwa tak seorang pun yang dapat menolongnya kecuali Allah.
Keikhlasan dan kesungguhan seseorang dalam berdoa tergantung pada sejauh mana
ia merasa memerlukan. Misalnya, setiap orang berdoa kepada Allah untuk memohon
keselamatan di dunia. Namun, orang yang merasa putus asa di tengah-tengah medan
perang akan berdoa lebih sungguh-sungguh dan dengan berendah diri di hadapan
Allah. Demikian pula, ketika terjadi badai yang menerpa sebuah kapal atau
pesawat terbang sehingga terancam bahaya, orang-orang akan memohon kepada
Allah dengan berendah diri. Mereka akan ikhlas dan berserah diri dalam berdoa.
Allah menceritakan keadaan ini dalam sebuah ayat:
“Katakanlah: Siapakah
yang dapat menyelamatkan kamu dari bencana di darat dan di laut, yang kamu
berdoa kepada-Nya dengan berendah diri dengan suara yang lembut: ‘Sesungguhnya
jika Dia menyelamatkan kami dari (bencana) ini, tentulah kami menjadi
orang-orang yang bersyukur’.” (Q.s. al-An‘am: 63).
Di dalam al-Qur’an,
Allah memerintahkan manusia agar berdoa dengan merendahkan diri:
“Berdoalah kepada
Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (Q.s.
al-A‘raf: 55).
Dalam ayat lainnya,
Allah menyatakan bahwa Dia mengabulkan doa orang-orang yang teraniaya dan
orang-orang yang berada dalam kesusahan:
“Atau siapakah yang
mengabulkan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan
yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu sebagai khalifah di
bumi? Apakah ada tuhan lain selain Allah? Sedikit sekali kamu yang memperhatikannya.”
(Q.s. an-Naml: 62).
Tentu saja orang tidak
harus berada dalam keadaan bahaya ketika berdoa kepada Allah. Contoh-contoh ini
diberikan agar orang-orang dapat memahami maknanya sehingga mereka berdoa
dengan ikhlas dan merenungkan saat kematian, ketika seseorang tidak lagi
merasa lalai sehingga mereka berpaling kepada Allah dengan keikhlasan yang
dalam. Dalam pada itu, orang-orang yang beriman, yang dengan sepenuh hati
berbakti kepada Allah, selalu menyadari kelemahan mereka dan kekurangan mereka,
mereka selalu berpaling kepada Allah dengan ikhlas, sekalipun mereka tidak
berada dalam keadaan bahaya. Ini merupakan ciri penting yang membedakan mereka
dengan orang-orang kafir dan orang-orang yang imannya lemah.
Tidak Ada Pembatasan Apa pun dalam Berdoa
Seseorang dapat
memohon apa saja kepada Allah asalkan halal. Hal ini karena sebagaimana telah
disebutkan terdahulu, Allah adalah satu-satunya penguasa dan pemilik seluruh
alam semesta; dan jika Dia menghendaki, Dia dapat memberikan kepada manusia
apa saja yang Dia inginkan. Setiap orang yang berpaling kepada Allah dan berdoa
kepada-Nya, haruslah meyakini bahwa Allah berkuasa melakukan apa saja dan bersungguh-sungguhlah
dalam berdoa sebagaimana disabdakan oleh Nabi saw.2 Ia perlu mengetahui bahwa mudah saja bagi-Nya
untuk memenuhi keinginan apa saja, dan Dia akan memberikan apa yang diminta
oleh seseorang jika di dalamnya terdapat kebaikan bagi orang itu dalam doa
tersebut. Doa-doa para nabi dan orang-orang beriman yang disebutkan dalam
al-Qur’an merupakan contoh bagi orang-orang beriman tentang hal-hal yang dapat
mereka mohon kepada Allah. Misalnya, Nabi Zakaria a.s. berdoa kepada Allah agar
diberi keturunan yang diridhai, dan Allah pun mengabulkan doanya, meskipun
istrinya mandul:
“Yaitu ketika ia berdoa
kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. Ia berkata: ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya
tulangku telah lemah dan kepalaku telah dipenuhi uban, dan aku belum pernah
kecewa dalam berdoa kepada-Mu, ya Tuhanku. Dan sesungguhnya aku khawatir
terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang istriku adalah seorang yang mandul,
maka anugerahilah aku dari sisi-Mu seorang putra. Yang akan mewarisi aku dan
mewarisi sebahagian keluarga Ya‘qub; dan jadikanlah ia ya Tuhanku, seorang yang
diridhai’.” (Q.s. Maryam: 3-6).
Maka Allah mengabulkan
doa Nabi Zakaria dan memberikan kepadanya berita gembira tentang Nabi Yahya
a.s.. Setelah menerima berita gembira tentang seorang anak laki-laki, Nabi
Zakaria merasa heran karena istrinya mandul. Jawaban Allah kepada Nabi Zakaria
menjelaskan tentang sebuah rahasia yang hendaknya selalu dicamkan dalam hati
orang-orang yang beriman:
“Zakaria
berkata, ‘Ya Tuhanku, bagaimana akan ada anak bagiku, padahal istriku adalah
seorang yang mandul dan aku sesungguhnya sudah mencapai umur yang sangat tua.’
Tuhan berfirman, ‘Demikianlah.’ Tuhan berfirman, ‘Hal itu mudah bagi-Ku, dan sesungguhnya
telah Aku ciptakan kamu sebelum itu, padahal kamu belum ada sama sekali’.” (Q.s. Maryam: 8-9)
Ada beberapa Nabi
lainnya yang disebutkan dalam al-Qur’an yang doa-doa mereka dikabulkan.
Misalnya, Nabi Nuh a.s. memohon kepada Allah untuk menimpakan azab kepada
kaumnya yang tersesat meskipun ia telah berusaha sekuat tenaga untuk membimbing
mereka kepada jalan yang lurus. Sebagai jawaban dari doanya, Allah menimpakan
azab besar kepada mereka yang tercatat dalam sejarah.
Nabi Ayub a.s. menyeru
Tuhannya ketika ia sakit, ia berkata, “… Sesungguhnya aku telah ditimpa
penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua
penyayang.” (Q.s. al-Anbiya’: 83). Sebagai jawaban terhadap
doa Nabi Ayub, Allah berfirman sebagai berikut:
“Maka Kami pun mengabulkan doanya itu, lalu
Kami hilangkan penyakit yang menimpanya dan Kami kembalikan keluarganya
kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari
sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah. (Q.s. al-Anbiya’: 84).
Allah mengabulkan Nabi
Sulaiman a.s. yang berdoa, “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah
kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh siapa pun sesudahku, sesungguhnya
Engkaulah Yang Maha Pemberi.” (Q.s. Shad: 35). Maka
Allah mengaruniakan kekuasaan yang besar dan kekayaan yang banyak kepadanya.
Oleh karena itu,
orang-orang yang berdoa hendaknya mencamkan dalam hati ayat ini, “Sesungguhnya
keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya,
‘Jadilah.’ Maka terjadilah ia. (Q.s. Yasin: 82) Sebagaimana
dinyatakan dalam ayat ini, segala sesuatu itu mudah bagi Allah dan Dia
Mendengar dan Mengetahui setiap doa.
Allah Memberi Karunia di Dunia ini bagi
Orang-orang yang Menginginkannya, Tetapi di Akhirat Mereka akan Menderita
Kerugian
Orang-orang yang tidak
memiliki ketakwaan kepada Allah dalam hatinya, dan imannya sangat lemah
terhadap kehidupan akhirat, hanyalah menginginkan keduniaan. Mereka meminta
kekayaan, harta benda, dan kedudukan hanyalah untuk kehidupan di dunia ini.
Allah memberi tahu kita bahwa orang-orang yang hanya menginginkan keduniaan
tidak akan memperoleh pahala di akhirat. Tetapi bagi orang-orang yang beriman,
mereka berdoa memohon dunia dan akhirat karena mereka percaya bahwa kehidupan
di akhirat sama pastinya dan sama dekatnya dengan kehidupan dunia ini. Tentang
masalah ini, Allah menyatakan sebagai berikut:
“Di antara manusia
ada orang yang berdoa, ‘Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia,’ dan
tidak ada baginya bagian di akhirat. Dan di antara mereka ada orang yang
berdoa, ‘Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat,
dan peliharalah kami dari siksa neraka.’ Mereka itulah orang-orang yang
mendapat bagian dari apa yang mereka usahakan, dan Allah sangat cepat
perhitungan-Nya. (Q.s. al-Baqarah: 200-2).
Orang-orang yang
beriman juga berdoa memohon kesehatan, kekayaan, ilmu, dan kebahagiaan. Akan
tetapi, semua doa mereka adalah untuk mencari keridhaan Allah dan untuk
memperoleh kebaikan bagi agamanya. Mereka memohon kekayaan misalnya, adalah
untuk digunakan di jalan Allah. Berkenaan dengan masalah ini, Allah memberikan
contoh tentang Nabi Sulaiman di dalam al-Qur’an. Jauh dari keinginan untuk
memperoleh dunia, doa Nabi Sulaiman untuk meminta kekayaan adalah demi tujuan
mulia untuk digunakan di jalan Allah, untuk menyeru manusia kepada agama Allah,
dan agar dirinya sibuk berdzikir kepada Allah. Kata-kata Nabi Sulaiman
sebagaimana yang diceritakan dalam al-Qur’an menunjukkan niatnya yang ikhlas:
“Sesungguhnya aku
menyukai kesenangan terhadap barang yang baik karena ingat kepada Tuhanku.” (Q.s. Shad: 32).
Maka Allah mengabulkan
doa Nabi Sulaiman a.s. tersebut dengan mengaruniakan kepadanya kekayaan yang
sangat banyak di dunia dan ia akan memperoleh pahala di akhirat. Dalam pada itu,
Allah juga mengabulkan keinginan orang-orang yang hanya menghendaki kehidupan
dunia, namun azab yang pedih menunggu mereka di akhirat. Keuntungan yang telah
mereka peroleh di dunia ini tidak akan mereka peroleh lagi di akhirat kelak.
Kenyataan yang sangat
penting ini diceritakan dalam al-Qur’an sebagai berikut:
“Barangsiapa
menghendaki keuntungan di akhirat, akan Kami tambah keuntungan itu baginya, dan
barangsiapa menghendaki keuntungan di dunia, Kami akan memberikan kepadanya
sebagian dari keuntungan dunia, dan tidak ada baginya bagian sedikit pun di
akhirat. (Q.s. asy-Syura: 20).
“Barangsiapa
menghendaki kehidupan sekarang, maka Kami segerakan baginya di dunia apa yang
Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka
Jahanam, ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. (Q.s. al-Isra’: 18).
ALLAH MENAMBAHKAN NIKMATNYA
KEPADA ORANG-ORANG YANG BERSYUKUR
Setiap orang sangat
memerlukan Allah dalam setiap gerak kehidupannya. Dari udara untuk bernafas
hingga makanan yang ia makan, dari kemampuannya untuk menggunakan tangannya
hingga kemampuan berbicara, dari perasaan aman hingga perasaan bahagia,
seseorang benar-benar sangat memerlukan apa yang telah diciptakan oleh Allah
dan apa yang dikaruniakan kepadanya. Akan tetapi kebanyakan orang tidak menyadari
kelemahan mereka dan tidak menyadari bahwa mereka sangat memerlukan Allah.
Mereka menganggap bahwa segala sesuatunya terjadi dengan sendirinya atau mereka
menganggap bahwa segala sesuatu yang mereka peroleh adalah karena hasil jerih
payah mereka sendiri. Anggapan ini merupakan kesalahan yang sangat fatal dan
benar-benar tidak mensyukuri nikmat Allah. Anehnya, orang-orang yang telah
menyatakan rasa terima kasihnya kepada seseorang karena telah memberi sesuatu
yang remeh kepadanya, mereka menghabiskan hidupnya dengan mengabaikan nikmat
Allah yang tidak terhitung banyaknya di sepanjang hidupnya. Bagaimanapun,
nikmat yang diberikan Allah kepada seseorang sangatlah besar sehingga tak
seorang pun yang dapat menghitungnya. Allah menceritakan kenyataan ini dalam
sebuah ayat sebagai berikut:
“Dan jika kamu
menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak dapat menentukan jumlahnya.
Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.s. an-Nahl: 18).
Meskipun kenyataannya
demikian, kebanyakan manusia tidak mampu mensyukuri kenikmatan yang telah
mereka terima. Adapun penyebabnya diceritakan dalam al-Qur’an: Setan, yang
berjanji akan menyesatkan manusia dari jalan Allah, berkata bahwa tujuan
utamanya adalah untuk menjadikan manusia tidak bersyukur kepada Allah.
Pernyataan setan yang mendurhakai Allah ini menegaskan pentingnya bersyukur
kepada Allah:
“Kemudian
saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan
dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.
Allah berfirman, ‘Keluarlah kamu dari surga itu sebagai orang terhina lagi
terusir. Sesungguhnya barangsiapa di antara mereka mengikuti kamu, benar-benar
Aku akan mengisi neraka Jahanam dengan kamu semuanya’.” (Q.s. al-A‘raf: 17-8).
Dalam pada itu,
orang-orang yang beriman karena menyadari kelemahan mereka, di hadapan Allah
mereka memanjatkan syukur dengan rendah diri atas setiap nikmat yang diterima.
Bukan hanya kekayaan dan harta benda yang disyukuri oleh orang-orang yang
beriman. Karena orang-orang yang beriman mengetahui bahwa Allah adalah Pemilik
segala sesuatu, mereka juga bersyukur atas kesehatan, keindahan, ilmu, hikmah,
kepahaman, wawasan, dan kekuatan yang dikaruniakan kepada mereka, dan
mereka mencintai keimanan dan membenci kekufuran. Mereka bersyukur karena telah
dibimbing dalam kebenaran dan dimasukkan dalam golongan orang-orang beriman.
Pemandangan yang indah, urusan yang mudah, keinginan yang tercapai,
berita-berita yang menggembirakan, perbuatan yang terpuji, dan nikmat-nikmat
lainnya, semua ini menjadikan orang-orang beriman berpaling kepada Allah,
bersyukur kepada-Nya yang telah menunjukkan rahmat dan kasih sayang-Nya.
Sebagai balasan atas
kesyukurannya, sebuah pahala menunggu orang-orang yang beriman. Ini merupakan
rahasia lain yang dinyatakan dalam al-Qur’an; Allah menambah nikmat-Nya kepada
orang-orang yang bersyukur. Misalnya, bahkan Allah memberikan kesehatan dan
kekuatan yang lebih banyak lagi kepada orang-orang yang bersyukur kepada Allah
atas kesehatan dan kekuatan yang mereka miliki. Bahkan Allah mengaruniakan
ilmu dan kekayaan yang lebih banyak kepada orang-orang yang mensyukuri ilmu dan
kekayaan tersebut. Hal ini karena mereka adalah orang-orang yang ikhlas yang
merasa puas dengan apa yang diberikan Allah dan mereka ridha dengan karunia tersebut,
dan mereka menjadikan Allah sebagai pelindung mereka. Allah menceritakan
rahasia ini dalam al-Qur’an sebagai berikut:
“Dan
ketika Tuhanmu memaklumkan: ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan
menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih’.” (Q.s. Ibrahim: 7)
Mensyukuri nikmat juga
menunjukkan tanda kedekatan dan kecintaan seseorang kepada Allah. Orang-orang
yang bersyukur memiliki kesadaran dan kemampuan untuk melihat keindahan dan
kenikmatan yang dikaruniakan Allah. Rasulullah saw. juga menyebutkan masalah
ini, beliau saw. bersabda:
“Jika Allah
memberikan harta kepadamu, maka akan tampak kegembiraan pada dirimu dengan
nikmat dan karunia Allah itu.1
Dalam pada itu,
seorang kafir atau orang yang tidak mensyukuri nikmat hanya akan melihat cacat
dan kekurangan, bahkan pada lingkungan yang sangat indah, sehingga ia akan
merasa tidak berbahagia dan tidak puas, maka Allah menjadikan orang-orang
seperti ini hanya menjumpai berbagai peristiwa dan pemandangan yang tidak
menyenangkan. Akan tetapi Allah menampakkan lebih banyak nikmat dan
karunia-Nya kepada orang-orang yang ikhlas dan memiliki hati nurani.
Bahwa Allah menambah
kenikmatan kepada orang-orang yang bersyukur, ini juga merupakan salah satu
rahasia dari al-Qur’an. Bagaimanapun harus kita camkan dalam hati bahwa
keikhlasan merupakan prasyarat agar dapat mensyukuri nikmat. Jika seseorang
menunjukkan rasa syukurnya tanpa berpaling dengan ikhlas kepada Allah dan tanpa
menghayati rahmat dan kasih sayang Allah yang tiada batas, tetapi rasa
syukurnya itu hanya untuk menarik perhatian orang, tentu saja ini merupakan
ketidakikhlasan yang parah. Allah mengetahui apa yang tersimpan dalam hati dan
mengetahui ketidakikhlasannya tersebut. Orang-orang yang memiliki niat yang
tidak ikhlas bisa saja menyembunyikan apa yang tersimpan dalam hati dari orang
lain. Tetapi ia tidak dapat menyembunyikannya dari Allah. Orang-orang seperti
itu bisa saja mensyukuri nikmat ketika tidak menghadapi penderitaan. Tetapi
pada saat-saat berada dalam kesulitan, mungkin mereka akan mengingkari nikmat.
Perlu diperhatikan,
bahwa orang-orang mukmin sejati tetap bersyukur kepada Allah sekalipun mereka
berada dalam keadaan yang sangat sulit. Seseorang yang melihat dari luar
mungkin melihat berkurangnya nikmat pada diri orang-orang yang beriman.
Padahal, orang-orang beriman yang mampu melihat sisi-sisi kebaikan dalam setiap
peristiwa dan keadaan juga mampu melihat kebaikan dalam penderitaan tersebut.
Misalnya, Allah menyatakan bahwa Dia akan menguji manusia dengan rasa takut,
lapar, kehilangan harta dan jiwa. Dalam keadaan seperti itu, orang-orang
beriman tetap bergembira dan merasa bersyukur, mereka berharap bahwa Allah
akan memberi pahala kepada mereka berupa surga sebagai pahala atas sikap mereka
yang tetap istiqamah dalam menghadapi ujian tersebut. Mereka mengetahui bahwa
Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kekuatannya. Sikap
istiqamah dan tawakal yang mereka jalani dalam menghadapi penderitaan tersebut
akan membuahkan sifat sabar dan syukur dalam diri mereka. Dengan demikian,
ciri-ciri orang yang beriman adalah tetap menunjukkan ketaatan dan bertawakal
kepada-Nya, dan Allah berjanji akan menambah nikmat kepada hamba-hamba-Nya yang
mensyukuri nikmat-Nya, baik di dunia ini maupun di akhirat kelak.
RAHASIA BERSERAH DIRI DAN
BERTAWAKAL KEPADA ALLAH
Berserah diri kepada
Allah merupakan ciri khusus yang dimiliki orang-orang mukmin, yang memiliki
keimanan yang mendalam, yang mampu melihat kekuasaan Allah, dan yang dekat
dengan-Nya. Terdapat rahasia penting dan kenikmatan jika kita berserah diri
kepada Allah. Berserah diri kepada Allah maknanya adalah menyandarkan dirinya
dan takdirnya dengan sungguh-sungguh kepada Allah. Allah telah menciptakan
semua makhluk, binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak bernyawa —
masing-masing dengan tujuannya sendiri-sendiri dan takdirnya sendiri-sendiri.
Matahari, bulan, lautan, danau, pohon, bunga, seekor semut kecil, sehelai daun
yang jatuh, debu yang ada di bangku, batu yang menyebabkan kita tersandung,
baju yang kita beli sepuluh tahun yang lalu, buah persik di lemari es, ibu
anda, teman kepala sekolah anda, diri anda — pendek kata segala sesuatunya,
takdirnya telah ditetapkan oleh Allah jutaan tahun yang lalu. Takdir segala
sesuatu telah tersimpan dalam sebuah kitab yang dalam al-Qur’an disebut sebagai
‘Lauhul-Mahfuzh’. Saat kematian, saat jatuhnya sebuah daun, saat buah persik
dalam peti es membusuk, dan batu yang menyebabkan kita tersandung — pendek
kata semua peristiwa, yang remeh maupun yang penting — semuanya tersimpan
dalam kitab ini.
Orang-orang yang
beriman meyakini takdir ini dan mereka mengetahui bahwa takdir yang diciptakan
oleh Allah adalah yang terbaik bagi mereka. Itulah sebabnya setiap detik dalam
kehidupan mereka, mereka selalu berserah diri kepada Allah. Dengan kata lain,
mereka mengetahui bahwa Allah menciptakan semua peristiwa ini sesuai dengan
tujuan ilahiyah, dan terdapat kebaikan dalam apa saja yang diciptakan oleh
Allah. Misalnya, terserang penyakit yang berbahaya, menghadapi musuh yang
kejam, menghadapi tuduhan palsu padahal ia tidak bersalah, atau menghadapi
peristiwa yang sangat mengerikan, semua ini tidak mengubah keimanan orang yang
beriman, juga tidak menimbulkan rasa takut dalam hati mereka. Mereka menyambut
dengan rela apa saja yang telah diciptakan Allah untuk mereka. Orang-orang
beriman menghadapi dengan kegembiraan keadaan apa saja, keadaan yang pada
umumnya bagi orang-orang kafir menyebabkan perasaan ngeri dan putus asa. Hal
itu karena rencana yang paling mengerikan sekalipun, sesungguhnya telah
direncanakan oleh Allah untuk menguji mereka. Orang-orang yang menghadapi semuanya
ini dengan sabar dan bertawakal kepada Allah atas takdir yang telah Dia
ciptakan, mereka akan dicintai dan diridhai Allah. Mereka akan memperoleh surga
yang kekal abadi. Itulah sebabnya orang-orang yang beriman memperoleh
kenikmatan, ketenangan, dan kegembiraan dalam kehidupan mereka karena
bertawakal kepada Tuhan mereka. Inilah nikmat dan rahasia yang dijelaskan oleh
Allah kepada orang-orang yang beriman. Allah menjelaskan dalam al-Qur’an bahwa
Dia mencintai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya. (Q.s. Ali ‘Imran: 159)
Rasulullah saw. juga menyatakan hal ini, beliau bersabda:
“Tidaklah
beriman seorang hamba Allah hingga ia percaya kepada takdir yang baik dan
buruk, dan mengetahui bahwa ia tidak dapat menolak apa saja yang menimpanya
(baik dan buruk), dan ia tidak dapat terkena apa saja yang dijauhkan darinya
(baik dan buruk).”1
Masalah lainnya yang
disebutkan dalam al-Qur’an tentang bertawakal kepada Allah adalah tentang
“melakukan tindakan”. Al-Qur’an memberitahukan kita tentang berbagai tindakan
yang dapat dilakukan orang-orang yang beriman dalam berbagai keadaan. Dalam
ayat-ayat lainnya, Allah juga menjelaskan rahasia bahwa tindakan-tindakan
tersebut yang diterima sebagai ibadah kepada Allah, tidak dapat mengubah
takdir. Nabi Ya‘qub a.s. menasihati putranya agar melakukan beberapa tindakan
ketika memasuki kota, tetapi setelah itu beliau diingatkan agar bertawakal
kepada Allah. Inilah ayat yang membicarakan masalah tersebut:
“Dan Ya‘qub berkata,
‘Hai anak-anakku, janganlah kamu masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah
dari pintu-pintu gerbang yang berlainan, namun demikian aku tidak dapat
melepaskan kamu barang sedikit pun dari (takdir) Allah. Keputusan menetapkan
(sesuatu) hanyalah hak Allah; kepada-Nyalah aku bertawakal dan hendaklah
kepada-Nya saja orang-orang yang bertawakal berserah diri’.” (Q.s. Yusuf: 67).
Sebagaimana dapat
dilihat pada ucapan Nabi Ya‘qub, orang-orang yang beriman tentu saja juga
mengambil tindakan berjaga-jaga, tetapi mereka mengetahui bahwa mereka tidak
dapat mengubah takdir Allah yang dikehendaki untuk mereka. Misalnya, seseorang
harus mengikuti aturan lalu lintas dan tidak mengemudi dengan sembarangan. Ini
merupakan tindakan yang penting dan merupakan sebuah bentuk ibadah demi
keselamatan diri sendiri dan orang lain. Namun, jika Allah menghendaki bahwa
orang itu meninggal karena kecelakaan mobil, maka tidak ada tindakan yang dapat
dilakukan untuk mencegah kematiannya. Terkadang tindakan pencegahan atau suatu
perbuatan tampaknya dapat menghindari orang itu dari kematian. Atau mungkin
seseorang dapat melakukan keputusan penting yang dapat mengubah jalan hidupnya,
atau seseorang dapat sembuh dari penyakitnya yang mematikan dengan menunjukkan
kekuatannya dan daya tahannya. Namun, semua peristiwa ini terjadi karena Allah
telah menetapkan yang demikian itu. Sebagian orang salah menafsirkan
peristiwa-peristiwa seperti itu sebagai “mengatasi takdir seseorang” atau
“mengubah takdir seseorang”. Tetapi, tak seorang pun, bahkan orang yang sangat
kuat sekalipun di dunia ini yang dapat mengubah apa yang telah ditetapkan oleh
Allah. Tak seorang manusia pun yang memiliki kekuatan seperti itu. Sebaliknya,
setiap makhluk sangat lemah dibandingkan dengan ketetapan Allah. Adanya fakta
bahwa sebagian orang tidak menerima kenyataan ini tetap tidak mengubah
kebenaran. Sesungguhnya, orang yang menolak takdir juga telah ditetapkan demikian.
Karena itulah orang-orang yang menghindari kematian atau penyakit, atau mengubah
jalannya kehidupan, mereka mengalami peristiwa seperti ini karena Allah telah
menetapkannya. Allah menceritakan hal ini dalam al-Qur’an sebagai berikut:
“Tidak ada suatu
bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri
melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul-Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya.
Sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah. Supaya kamu jangan berduka
cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira
terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang
yang sombong lagi membanggakan diri. (Q.s. al-Hadid: 22-3).
Sebagaimana dinyatakan
dalam ayat di atas, peristiwa apa pun yang terjadi telah ditetapkan
sebelumnya dan tertulis dalam Lauh Mahfuzh. Untuk itulah Allah menyatakan
kepada manusia supaya tidak berduka cita terhadap apa yang luput darinya.
Misalnya, seseorang yang kehilangan semua harta bendanya dalam sebuah
kebakaran atau mengalami kerugian dalam perdagangannya, semua ini memang sudah
ditetapkan. Dengan demikian mustahil baginya untuk menghindari atau mencegah
kejadian tersebut. Jadi tidak ada gunanya jika merasa berduka cita atas
kehilangan tersebut. Allah menguji hamba-hamba-Nya dengan berbagai kejadian
yang telah ditetapkan untuk mereka. Orang-orang yang bertawakal kepada Allah
ketika mereka menghadapi peristiwa seperti itu, Allah akan ridha dan cinta
kepadanya. Sebaliknya, orang-orang yang tidak bertawakal kepada Allah akan
selalu mengalami kesulitan, keresahan, ketidakbahagiaan dalam kehidupan mereka
di dunia ini, dan akan memperoleh azab yang kekal abadi di akhirat kelak.
Dengan demikian sangat jelas bahwa bertawakal kepada Allah akan membuahkan
keberuntungan dan ketenangan di dunia dan di akhirat. Dengan menyingkap
rahasia-rahasia ini kepada orang-orang yang beriman, Allah membebaskan mereka
dari berbagai kesulitan dan menjadikan ujian dalam kehidupan di dunia ini mudah
bagi mereka.
TERDAPAT KEBAIKAN DALAM
SETIAP PERISTIWA
Allah memberitahukan
kita bahwa dalam setiap peristiwa yang Dia ciptakan terdapat kebaikan di
dalamnya. Ini merupakan rahasia lain yang menjadikan mudah bagi orang-orang
yang beriman untuk bertawakal kepada Allah. Allah menyatakan, bahkan dalam peristiwa-peristiwa
yang tampaknya tidak menyenangkan terdapat kebaikan di dalamnya:
“Mungkin kamu tidak
menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (Q.s. an-Nisa’: 19).
“Boleh jadi kamu
membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai
sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui sedangkan kamu tidak
mengetahui.” (Q.s. al-Baqarah: 216).
Dengan memahami
rahasia ini, orang-orang yang beriman menjumpai kebaikan dan keindahan dalam
setiap peristiwa. Peristiwa-peristiwa yang sulit tidak membuat mereka merasa
gentar dan khawatir. Mereka tetap tenang ketika menghadapi penderitaan yang
ringan maupun berat. Orang-orang Muslim yang ikhlas bahkan melihat kebaikan dan
hikmah Ilahi ketika mereka kehilangan seluruh harta benda mereka. Mereka tetap
bersyukur kepada Allah yang telah mengkaruniakan kehidupan. Mereka yakin
bahwa dengan kehilangan harta tersebut Allah sedang melindungi mereka dari perbuatan
maksiat atau agar hatinya tidak terpaut dengan harta benda. Untuk itu, mereka
bersyukur dengan sedalam-dalamnya kepada Allah karena kerugian di dunia tidak
ada apa-apanya dibandingkan dengan kerugian di akhirat. Kerugian di akhirat
artinya azab yang kekal abadi dan sangat pedih. Orang-orang yang tetap sibuk
mengingat akhirat melihat setiap peristiwa sebagai kebaikan dan keindahan
untuk menuju kehidupan akhirat. Orang-orang yang bersabar dengan penderitaan
yang dialaminya akan menyadari bahwa dirinya sangat lemah di hadapan Allah, dan
akan menyadari betapa mereka sangat memerlukan Dia. Mereka akan berpaling
kepada Allah dengan lebih berendah diri dalam doa-doa mereka, dan dzikir mereka
akan semakin mendekatkan diri mereka kepada-Nya. Tentu saja hal ini sangat
bermanfaat bagi kehidupan akhirat seseorang. Dengan bertawakal sepenuhnya
kepada Allah dan dengan menunjukkan kesabaran, mereka akan memperoleh ridha
Allah dan akan memperoleh pahala berupa kebahagiaan abadi.
Manusia harus mencari
kebaikan dan keindahan tidak saja dalam penderitaan, tetapi juga dalam
peristiwa sehari-hari. Misalnya, masakan yang dimasak dengan susah payah
ternyata hangus, dengan kehendak Allah, mungkin akan bermanfaat menjauhkan dari
madharat kelak di kemudian hari. Seseorang mungkin tidak diterima dalam ujian
masuk perguruan tinggi untuk menggapai harapannya pada masa depan.
Bagaimanapun, hendaknya ia mengetahui bahwa terdapat kebaikan dalam
kegagalannya ini. Demikian pula hendaknya ia dapat berpikir bahwa barangkali
Allah menghendaki dirinya agar terhindar dari situasi yang sulit, sehingga ia
tetap merasa senang dengan kejadian itu. Dengan berpikir bahwa Allah telah
menempatkan berbagai rahmat dalam setiap peristiwa, baik yang terlihat maupun
yang tidak, orang-orang yang beriman melihat keindahan dalam bertawakal
mengharapkan bimbingan Allah.
Seseorang mungkin
tidak selalu melihat kebaikan dan hikmah Ilahi di balik setiap peristiwa.
Sekalipun demikian ia mengetahui dengan pasti bahwa terdapat kebaikan dalam
setiap peristiwa. Ia memanjatkan doa kepada Allah agar ditunjukkan kepadanya
kebaikan dan hikmah Ilahi di balik segala sesuatu yang terjadi.
Orang-orang yang
menyadari bahwa segala sesuatu yang diciptakan Allah memiliki tujuan tidak
pernah mengucapkan kata-kata, “Seandainya saya tidak melakukan…” atau
“Seandainya saya tidak berkata …,” dan sebagainya. Kesalahan, kekurangan,
atau peristiwa-peristiwa yang kelihatannya tidak menguntungkan, pada
hakikatnya di dalamnya terdapat rahmat dan masing-masing merupakan ujian.
Allah memberikan pelajaran penting dan mengingatkan manusia tentang tujuan
penciptaan pada setiap orang. Bagi orang-orang yang dapat melihat dengan hati
nuraninya, tidak ada kesalahan atau penderitaan, yang ada adalah pelajaran,
peringatan, dan hikmah dari Allah. Misalnya, seorang Muslim yang tokonya
terbakar akan melakukan mawas diri, bahkan keimanannya menjadi lebih ikhlas
dan lebih lurus, ia menganggap peristiwa itu sebagai peringatan dari Allah agar
tidak terlalu sibuk dan terpikat dengan harta dunia.
Hasilnya, apa pun yang
dihadapinya dalam kehidupannya, penderitaan itu pada akhirnya akan berakhir
sama sekali. Seseorang yang mengenang penderitaannya akan merasa takjub bahwa
penderitaan itu tidak lebih dari sekadar kenangan dalam pikiran, bagaikan orang
yang mengingat kembali adegan dalam film. Oleh karena itu, akan datang suatu
saat ketika pengalaman yang sangat pedih akan tinggal menjadi kenangan,
bagaikan bayangan adegan dalam film. Hanya ada satu yang masih ada:
bagaimanakah sikap seseorang ketika menghadapi kesulitan, dan apakah Allah
ridha kepadanya atau tidak. Seseorang tidak akan dimintai tanggung jawab atas
apa yang telah ia alami, tetapi yang dimintai tanggung jawab adalah sikapnya,
pikirannya, dan keikhlasannya terhadap apa yang ia alami. Dengan demikian,
berusaha untuk melihat kebaikan dan hikmah Ilahi terhadap apa yang diciptakan
Allah dalam situasi yang dihadapi seseorang, dan bersikap positif akan mendatangkan
kebahagiaan bagi orang-orang beriman, baik di dunia maupun di akhirat. Tidak
duka cita dan ketakutan yang menghinggapi orang-orang yang beriman yang
memahami rahasia ini. Demikian pula, tidak ada manusia dan tidak ada peristiwa
yang menjadikan rasa takut atau menderita di dunia ini dan di akhirat kelak.
Allah menjelaskan rahasia ini dalam al-Qur’an sebagai berikut:
“Kami berfirman,
‘Turunlah kamu dari surga itu. Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka
barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas
mereka, dan mereka tidak bersedih hati’.” (Q.s.
al-Baqarah: 38).
“Ingatlah,
sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan
mereka tidak bersedih hati. Yaitu orang-orang yang beriman dan mereka selalu
bertakwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan di
akhirat. Tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat Allah. Yang demikian itu
adalah kemenangan yang besar.” (Q.s. Yunus: 62-4).
WAJAH ORANG-ORANG BERIMAN
BERCAHAYA, DAN WAJAH ORANG-ORANG KAFIR DILIPUTI KEHINAAN
Salah satu rahasia
yang diungkapkan Allah dalam al-Qur’an adalah bahwa keimanan dan kekufuran
tercermin di wajah dan kulit manusia. Di beberapa ayat, Allah memberitahukan
bahwa terdapat cahaya di wajah orang-orang beriman, sedangkan wajah orang-orang
kafir diliputi kehinaan:
“Dan kamu akan
melihat mereka dihadapkan ke neraka dalam keadaan tunduk karena hina, mereka
melihat dengan pandangan yang lesu …” (Q.s. asy-Syura: 45).
“Bagi orang-orang
yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik dan ada tambahannya. Dan muka mereka
tidak ditutupi debu hitam dan tidak pula kehinaan. Mereka itulah penghuni
surga, mereka kekal di dalamnya. Dan orang-orang yang mengerjakan kejahatan
memperoleh balasan yang setimpal dan mereka diliputi kehinaan. Tidak ada bagi
mereka seorang pelindung pun dari azab Allah, seakan-akan muka mereka ditutupi
dengan kepingan-kepingan malam yang gelap gulita. Mereka itulah penghuni
neraka, mereka kekal di dalamnya.” (Q.s. Yunus: 26-7).
Sebagaimana dinyatakan
dalam ayat-ayat tersebut, wajah orang-orang kafir diliputi oleh kehinaan.
Sebaliknya, wajah orang-orang beriman bercahaya. Allah menyatakan bahwa mereka
dikenal karena adanya bekas sujud pada wajah mereka:
“Muhammad itu adalah
Utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia keras terhadap orang-orang
kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka: kamu lihat mereka ruku’ dan sujud
mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka
mereka dari bekas sujud…” (Q.s. al-Fath: 29).
Dalam ayat-ayat
lainnya, Allah memberitahukan bahwa orang-orang kafir dan orang-orang yang
berdosa dikenali dari wajah mereka:
“Orang-orang yang
berdosa dikenal dengan tanda-tandanya, lalu dipegang ubun-ubun dan kaki
mereka.” (Q.s. ar-Rahman: 41).
“Dan kalau kami
menghendaki, niscaya Kami tunjukkan mereka kepadamu sehingga kamu benar-benar
dapat mengenal mereka dengan tanda-tandanya. Dan kamu benar-benar akan mengenal
mereka dari kiasan-kiasan perkataan mereka, dan Allah mengetahui
perbuatan-perbuatan kamu.” (Q.s. Muhammad: 30).
Keajaiban dan rahasia
penting yang diungkapkan dalam al-Qur’an adalah adanya perubahan fisik yang
terjadi pada wajah seseorang. Hal itu tergantung pada keimanan dan dosa
seseorang. Keadaan ruhani menghasilkan pengaruh fisik pada tubuh, sekalipun
bentuknya tetap sama, namun ekspresi wajah dapat berubah, yakni wajahnya
diliputi kegelapan atau cahaya. Jika Allah menghendaki, orang yang beriman
dapat melihat keajaiban ini yang ditunjukkan kepada orang-orang.
RAHASIA MENGAPA ALLAH
MENGHAPUS PERBUATAN BURUK
Orang-orang beriman
bercita-cita memperoleh keridhaan, kasih sayang, dan surga Allah. Namun,
manusia diciptakan dalam keadaan lemah dan lupa sehingga manusia melakukan
banyak kesalahan dan memiliki banyak kelemahan. Allah Yang Maha Mengetahui
keadaan hamba-hamba-Nya dan Maha Pengasih dan Penyayang memberitahukan kita
bahwa Dia akan menghapus perbuatan buruk dari hamba-Nya yang ikhlas dan akan
memberikan kepada mereka pemeriksaan yang mudah:
“Adapun orang yang
diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia akan diperiksa dengan
pemeriksaan yang mudah, dan dia akan kembali kepada kaumnya dengan gembira.” (Q.s. al-Insyiqaq: 7-9).
Tentu saja Allah tidak
mengubah perbuatan buruk setiap orang menjadi kebaikan. Adapun sifat
orang-orang beriman yang perbuatan buruknya dihapus Allah dan diampuni-Nya
diberitahukan dalam al-Qur’an.
Orang-orang yang Menjauhi Dosa-dosa Besar
Dalam sebuah ayat
Allah menyatakan:
“Jika kamu
menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang kamu dilarang mengerjakannya,
niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu dan Kami masukkan kamu ke tempat
yang mulia.” (Q.s. an-Nisa’: 31).
Orang-orang yang
beriman yang mengetahui fakta ini berbuat dengan sangat hati-hati dengan
memperhatikan batas-batas yang ditetapkan Allah, dan mereka menghindari hal-hal
yang dilarang. Jika mereka melakukan kesalahan karena kealpaannya, mereka
segera berpaling kepada Allah, bertobat, dan memohon ampunan.
Allah memberitahukan
kita dalam al-Qur’an tentang hamba-hamba-Nya yang tobatnya akan diterima.
Dalam hal ini, jika kita mengetahui perintah Allah, namun dengan sengaja kita
melakukan dosa dan berkata, “Tidak apa-apa, apa pun yang terjadi saya akan
diampuni.” Perkataan ini benar-benar menunjukkan cara berpikir yang salah,
karena Allah mengampuni perbuatan dosa hamba-hamba-Nya yang dilakukan karena
kealpaan dan ia segera bertobat dan tidak berniat mengulanginya lagi:
“Sesungguhnya tobat
di sisi Allah hanyalah tobat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan
lantaran ketidaktahuan, yang kemudian mereka bertobat dengan segera, maka
mereka itulah yang diterima tobatnya oleh Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana. Dan tidaklah tobat itu diterima Allah dari orang-orang yang
mengerjakan kejahatan hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara
mereka, ia mengatakan, ‘Sesungguhnya saya bertobat sekarang.’ Dan tidak pula
orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu
telah Kami sediakan siksa yang pedih.” (Q.s. an-Nisa’: 17-8).
Sebagaimana disebutkan
dalam ayat di atas, menjauhi perbuatan dosa dengan sungguh-sungguh sangatlah
penting jika seseorang ingin perbuatan-perbuatan buruknya dihapuskan, dan
jika tidak menginginkan penyesalan pada hari pengadilan kelak. Dalam pada itu,
seorang beriman yang melakukan suatu dosa, hendaknya secepatnya memohon ampun
kepada Allah.
Orang-orang yang Sibuk Mengerjakan Amal Saleh
Dalam ayat lainnya,
Allah menyatakan bahwa Dia akan menutupi perbuatan buruk orang-orang yang
beramal saleh. Sebagian dari ayat-ayat yang membicarakan masalah ini adalah
sebagai berikut:
“Pada hari ketika
Allah mengumpulkan kamu pada hari pengumpulan, itulah hari ditampakkannya
kesalahan-kesalahan. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan mengerjakan
amal saleh, niscaya Allah akan menutupi kesalahan-kesalahannya dan
memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka
kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah keberuntungan yang besar.” (Q.s. at-Taghabun: 9).
“Kecuali orang-orang
yang bertobat, beriman, dan mengerjakan amal saleh, maka mereka itu kejahatan
mereka diganti dengan Allah dengan kebajikan. Dan Allah itu Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.” (Q.s. al-Furqan: 70).
Setiap perbuatan dan
semua tindakan yang dilakukan untuk mencari karunia Allah adalah “amal saleh”.
Misalnya, perbuatan seperti menyampaikan perintah agama Allah kepada manusia,
memperingatkan seseorang yang tidak mau bertawakal kepada Allah atas takdirnya,
menjauhi seseorang dari menggunjing, memelihara rumah dan badan agar tetap
bersih, memperluas wawasan dengan membaca dan belajar, berbicara dengan sopan,
mengingatkan orang tentang akhirat, merawat orang sakit, menunjukkan perasaan
cinta dan kasih sayang kepada yang lebih tua, mencari nafkah dengan cara yang
halal sehingga hasilnya dapat digunakan untuk kemanfaatan orang lain, mencegah
kejahatan dengan kebaikan dan kesabaran, semua itu merupakan amal saleh jika
dilakukan untuk mencari keridhaan Allah. Orang-orang yang menginginkan agar
kesalahannya diampuni dan diganti dengan kebaikan di akhirat, hendaknya selalu
melakukan perbuatan yang sangat diridhai Allah. Untuk tujuan itu, hendaknya
kita selalu ingat perhitungan pada Hari Pengadilan. Tentunya menjadi jelas
bagaimanakah seseorang seharusnya berbuat, misalnya jika ia diletakkan di
depan api neraka, kemudian kepadanya diperlihatkan perbuatan-perbuatan
buruknya yang telah ia kerjakan semasa hidupnya, kemudian diingatkan bahwa ia
seharusnya berbuat benar agar diampuni. Seseorang yang melihat api neraka,
yang mendengar keputusasaan, penyesalan, dan keluh kesah para penghuni neraka
yang mengalami siksaan yang pedih, dan yang menyaksikan siksa neraka dengan
matanya, tentu saja akan melakukan perbuatan yang sangat diridhai Allah dan
akan berusaha dengan sekuat tenaganya. Orang ini akan mengerjakan shalat tepat
pada waktunya, melakukan amal saleh, tidak akan pernah lalai, tidak pernah
berani melakukan perbuatan yang kurang diridhai Allah, jika ia mengetahui
bahwa ada perbuatan lainnya yang lebih diridhai-Nya. Karena neraka yang ada di
sisinya akan selalu mengingatkannya tentang kehidupan yang kekal abadi dan
siksaan Allah. Ia akan segera melakukan apa yang diperintahkan oleh hati
nuraninya. Ia akan berhati-hati dalam menjaga shalatnya. Sehingga, dalam
kehidupan di dunia ini, perbuatan buruk bagi orang-orang yang melakukan amal
saleh, takut kepada Allah dan hari pengadilan, bagaikan orang yang melihat
neraka lalu dikembalikan ke dunia, atau bagaikan mereka selalu melihat api neraka
di sisinya sehingga ia segera melakukan kebaikan. Orang-orang yang beriman ini
merasa yakin tentang akhirat dan mereka sangat takut dengan azab Allah dan
berusaha menjauhinya.
TUJUAN MEMBELANJAKAN HARTA
DI
JALAN ALLAH
Salah satu amal ibadah
yang terpenting yang dapat membersihkan kotoran kebendaan dan keruhanian, dan
sebagai latihan bagi ruhani sehingga seseorang dapat mencapai derajat akhlak
yang tinggi sehingga Allah akan ridha kepadanya adalah membelanjakan harta di
jalan Allah. Allah telah berfirman kepada Nabi saw. agar mengambil zakat dari
harta benda orang-orang beriman untuk membersihkan dan menyucikan harta tersebut.
“Ambillah zakat dari
sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan
mereka.” (Q.s. at-Taubah: 103).
Meskipun demikian,
perbuatan membelanjakan harta yang dapat membersihkan dan menyucikan
orang-orang adalah jika dilakukan berdasarkan ketentuan yang telah disebutkan
dalam al-Qur’an. Orang-orang beranggapan bahwa mereka telah menunaikan tugas
mereka ketika mereka memberikan sejumlah uang yang sangat sedikit yang
diberikan kepada pengemis, memberikan pakaian bekas kepada orang miskin, atau
memberi makan kepada orang yang lapar. Tidak diragukan lagi bahwa
perbuatan-perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang akan memperoleh pahala
dari Allah jika niatnya untuk mencari ridha Allah. Namun sesungguhnya ada
batas-batas yang telah ditentukan dalam al-Qur’an. Misalnya, Allah
memerintahkan manusia agar menginfakkan apa saja yang melebihi keperluannya:
“Mereka bertanya
kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah, ‘Yang lebih dari keperluan.’
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir.” (Q.s. al-Baqarah: 219).
Manusia hanya
memerlukan sedikit saja untuk memenuhi keperluan hidupnya di dunia. Harta benda
yang di luar keperluan seseorang adalah harta yang berlebih. Yang terpenting
bukan jumlah yang diberikan, tetapi apakah ia memberikannya dengan ikhlas atau
tidak. Allah mengetahui segala sesuatu dan Dia telah memberi hati nurani
kepada manusia untuk menetapkan hal-hal yang sesungguhnya tidak diperlukan.
Menginfakkan harta benda merupakan bentuk ibadah yang mudah bagi orang-orang
yang tidak dihinggapi ketamakan terhadap dunia dan yang tidak mengejar dunia,
tetapi merindukan akhirat. Allah telah memerintahkan kita untuk menginfakkan
sebagian dari harta kita untuk menjauhkan cinta dunia. Menginfakkan harta
benda merupakan sarana untuk membersihkan diri dari sifat tamak. Tidak
diragukan lagi bahwa bentuk ibadah ini sangat penting bagi orang-orang yang beriman
dalam kaitannya dengan perhitungan di akhirat. Rasulullah saw. juga bersabda
bahwa orang yang membelanjakan hartanya di jalan Allah akan dirahmati Allah:
“Dua manusia akan
dirahmati: Yang pertama adalah orang yang diberi oleh Allah al-Qur’an dan ia
hidup berdasarkan al-Qur’an itu. Ia menganggap halal apa saja yang dihalalkan,
dan menganggap haram apa saja yang diharamkan. Yang lain adalah orang yang
diberi harta oleh Allah, dan harta itu dibelanjakannya kepada sanak keluarga
dan dibelanjakan di jalan Allah.1
Manusia Harus Memberikan Apa yang Ia
Cintai kepada Orang Miskin
Orang sering kali
cenderung memberikan sesuatu jika sesuatu yang diberikan itu tidak merugikan
kepentingannya. Misalnya, ketika seseorang memberikan harta bendanya kepada
orang miskin, sering kali ia memberikan sesuatu yang tidak lagi diperlukannya
dan tidak disukainya, sudah ketinggalan mode, atau tidak layak pakai. Tampaknya
orang merasa berat untuk memberikan harta benda yang dicintainya, padahal
sesungguhnya kedermawanan seperti ini sangat penting untuk membersihkan diri
dan agar mencintai amal kebajikan. Ini merupakan rahasia penting yang
diungkapkan Allah kepada umat manusia. Allah telah menyatakan bahwa tidak ada
cara lain untuk mencapai kebajikan bagi manusia kecuali melalui:
“Kamu sekali-kali
tidak sampai kepada kebajikan sebelum kamu menafkahkan sebagian dari harta yang
kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah
mengetahuinya.” (Q.s. Ali Imran: 92).
“Hai orang-orang yang
beriman, nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik dan sebagian dari
apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Dan janganlah kamu memilih yang
buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau
mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah
bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (Q.s.
al-Baqarah: 267).
Membelanjakan Harta di Jalan Allah sebagai
Sarana Agar Dekat Dengan-Nya
Bagi orang yang
beriman, tidak ada sesuatu pun yang lebih dirindukan daripada memperoleh
keridhaan Allah dan dicintai oleh-Nya. Orang yang beriman berusaha mencari
asbab untuk mendekatkan diri kepada Allah dalam hidupnya. Tentang hal ini,
Allah menyatakan sebagai berikut:
“Hai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kepada Allah, dan carilah jalan yang mendekatkan diri
kepada-Nya, dan berjihadlah di jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.” (Q.s. al-Ma’idah: 35).
Sebagai sebuah rahasia
dan berita gembira bagi orang-orang beriman, Allah mengungkapkan dalam
al-Qur’an bahwa apa yang dibelanjakan akan menjadi asbab untuk mencapai
kedekatan dengan-Nya. Dengan demikian bagi orang yang beriman, memberikan apa
yang ia cintai dan yang melebihi keperluannya kepada orang-orang miskin
tidaklah sulit, tetapi merupakan kesempatan berharga untuk membuktikan bahwa ia
adalah orang yang taat dan cinta kepada Allah. Tentang hal ini Allah menyatakan
sebagai berikut:
“Dan diantara
orang-orang Arab Badui ada orang yang beriman kepada Allah dan hari Kiamat, dan
memandang apa yang dinafkahkannya itu sebagai jalan mendekatkannya kepada
Allah dan sebagai jalan untuk memperoleh doa Rasul. Ketahuilah, sesungguhnya
nafkah itu adalah suatu jalan bagi mereka untuk mendekatkan diri. Kelak Allah
akan memasukkan mereka ke dalam rahmat-Nya, sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.” (Q.s. at-Taubah: 99).
Apa Saja yang Dinafkahkan di Jalan Allah
akan Memperoleh Balasan yang Baik
Rahasia lain yang
diungkapkan tentang membelanjakan harta seseorang di jalan Allah menurut
al-Qur’an adalah, bahwa apa saja yang dinafkahkannya itu pasti akan memperoleh
balasan. Ini merupakan janji Allah. Orang-orang yang menafkahkan harta mereka
di jalan Allah tanpa takut akan menjadi miskin, akan memperoleh rahmat yang
menakjubkan dalam kehidupan mereka. Apa saja yang dibelanjakan di jalan Allah
akan diganjar sepenuhnya. Sebagian ayat yang menceritakan janji tersebut
adalah sebagai berikut:
“Bukanlah kewajibanmu
menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allahlah yang memberi
petunjuk siapa yang dikehendaki-Nya. Dan apa saja harta yang baik yang kamu
nafkahkan, maka pahalanya itu untuk dirimu sendiri. Dan janganlah kamu
membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. Dan apa saja
harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan
cukup sedang kamu sedikit pun tidak akan dianiaya.” (Q.s.
al-Baqarah: 272).
“Apa saja yang kamu
nafkahkan di jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu
tidak akan dianiaya.” (Q.s. al-Anfal: 60).
“Katakanlah,
‘Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya
diantara hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya.’ Dan barang apa saja yang kamu
nafkahkan, maka Allah akan menggantinya, dan Dialah Pemberi rezeki yang
sebaik-baiknya.” (Q.s. Saba’: 39).
Orang-orang yang
beriman hanya mengharapkan keridhaan Allah dan surga ketika mereka memberikan
harta mereka; tetapi sebagai rahasia yang diungkapkan oleh Allah, apa saja yang
mereka nafkahkan akan dikembalikan lagi kepada mereka. Pengembalian ini
merupakan rahmat di dunia, dan di atas segalanya, Allah menyediakan surga bagi
orang-orang yang beriman. Dalam pada itu, berkebalikan dengan orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah, Allah akan mengurangi rezeki orang-orang
yang bakhil dalam menafkahkan kekayaan mereka, atau orang yang suka
mengumpulkan kekayaan yang lebih banyak dan mengabaikan batasan-batasan Allah.
Salah satu ayat yang berkaitan dengan masalah ini menceritakan tentang keadaan
orang-orang yang memakan riba:
“Allah memusnahkan
riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap
dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.” (Q.s.
al-Baqarah: 276).
Allah memberitahukan
tentang keberuntungan yang akan didapatkan oleh orang-orang yang memberikan
harta mereka sebagai berikut:
“Perumpamaan
orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah serupa dengan sebutir
benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir ada seratus biji.
Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa saja yang Dia kehendaki. Dan Allah
Mahaluas lagi Maha Mengetahui.” (Q.s. al-Baqarah: 261).
Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu menghilangkan sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakitinya,
seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia
tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu
seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan
lebat, lalu menjadilah ia bersih. Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa
yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
kafir.
“Dan perumpamaan
orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan
untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran
tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua
kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis. Dan
Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat.” (Q.s.
al-Baqarah: 265).
Dalam setiap ayat
tersebut terdapat rahasia yang diungkapkan Allah kepada orang-orang yang
beriman dalam al-Qur’an. Orang-orang yang beriman memberikan harta benda mereka
hanya untuk mencari keridhaan dan rahmat Allah dan surga-Nya. Namun, menyadari
tentang rahasia-rahasia yang diungkapkan dalam al-Qur’an, mereka juga mengharapkan
rahmat dan karunia Allah. Semakin banyak mereka memberikan hartanya di jalan
Allah, dan semakin mereka memperhatikan apa yang diharamkan dan yang
dihalalkan, Allah akan semakin menambah kekayaan mereka, tugas-tugas mereka
dijadikan mudah, dan Allah memberikan kesempatan yang semakin banyak untuk
menafkahkan hartanya di jalan Allah. Setiap orang beriman yang bertakwa kepada
Allah dan dalam hatinya tidak ada kekhawatiran terhadap masa depan, ia akan
memahami rahasia ini dalam kehidupannya.
PENGARUH PERBUATAN BAIK DAN
UCAPAN YANG BAIK
Manusia senantiasa
mencari lingkungan yang tenang tempat mereka dapat hidup dengan aman, gembira,
dan membina persahabatan. Meskipun mereka merindukan keadaan yang demikian
itu, mereka tidak pernah melakukan usaha untuk menyuburkan nilai-nilai
tersebut, tetapi sebaliknya, mereka sendirilah yang menjadi penyebab terjadinya
konflik dan kesengsaraan. Sering kali orang mengharapkan agar orang lain memberikan
ketenangan, kedamaian, dan bersikap bersahabat. Hal ini berlaku dalam hubungan
keluarga, hubungan antarpegawai di perusahaan, hubungan kemasyarakatan, maupun
persoalan internasional. Namun, untuk membina persahabatan dan menciptakan
kedamaian dan keamanan dibutuhkan sikap mau mengorbankan diri. Konflik dan
keresahan tidak dapat dihindari jika orang-orang hanya bersikukuh pada
ucapannya, jika mereka hanya mementingkan kesenangannya sendiri tanpa bersedia
melakukan kompromi atau pengorbanan. Bagaimanapun, orang-orang yang beriman dan
bertakwa kepada Allah tidak bersikap seperti itu. Orang-orang yang beriman
tidak mementingkan diri sendiri, suka memaafkan, dan sabar. Bahkan ketika
mereka dizalimi, mereka bersedia mengabaikan hak-hak mereka. Mereka menganggap bahwa
kedamaian, keamanan, dan kebahagiaan orang lain lebih penting dibandingkan
dengan kepentingan pribadi mereka, dan mereka menunjukkan sikap yang santun.
Ini merupakan sifat mulia yang diperintahkan Allah kepada orang-orang beriman:
“Dan tidaklah sama kebaikan
dan kejahatan. Tolaklah kejahatan itu dengan cara yang lebih baik, maka
tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah
menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan
melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan
kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar.” (Q.s. Fushshilat: 34-5).
“Ajaklah kepada jalan
Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara
yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa
yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk.” (Q.s. an-Nahl: 125).
Sebagaimana dinyatakan
dalam ayat tersebut, sebagai balasan atas perbuatan baiknya bagi orang-orang
yang beriman, Allah mengubah musuh mereka menjadi “teman yang setia”. Ini
merupakan salah satu rahasia Allah. Bagaimanapun juga, hati manusia berada di
tangan Allah. Dia mengubah hati dan pikiran siapa saja yang Dia kehendaki.
Dalam ayat lainnya,
Allah mengingatkan kita tentang pengaruh ucapan yang baik dan lemah lembut.
Allah memerintahkan Nabi Musa dan Harun a.s. agar mendatangi Fir‘aun dengan
lemah lembut. Meskipun Fir‘aun itu zalim, congkak, dan kejam, Allah memerintahkan
rasul-Nya agar berbicara kepadanya dengan lemah lembut. Allah menjelaskan
alasannya dalam al-Qur’an:
“Pergilah kamu berdua
kepada Fir‘aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas. Maka berbicaralah kamu
berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat
atau takut.” (Q.s. Thaha: 43-4).
Ayat-ayat ini
memberitahukan kepada orang-orang yang beriman tentang sikap yang harus mereka
terapkan terhadap orang-orang kafir, musuh-musuh mereka, dan orang-orang yang
sombong. Tentu saja ini mendorong kepada kesabaran, kemauan, kesopanan, dan
kebijakan. Allah telah mengungkapkan sebuah rahasia bahwa Dia akan menjadikan
perbuatan orang-orang beriman itu akan menghasilkan manfaat dan akan mengubah
musuh-musuh menjadi teman jika mereka menaati perintah-Nya dan menjalankan
akhlak yang baik.
TERDAPAT
KEMUDAHAN DALAM KESULITAN
Allah menciptakan
dunia sebagai ujian bagi manusia. Sebagaimana sifat ujian itu sendiri,
terkadang Dia menguji manusia dengan kesenangan, terkadang dengan penderitaan.
Orang-orang yang menilai berbagai peristiwa tidak berdasarkan al-Qur’an tidak
mampu menafsirkan secara tepat berbagai peristiwa tersebut, kemudian menjadi
bersedih hati dan kehilangan harapan. Padahal Allah mengungkapkan rahasia
penting dalam al-Qur’an yang hanya dapat dipahami oleh orang-orang yang
benar-benar beriman. Rahasia tersebut dijelaskan sebagai berikut:
“Karena sesungguhnya
sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada
kemudahan.” (Q.s. asy-Syarh: 5-6).
Sebagaimana yang
dijelaskan oleh Allah dalam ayat ini, apa pun bentuk penderitaan yang dialami
seseorang atau bagaimanapun situasi yang dihadapi, Allah menciptakan sebuah
jalan keluar dan memberikan kemudahan kepada orang-orang yang beriman. Sesungguhnya,
orang yang beriman akan menyaksikan bahwa Allah memberikan kemudahan di dalam
semua kesulitan jika ia tetap istiqamah dalam kesabarannya. Dalam ayat lainnya,
Allah telah memberi kabar gembira berupa petunjuk dan rahmat kepada
hamba-hamba-Nya yang bertakwa kepada-Nya:
“Barangsiapa yang
bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan
memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang
bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkannya.” (Q.s. ath-Thalaq: 2-3).
Allah Tidak Membebani Seseorang
di Luar Kemampuannya
Allah Yang Maha
Pengasih, Maha Penyayang, dan Mahaadil, menjadikan kemudahan dalam segala
sesuatu dan menguji manusia sesuai dengan batas-batas kekuatan mereka. Shalat
yang diperintahkan Allah untuk dikerjakan manusia, kesulitan-kesulitan yang
Dia ciptakan untuk mengujinya, tanggung jawab yang Dia bebankan kepada manusia,
semuanya sesuai dengan kemampuan seseorang. Ini merupakan kabar gembira dan
menentramkan bagi orang-orang beriman, dan merupakan wujud dari kasih sayang
dan kemurahan Allah. Allah menceritakan rahasia ini dalam beberapa ayat
sebagai berikut:
“Dan
janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat,
hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil.
Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekadar kesanggupannya.
Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia
adalah kerabatmu, dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan
Allah kepadamu agar kamu ingat.” (Q.s.
al-An‘am: 152).
“Dan orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal saleh, Kami tidak memikulkan kewajiban kepada
diri seseorang melainkan sekadar kesanggupannya, mereka itulah
penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya.” (Q.s.
al-A‘raf: 42).
“Kami tidak membebani
seseorang melainkan menurut kesanggupannya, dan pada sisi Kami ada suatu kitab
yang membicarakan kebenaran, dan mereka tidak dianiaya.” (Q.s.
al-Mu’minun: 62).
Hidup Menjadi Mudah dengan
Menjalankan Agama Allah
Sebagian besar manusia
beranggapan bahwa agama menjadikan hidup mereka sulit dan mereka dibebani
dengan kewajiban-kewajiban yang berat. Sesungguhnya ini merupakan anggapan
sesat yang dibisikkan oleh Setan kepada manusia agar mereka tersesat.
Sebagaimana telah disebutkan terdahulu, agama itu mudah. Allah menyatakan
bahwa Dia akan memberikan kemudahan kepada orang-orang beriman setelah mereka
menghadapi kesulitan. Di samping itu, ajaran agama seperti bertawakal kepada
Allah dan meyakini takdir juga dapat menghilangkan semua beban, kesulitan, dan
penyebab penderitaan dan duka cita. Bagi seseorang yang hidup dengan agama
Allah, tidak ada penderitaan, duka cita, atau putus asa. Dalam beberapa
ayat, Allah menjanjikan akan menolong orang-orang yang berserah diri kepada-Nya
dan orang-orang yang membantu agama-Nya, dan akan memberikan kehidupan yang
baik kepada mereka, baik di dunia ini maupun di akhirat kelak. Tuhan kita, Yang
tidak pernah mengingkari ucapan-Nya, menyatakan sebagai berikut:
“Ketika orang-orang
yang bertakwa ditanya, ‘Apakah yang telah diturunkan oleh Tuhanmu?’ Mereka
menjawab, ‘Kebaikan.’ Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapatkan
yang baik. Dan sesungguhnya kampung akhirat itu lebih baik, dan itulah
sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa.” (Q.s.
an-Nahl: 30).
Allah memberikan
berita gembira kepada orang-orang yang beriman bahwa Dia akan memberikan
keberhasilan kepada orang-orang yang menjalankan agama-Nya:
“Adapun orang yang
memberikan hartanya (di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya
pahala yang terbaik, maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.”
(Q.s. al-Lail: 5-7).
Sebagaimana yang
diungkapkan oleh rahasia-rahasia ini, orang yang dengan ikhlas berpaling kepada
agama Allah berarti telah memilih jalan yang benar sejak permulaan, jalan yang
mudah yang akan membawa kepada keberhasilan, yang akan mendatangkan manfaat
di dunia dan di akhirat. Dalam pada itu bagi orang-orang kafir, yang terjadi
adalah sebaliknya. Orang-orang kafir semenjak awal telah mengalami kehidupan
yang penuh dengan duka cita, kesedihan, dan mengalami kerugian, baik di dunia
maupun di akhirat. Pada saat mereka memutuskan berada dalam kekufuran, mereka
telah mengalami kerugian di dunia dan akhirat. Hal ini dinyatakan dalam
ayat-ayat sebagai berikut:
“Dan adapun
orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala
yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya jalan yang sulit.” (Q.s. al-Lail: 8-10).
Allah adalah Pemilik
dan Pencipta segala sesuatu. Dengan demikian tentu saja sangat penting bagi
seseorang untuk mendekatkan diri kepada Allah, memohon bantuan dan
pertolongan-Nya agar Dia memberikan kekuatan. Orang yang menjadikan Allah
sebagai penolongnya dan berserah diri sepenuhnya kepada-Nya, hidupnya di dunia
dan akhirat akan dipenuhi rahmat dan karunia, dan tidak ada sesuatu pun yang
dapat mencelakakan dirinya. Ini merupakan fakta yang tidak dapat dipungkiri.
Oleh sebab itu, setiap orang yang memahami kebenaran dan memiliki hati nurani
tentu memahami rahasia-rahasia yang dijelaskan dalam al-Qur’an dan memilih
jalan yang benar dan lurus. Jika orang-orang kafir tidak dapat memahami
fakta-fakta yang sangat jelas ini, tentu saja hal ini juga merupakan rahasia
tersendiri. Betapapun mereka sangat cerdas dan berpendidikan, akal mereka tidak
mereka gunakan sehingga mereka tidak dapat memahami dan melihat fakta-fakta
tersebut.
ALLAH MENGABURKAN PEMAHAMAN
ORANG-ORANG KAFIR
Jika orang-orang kafir
tidak dapat memahami al-Qur’an, ini merupakan rahasia yang sangat penting yang
dijelaskan dalam al-Qur’an. Sesungguhnya ini merupakan rahasia penting, karena
al-Qur’an itu merupakan kitab yang sangat jelas, mudah, dan sederhana. Siapa
pun yang mau dapat membaca al-Qur’an dan mengkaji firman Allah tentang akhlak
terpuji yang diridhai-Nya, keadaan surga dan neraka, dan tentang berbagai rahasia
yang juga diketengahkan dalam kitab ini. Meskipun hukum-hukum Allah tersebut
tidak terbantahkan, sebagian orang tidak mampu memahami al-Qur’an, sekalipun
telah sangat jelas. Di samping itu, orang-orang seperti insinyur nuklir atau
profesor biologi, yang dapat memahami cabang-cabang sains yang rumit seperti
fisika, kimia, atau matematika, dan mampu memahami Budhisme, Hinduisme,
Shintoisme, materialisme atau komunisme, anehnya mereka tidak mampu memahami
al-Qur’an. Orang-orang yang berpegang pada sistem non-al-Qur’an yang rumit
tersebut bagaimanapun tidak dapat memahami agama Allah yang jelas dan mudah,
bahkan mereka juga tidak mampu memahami persoalan-persoalan yang jelas yang
terkandung di dalamnya.
Bahwa mereka tidak
dapat memahami fakta yang sangat jelas, sesungguhnya ini juga merupakan
keajaiban tersendiri. Dengan menunjukkan bahwa mereka memiliki kekurangan
yang parah dalam hal pemahaman, Allah menjelaskan bahwa sebagian orang memiliki
kehidupan yang berbeda. Di sisi lain, hal ini memberikan bukti terhadap fakta
bahwa sesungguhnya hati, akal, dan pemahaman itu berada di tangan Allah.
Allah menyatakan bahwa Dia akan menutupi hati dan pemahaman orang-orang yang
dihinggapi perasaan takabur, yaitu orang yang tidak mau berserah diri kepada
Allah. Fakta bahwa mereka dapat memahami apa saja kecuali al-Qur’an, ini menjelaskan
bahwa Allah telah memalingkan mereka dari ayat-ayat-Nya, dan mereka terhijab
dari al-Qur’an karena ketidakikhlasan mereka. Adapun sebagian ayat yang membicarakan
masalah ini adalah:
“Dan
apabila kamu membaca al-Qur’an, niscaya Kami adakan antara kamu dan orang-orang
yang tidak beriman dengan kehidupan akhirat, suatu dinding yang tertutup, dan
Kami adakan tutupan di atas hati mereka dan sumbatan telinga mereka, agar
mereka tidak dapat memahaminya. Dan apabila kamu menyebut Tuhanmu saja dalam
al-Qur’an, niscaya mereka berpaling ke belakang karena bencinya.” (Q.s. al-Isra’: 45-6).
“Dan di antara mereka
ada orang yang mendengarkanmu, padahal Kami telah meletakkan tutup di atas
hati mereka (sehingga mereka tidak) memahaminya dan sumbatan di telinganya.
Dan jika mereka melihat segala tanda, mereka tetap tidak mau beriman kepadanya.
Sehingga apabila mereka datang kepadamu untuk membantahmu, orang-orang kafir
itu berkata: ‘Al-Qur’an ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu’.”
(Q.s. al-An‘am: 25).
“Dan siapakah yang
lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat dari
Tuhannya lalu dia berpaling daripadanya dan melupakan apa yang telah dikerjakan
oleh kedua tangannya? Sesungguhnya Kami telah meletakkan tutupan di atas hati
mereka sehingga mereka tidak memahaminya, dan sumbatan di telinga mereka, dan
meskipun kamu menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat
petunjuk selama-lamanya.” (Q.s. al-Kahfi: 57).
Sebagaimana telah dijelaskan
dalam ayat-ayat tersebut, mengapa orang-orang kafir tidak dapat memahami
al-Qur’an, rahasianya adalah bahwa Allah telah menutupi pemahaman mereka dan
meletakkan tutup di hati mereka karena penolakan mereka. Ini merupakan
keajaiban besar yang menunjukkan kebesaran Allah, dan bahwa Dia adalah pemilik
hati dan pikiran setiap orang.
ALLAH MENGARUNIAKAN
PEMAHAMAN KEPADA ORANG-ORANG
YANG BERTAKWA
Rahasia lain yang
diungkapkan dalam al-Qur’an adalah bahwa Allah memberikan kemampuan kepada
orang-orang yang beriman kemampuan untuk membedakan antara yang benar dan yang
salah. Hal ini disebut sebagai “hikmah”. Allah menceritakan rahasia ini dalam
Surat al-Anfal sebagai berikut:
“Hai orang-orang yang
beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu
furqan (petunjuk yang dapat membedakan antara yang hak dan batil) dan
menghapuskan segala kesalahanmu dan mengampunimu. Dan Allah mempunyai karunia
yang besar.” (Q.s. al-Anfal: 29).
Sebagaimana telah
dijelaskan dalam bab terdahulu, Allah mengaburkan pemahaman orang-orang kafir.
Orang-orang ini, betapapun cerdasnya otak mereka, tidak dapat memahami
prinsip-prinsip agama yang sangat jelas. Hikmah adalah sifat istimewa yang
dimiliki orang-orang yang beriman. Sebagian besar manusia menganggap bahwa
kecerdasan otak dan hikmah itu memiliki makna yang sama. Kecerdasan otak
adalah kemampuan pikiran yang dimiliki oleh setiap orang. Misalnya, menjadi
seorang ilmuwan ahli atom atau jenius di bidang matematika menunjukkan
kecerdasan otak. Akan tetapi hikmah adalah hasil dari ketakwaan seseorang
kepada Allah dan digunakannya hati nurani, sama sekali tidak ada hubungannya
dengan kecerdasan otak. Bisa saja seseorang sangat cerdas otaknya, tetapi ia
tidak akan menjadi orang bijak selagi ia tidak bertakwa kepada Allah.
Dengan demikian,
hikmah adalah rahmat dari Allah yang dikaruniakan kepada orang-orang yang beriman.
Orang-orang yang dijauhkan dari pemahaman seperti itu bahkan tidak menyadari
keadaan mereka. Misalnya, orang-orang yang menganggap bahwa mereka adalah
sumber kekuasaan dan kekayaan, lalu menjadi sombong. Sesungguhnya anggapan dan
sikap seperti ini menunjukkan bahwa ia tidak memiliki hikmah. Karena jika ia
memiliki hikmah, ia akan menyadari bahwa tidak ada sesuatu pun yang berkuasa
kecuali Kehendak Allah. Kesadaran ini pada akhirnya akan menghasilkan sikap
yang rendah hati. Namun, orang seperti ini tidak berpikir bahwa jika Allah
menghendaki, semua kekayaannya dapat musnah dalam waktu sekejap, atau bahwa dia
dapat menghadapi kematian, dan semua yang ia miliki ia tinggalkan di dunia, dan
ia akan berada di neraka untuk menerima balasannya. Semua ini lebih pasti dan
lebih nyata daripada apa yang dimiliki seseorang di dunia. Hanya orang-orang
beriman yang bertakwa kepada Allah yang memiliki pemahaman seperti ini,
sehingga mereka tidak tertipu oleh kehidupan dunia. Mereka menghabiskan hidup
mereka dengan memahami hakikat segala sesuatu. Allah mengaruniakan pemahaman
kepada orang-orang beriman melalui keimanan mereka. Jika mereka merasa
semakin dekat kepada Allah, pemahaman mereka pun meningkat dan mereka menjadi
lebih memahami rahasia-rahasia ciptaan Allah.
ORANG-ORANG YANG BERBUAT
BAIK AKAN MEMPEROLEH KEBAIKAN
Rahasia lain yang
dijelaskan Allah dalam al-Qur’an adalah bahwa orang-orang yang berbuat kebaikan
akan memperoleh pahala berupa kebaikan di dunia dan akhirat. Mengenai hal ini,
Allah berfirman sebagai berikut:
“Katakanlah: ‘Hai
hamba-hamba-Ku yang beriman, bertakwalah kepada Tuhanmu.’ Orang-orang yang
berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu luas. Sesungguhnya
hanya orang-orang yang bersabar yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (Q.s. az-Zumar: 10).
Bagaimanapun, orang
perlu mengetahui apakah sesungguhnya “kebaikan” itu. Setiap kaum memiliki
pendapat masing-masing tentang kebaikan; ada yang menyatakan bahwa yang disebut
kebaikan adalah bersikap menyenangkan, memberikan uang kepada orang miskin,
bersikap sabar terhadap berbagai bentuk perlakuan, itulah yang sering kali
disebut “kebaikan” oleh masyarakat. Namun, Allah memberitahukan kita di dalam
al-Qur’an tentang hakikat “kebaikan”:
“Bukanlah
menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebaikan, akan tetapi
sesungguhnya kebaikan ialah beriman kepada Allah, hari Kiamat,
malaikat-malaikat, Kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang
dicintainya kepada kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir, dan
orang-orang yang meminta-minta; dan memerdekakan hamba sahaya, mendirikan
shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila
ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan
dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (Q.s. al-Baqarah: 177).
Sebagaimana diingatkan
dalam ayat di atas, kebaikan yang sesungguhnya adalah bertakwa kepada Allah, menyibukkan
diri mengingat hari perhitungan, menggunakan hati nurani, dan selalu sibuk
melakukan amalan yang mendatangkan ridha Allah. Utusan Allah, Nabi Muhammad
saw., juga memerintahkan agar orang-orang beriman bertakwa kepada Allah dan
berbuat kebaikan:
“Bertakwalah kepada
Allah di mana pun engkau berada. Bersegeralah berbuat kebaikan setelah berbuat
dosa agar dosa itu menjadi bersih, dan selalu berlemah lembut dalam bergaul
dengan manusia.” 1
Allah telah menyatakan
dalam al-Qur’an bahwa Dia mencintai orang-orang yang selalu berbuat kebaikan
karena keimanan mereka, dan orang-orang yang takut dan cinta kepada Allah,
selanjutnya Dia menyatakan akan memberi pahala kepada mereka dengan kebaikan:
“Karena itu Allah
memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. Dan
Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (Q.s.
Ali ‘Imran: 148).
“Orang-orang yang
berbuat baik di dunia ini memperoleh yang baik. Dan sesungguhnya kampung
akhirat itu lebih baik, dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang
bertakwa.” (Q.s. an-Nahl: 30).
Ini merupakan kabar
baik yang diberitakan dalam al-Qur’an kepada orang-orang yang berbuat kebaikan,
yang mengorbankan diri, dan yang berusaha untuk memperoleh keridhaan Allah.
Allah memberikan
kepada orang-orang ini berita gembira tentang kehidupan yang baik, di dunia ini
dan di akhirat kelak, dan Allah akan menambahkan karunia-Nya, baik yang berupa
kebendaan maupun keruhanian. Nabi Sulaiman yang diberi seluruh kerajaan, yang tidak
pernah diberikan kepada siapa pun, dan Nabi Yusuf yang diberi wewenang atas
seluruh harta benda Mesir, adalah contoh-contoh yang diceritakan dalam
al-Qur’an. Allah memberitahukan kita tentang nikmat yang Dia berikan kepada
Nabi Muhammad saw. dalam ayat, “Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang
kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan.” (Q.s. adh-Dhuha: 8).
Perlu kita ketahui
bahwa kehidupan yang indah dan baik tidak saja diberikan kepada orang-orang
beriman dari generasi terdahulu. Allah menjanjikan bahwa dalam setiap kurun,
Dia akan memberikan kehidupan yang baik kepada hamba-hamba-Nya yang beriman:
“Barangsiapa
mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman,
maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan
sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih
baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (Q.s.
an-Nahl: 97).
Orang-orang yang
beriman tidak pernah mengejar dunia, yakni mereka tidak tamak terhadap harta
dunia, kedudukan, atau kekuasaan. Sebagaimana yang dinyatakan Allah dalam
sebuah ayat, mereka telah menjual diri dan harta mereka untuk memperoleh surga.
Jual beli dan perdagangan tidak melalaikan mereka dari mengingat Allah,
mendirikan shalat, dan berjuang untuk agama. Di samping itu, mereka tetap
sabar dan taat sekalipun mereka diuji dengan kelaparan atau kehilangan harta,
dan mereka tidak pernah mengeluh. Orang-orang yang berhijrah pada zaman Nabi
merupakan sebuah contoh. Mereka berhijrah ke kota lain dengan meninggalkan
rumah, pekerjaan, perdagangan, harta, dan kebun mereka, dan di sana mereka
puas dengan yang sedikit mereka miliki. Sebagai balasannya, mereka hanya
mengharapkan keridhaan Allah. Kerelaan mereka dan keikhlasan mereka dalam
mengingat akhirat menyebabkan mereka memperoleh rahmat dari Allah berupa
kehidupan yang baik. Kekayaan yang diberikan Allah kepada mereka tidak
menyebabkan mereka mencintai dunia, sebaliknya mereka bersyukur kepada Allah
dan mengingat-Nya. Allah menjanjikan kehidupan yang baik di dunia ini kepada
setiap orang yang beriman dan berakhlak mulia.
Allah Berjanji akan Melipatgandakan Perbuatan
Hamba-hamba-Nya yang Berbuat Kebaikan
Allah berjanji akan
melipatgandakan perbuatan hamba-hamba-Nya yang berbuat kebaikan. Sebagian
ayat-ayat al-Qur’an yang membicarakan masalah ini adalah sebagai berikut:
“Barangsiapa membawa
amal yang baik, maka baginya sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang
membawa perbuatan yang jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan
seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya.” (Q.s. al-An‘am: 160).
“Sesungguhnya Allah
tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar dzarrah, dan jika ada kebajikan
sebesar dzarrah, niscaya Allah akan melipatgandakannya dan memberikan dari
sisi-Nya pahala yang besar. (Q.s. an-Nisa’: 40).
Tanda yang paling
jelas bahwa Allah melipatgandakan setiap perbuatan baik adalah perbedaan
antara kehidupan di dunia dan akhirat. Kehidupan di dunia sangatlah singkat
waktunya, yang lebih kurang berlangsung selama 60 tahun. Namun, orang-orang
yang sibuk membersihkan diri mereka dan sibuk dalam amal saleh di dunia ini
akan memperoleh pahala berupa kebaikan tak terbatas di akhirat sebagai balasan
atas apa yang mereka kerjakan selama kehidupannya yang singkat di dunia. Allah
telah menyatakan janji ini dalam sebuah ayat sebagai berikut:
“Bagi orang-orang
yang berbuat baik ada pahala yang terbaik dan tambahannya.” (Q.s. Yunus: 26).
Kita perlu merenungkan
pengertian “tak terbatas” agar dapat memahami besarnya pahala ini. Marilah kita
bayangkan tentang semua orang yang pernah hidup di bumi, orang-orang yang
sedang hidup di bumi, dan orang-orang yang akan hidup di bumi, bagaimana
mereka menghabiskan setiap detik dalam kehidupan mereka. Tentu saja angka ini
akan sangat besar jika dituliskan. Namun, sesudah “tak terbatas”, bahkan angka
yang sangat besar ini tidak berarti apa-apa. Karena “tak terbatas” maknanya
adalah tidak ada akhirnya, tidak memiliki batas waktu. Orang-orang yang taat
kepada Allah ketika di dunia, mereka ketika di akhirat akan bertempat tinggal
di surga. Mereka akan tinggal di sana untuk selama-lamanya, mereka akan memperoleh
apa saja yang mereka inginkan, yang tidak ada batasnya. Tentu saja ini
merupakan contoh yang harus direnungkan agar kita dapat memahami besarnya kasih
sayang dan rahmat Allah.
RAHASIA MENGAPA ALLAH MEMERINTAHKAN
MANUSIA UNTUK “MELAPANGKAN” MAJELIS
Salah satu kesalahan
besar yang dilakukan oleh orang-orang adalah bahwa mereka menganggap segala
sesuatu itu sebagai akibat dari sesuatu lainnya. Misalnya, sebagaimana telah
disebutkan dalam halaman-halaman sebelumnya, mereka berpendapat bahwa mereka
akan kehabisan uang jika mereka menafkahkan harta mereka di jalan Allah.
Padahal, ada suatu rahasia dalam ciptaan Allah yang tidak mereka ketahui, bahwa
Allah akan menambah karunia-Nya kepada orang-orang yang menginfakkan hartanya
karena Allah, baik di dunia ini maupun di akhirat kelak. Tentu saja Allah
menjadikan manusia melihat hal ini sebagai sebab akibat yang berlaku di dunia.
Misalnya, urusan seseorang yang menginfakkan hartanya karena Allah dijadikan
mudah dan rezekinya pun ditambah oleh Allah. Atau, sebagaimana dijelaskan
dalam bagian terdahulu, seseorang mungkin akan menggunakan kekerasan dalam
menghadapi orang yang marah karena ia mempercayai bahwa kata-kata yang lemah
lembut tidak dapat meredakan kemarahannya. Namun, bagi seseorang yang menaati
perintah Allah, rahasia-rahasia yang diungkapkan Allah dalam al-Qur’an
memberikan jalan keluarnya.
Salah satu di antara
rahasia-rahasia yang diungkapkan dalam al-Qur’an adalah perintah Allah
lainnya:
“Hai orang-orang yang
beriman, apabila dikatakan kepadamu, ‘Berlapang-lapanglah dalam majelis,’ maka
lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila
dikatakan, ‘Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.s. al-Mujadalah: 11).
Allah memerintahkan
orang-orang yang beriman agar menaati seruan agar melapangkan majelis bagi
orang yang baru datang atau merenggangkan kerumunan jika diperlukan. Hal ini,
di samping menunjukkan pentingnya bertenggang rasa juga sebagai tanda ketaatan.
Allah menjelaskan bahwa Dia akan memberi kelapangan kepada orang-orang yang
beriman dan akan meninggikan derajat mereka sebagai balasan atas perbuatan
mereka. Niat dan hati setiap orang berada dalam genggaman Allah. Jika Dia ridha
dengan perbuatan mereka, Dia dapat memberikan apa saja yang Dia kehendaki
kepada orang ini. Untuk itulah orang-orang yang beriman mengharapkan balasan
dan pahala apa saja dari Allah. Jika mereka melapangkan ruangan dalam suatu
majelis, mereka tidak mengharapkan ucapan terima kasih dari orang lain, tetapi
hanya mengharapkan keridhaan Allah, karena Dia akan memberikan ketenangan
dalam hati mereka dan akan meninggikan derajat mereka.
ALLAH PASTI MENOLONG
ORANG-ORANG YANG MENOLONG AGAMANYA
Allah mengungkapkan
sebuah rahasia dalam al-Qur’an sebagai berikut:
“Hai orang-orang yang
beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan
meneguhkan kedudukanmu.” (Q.s. Muhammad: 7).
Sepanjang hidup
mereka, orang-orang beriman melakukan usaha yang sungguh-sungguh untuk
mendakwahkan ajaran-ajaran al-Qur’an di kalangan manusia, dan mendakwahkan
perintah Allah. Di sisi lain, di sepanjang sejarah, selalu saja ada sekelompok
orang-orang kafir yang menentang orang-orang beriman dan menghalangi mereka
dengan kekerasan dan tekanan. Dalam al-Qur’an, Allah menyatakan bahwa Dia akan
selalu bersama-sama orang yang beriman dalam menghadapi orang-orang kafir,
bahwa Dia akan menjadikan urusan orang-orang beriman menjadi mudah, dan bahwa
Dia akan membela dan menolong orang-orang beriman. Orang-orang beriman yang
berjuang dengan ikhlas di jalan Allah dapat merasakan semua ini dalam setiap
detik dalam kehidupan mereka, yakni Allah menjadikan urusan-urusan mereka dapat
diselesaikan dengan mudah, dan Allah memberikan kepada mereka kejayaan dan
kebahagiaan. Bahkan dalam situasi yang sangat sulit, Dia memberikan kemudahan
kepada orang-orang yang beriman. Bahkan ketika orang-orang lemah imannya berkeluh
kesah, berputus asa, dan tidak melihat jalan keluar, Allah menurunkan
bantuannya kepada orang-orang yang beriman dan memberikan kejayaan kepada
mereka.
Orang-orang beriman
yang yakin akan pertolongan Allah tidak pernah kehilangan harapan, dan mereka menunggu
dengan penuh kegembiraan untuk melihat bagaimana Allah akan menyelesaikan
masalah mereka. Nabi Musa dan kaumnya merupakan contoh dari peristiwa ini. Nabi
Musa dan Bani Israel meninggalkan Mesir untuk menyelamatkan diri dari kekejaman
Fir‘aun. Tetapi Fir‘aun dan bala tentaranya mengejar mereka. Ketika Nabi Musa
dan kaumnya, Bani Israel, sampai di lautan, sebagian dari mereka yang imannya
lemah merasa ketakutan dan kehilangan harapan, mereka berpikir akan terkejar
oleh Fir‘aun. Namun, Nabi Musa berkata, “Sesungguhnya Tuhanku besertaku,
kelak Dia akan memberikan petunjuk kepadaku.” (Q.s. asy-Syu‘ara’: 62).
Demikianlah Nabi Musa menunjukkan keimanannya bahwa Allah akan menolong
orang-orang yang beriman. Kemudian Allah mengeringkan air laut sehingga
memungkinkan Nabi Musa dan para pengikutnya melintasi lautan untuk menuju ke
pantai seberang dengan selamat. Sementara itu, Dia menutup lautan untuk Fir‘aun
dan bala tentaranya sehingga mereka tenggelam.
Orang yang beriman,
yang dekat dengan Allah, yang menjadikan Allah sebagai pelindungnya, dan
mengetahui bahwa Dia akan menolong orang-orang yang beriman, akan melihat
rahasia-rahasia tersebut ditampakkan dalam setiap saat dalam kehidupannya.
Tentu saja mukjizat seperti air laut yang mengering merupakan ayat-ayat
(tanda-tanda) yang ditunjukkan oleh Allah kepada sebagian dari para
utusan-Nya. Namun demikian, jika orang-orang yang beriman merenungkan dengan
ikhlas, bertafakkur tentang ciptaan Allah dan ayat-ayat al-Qur’an dalam setiap
peristiwa, mereka dapat melihat perwujudan dari pertolongan Allah yang
menyerupai mukjizat dalam setiap situasi.
Allah juga Menolong Orang-orang Beriman
Melalui Cara-cara yang Tak Terlihat
Dalam beberapa ayat,
Allah telah memberitahukan kepada orang-orang beriman tentang pertolongan yang
Dia berikan kepada mereka. Misalnya, dalam sebuah ayat, Allah telah menyatakan
bahwa Dia akan menjadikan musuh-musuh mereka melihat orang-orang beriman
jumlahnya menjadi dua kali lipat:
“Sesungguhnya telah
ada tanda bagi kamu pada dua golongan yang telah bertemu (dalam pertempuran).
Segolongan berperang di jalan Allah dan yang lain kafir yang dengan mata kepala
melihat orang-orang muslimin dua kali jumlah mereka. Allah menguatkan dengan
bantuan-Nya siapa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu
terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata hati.” (Q.s. Ali Imran: 13).
Allah Menolong Orang-orang Beriman dengan Cara
Menggagalkan Rencana Jahat yang Ditujukan
kepada Mereka
Sebagaimana telah
disebutkan sebelumnya, orang-orang kafir menyebabkan kesulitan bagi
orang-orang beriman dan membuat rencana jahat bagi mereka untuk menghalangi
orang-orang beriman dari jalan Allah. Tetapi Allah memberitahukan dalam
al-Qur’an bahwa semua rencana jahat terhadap orang-orang beriman itu akan
digagalkan, akan dikembalikan kepada si pembuat rencana, dan sama sekali tidak
akan mencelakakan orang-orang beriman. Di antara ayat-ayat tersebut adalah
sebagai berikut:
“Ketika datang kepada
mereka pemberi peringatan, maka kedatangannya itu tidak menambah kepada mereka,
kecuali jauhnya mereka dari (kebenaran), karena kesombongan mereka di muka
bumi dan karena rencana mereka yang jahat. Rencana yang jahat itu tidak akan
menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri. Tidaklah yang mereka
nanti-nantikan melainkan (berlakunya) sunah kepada orang-orang yang terdahulu.
Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunah Allah, dan
sekali-kali tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunah Allah itu.” (Q.s. Fathir: 42-3).
Sebagai contoh dari
hal ini adalah kehidupan Nabi Yusuf, yakni rencana yang dibuat untuk
mencelakakan orang-orang beriman pada akhirnya berbalik kepada mereka sendiri
dan mencelakakan si pembuat rencana. Sebagaimana diceritakan dalam Surat
Yusuf, saudara-saudara Nabi Yusuf, yang dihinggapi rasa iri, merencanakan untuk
melempar beliau ke dalam sumur. Ketika Nabi Yusuf a.s. masih muda, rencana yang
lain juga dibuat oleh istri gubernur, di mana Nabi Yusuf tinggal di tempat
itu. Sesuai dengan janji-Nya, Allah menggagalkan semua rencana itu dan melindunginya
dari madharat. Setelah rencana itu dibuat, Allah memberikan kekuasaan kepada
Nabi Yusuf atas seluruh perbendaharaan negeri. Setelah itu, Nabi Yusuf berkata
bahwa rencana orang-orang kafir itu menemui kegagalan.
“(Yusuf berkata),
‘Yang demikian itu agar dia (al-Aziz) mengetahui bahwa sesungguhnya aku tidak
berkhianat kepadanya di belakangnya, dan bahwasanya Allah tidak meridhai tipu
daya orang-orang yang berkhianat’.” (Q.s. Yusuf: 52).
SALING BERDEBAT MENYEBABKAN
HILANGNYA KEKUATAN
Salah satu rahasia
penting dari Allah yang diungkapkan kepada orang-orang beriman adalah supaya
tidak berdebat. Jika saling berdebat, kekuatan mereka akan hilang dan hati
mereka akan menjadi lemah. Adapun ayat yang membicarakan masalah tersebut
adalah sebagai berikut:
“Dan taatlah kepada
Allah dan Rasul-Nya dan jangan saling berdebat, yang menyebabkan kamu menjadi
gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta
orang-orang yang sabar.” (Q.s. al-Anfal: 46).
Akhlak Qur’ani
bercirikan kerendahan hati. Orang-orang yang berpegang pada nilai-nilai akhlak
dalam al-Qur’an menghindari pertengkaran, mencari jalan keluar dari masalah,
memberikan kemudahan kepada orang, dan tidak menunjukkan ketamakan. Tanpa
berpegang pada akhlak Qur’ani, pertikaian dan konflik tidak dapat dielakkan.
Adalah hal yang sangat wajar jika setiap orang memiliki pendapat yang berbeda-beda.
Misalnya, 20 orang dapat mengusulkan 20 pemecahan yang berbeda-beda.
Masing-masing pemecahan mungkin saja cocok bagi atau benar bagi orang yang
bersangkutan. Jika setiap orang bersikukuh bahwa usulannya yang benar, dapat
dipastikan yang terjadi adalah kekacauan dan konflik. Dalam kasus seperti ini,
jika tidak terwujud kesepakatan dari 20 orang tersebut, maka yang terjadi
adalah pertengkaran dan ambisi pribadi, yang dapat menghapuskan amal saleh yang
telah dilakukan untuk mencari ridha Allah. Akibatnya, seluruh kekuatan dari 20
orang tersebut akan hilang, persatuan dan persaudaraan di antara mereka akan
lemah.
Orang-orang yang
beriman harus saling mencintai satu sama lain, berkorban dan mempererat
kesetia-kawanan dan kerja sama di antara mereka. Terutama pada saat-saat
menghadapi kesulitan, mereka harus menyibukkan diri mengingat Allah, lebih
bersabar dan saling membantu. Saling berdebat dapat mengurangi kekuatan,
sedangkan kerja sama dapat meningkatkan kekuatan di antara orang-orang beriman.
Dalam ayat lainnya, Allah telah mengungkapkan rahasia bahwa jika orang-orang
beriman tidak menjadi teman dan pelindung satu sama lain, maka akan terjadi
kekacauan dan kerusakan besar di muka bumi:
“Adapun orang-orang
yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika
kamu tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah (saling melindungi),
niscaya akan terjadi kekacauan dan kerusakan yang besar.” (Q.s.
al-Anfal: 73).
Masing-masing dari
rahasia Allah tersebut telah diungkapkan, dan orang-orang Muslim dibebani
tanggung jawab. Orang Muslim tidak boleh menganggap bahwa pertengkaran dengan
sesama Muslim merupakan hal yang remeh, dengan mengatakan, “Bagaimanakah jika
kita berdebat?” Karena, sebagaimana telah diberitahukan oleh Allah kepada kita,
setiap pertengkaran antara orang-orang Muslim, artinya menghilangkan kekuatan
orang-orang beriman, terhadap hal ini, orang-orang Muslim akan dimintai
tanggung jawab oleh Allah. Itulah sebabnya Nabi kita tercinta saw. bersabda,
“Takutlah kepada Allah, berdamailah sesama kamu agar Allah menciptakan
perdamaian sesama Muslim.”1
Orang-orang Muslim
jangan sampai saling melihat kesalahan atau kekurangan masing-masing, tetapi
sebaliknya supaya menutupi kesalahan sesama Muslim yang lain dengan penuh kasih
sayang. Kekuatan orang-orang beriman berasal dari persatuan ini, artinya
mengerahkan segenap tenaganya untuk mendakwahkan agama Allah dan akhlak
al-Qur’an. Dengan persatuan, mereka dapat berkonsentrasi untuk menyampaikan
tanda-tanda keberadaan Allah melalui karya-karya ilmiah dan melakukan pelayanan
yang bermanfaat bagi umat manusia. Namun, kita harus ingat bahwa setiap orang
yang melakukan pelayanan ini harus diniatkan terutama untuk mencari kehidupan
yang abadi di akhirat dan agar diselamatkan dari azab Allah.
HANYA
DENGAN
BERDZIKIR,
HATI MENJADI TENANG
Semua manusia yang
hidup di muka bumi mencari jalan untuk memperoleh kebahagiaan hakiki. Harapan
ditumpahkan untuk mencapai tujuan memperoleh kebahagiaan. Sebagian orang
mencari kebahagiaan melalui gaya hidup yang mewah, sebagian lainnya melalui
pekerjaan yang bergengsi, perkawinan yang indah, bedah plastik, dan gelar
akademis. Namun, jika tujuan itu telah tercapai, semua kebahagiaan seperti itu
hanyalah bersifat sementara. Atau sering kali tidak ada kegembiraan atau
kepuasan sama sekali setelah semuanya itu diperoleh. Bagaimanapun, tak seorang
pun di muka bumi ini yang akan mencapai kebahagiaan sejati melalui cara-cara
tersebut. Terdapat beberapa hal yang mengganggu atau membuat bosan orang yang
mempercayai bahwa tujuan dalam mencapai kebahagiaan hakiki telah tercapai.
Kebahagiaan,
ketenangan, kesenangan, atau kenyamanan sejati hanya dapat ditemukan dalam
mengingat Allah. Allah menceritakan kenyataan ini dalam sebuah ayat sebagai
berikut:
“Orang-orang yang
beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah,
hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (Q.s.
ar-Ra‘d: 28).
Ini merupakan rahasia
yang sangat penting yang diungkapkan Allah dalam al-Qur’an untuk umat manusia.
Karena tidak memahami kenyataan ini, banyak orang yang menghabiskan hidup
mereka dalam khayalan bahwa harta benda dunia dapat memberikan kepuasan.
Seakan-akan tidak akan pernah mati dan menghadapi hari hisab, mereka dengan
tamaknya berusaha keras untuk memiliki hal-hal yang bersangkut paut dengan
keduniaan.
Namun, sesungguhnya
ini merupakan khayalan besar. Tidak ada sesuatu pun yang dimiliki di dunia
ini yang dapat memberikan ketenteraman dan kebahagiaan sejati. Hanya
orang-orang yang beriman saja, yang dengan ikhlas berbakti kepada Allah, dan
orang-orang yang menyadari rahmat, kasih sayang, dan perlindungan Allah atas
mereka yang dapat memperoleh perasaan hati yang tenteram. Allah memberikan
perasaan tenteram ini ke dalam hati orang yang memperhatikan bukti-bukti
ciptaan Allah dan mengingat-Nya setiap saat. Dengan demikian sia-sia saja jika
mencari kesenangan, ketenteraman, dan kebahagiaan melalui asbab yang lain.
TIPU
DAYA SETAN ITU LEMAH
Musuh manusia terbesar
semenjak Nabi Adam a.s. adalah setan. Setan bersumpah kepada dirinya sendiri
untuk menyesatkan manusia pada saat Nabi Adam diciptakan, dan setan
melaksanakan sumpahnya itu dengan menyusun tipu daya agar dunia ini tampak
memikat dan mempesona di mata manusia. Al-Qur’an juga memberi tahu kita bahwa
tipu daya setan itu lemah dan tidak memiliki kekuasaan atas manusia:
“Orang-orang yang
beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan
thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan setan itu, karena sesungguhnya tipu
daya setan itu lemah.” (Q.s. an-Nisa’: 76).
“Dan sesungguhnya
iblis telah dapat membuktikan kebenaran sangkaannya terhadap mereka lalu
mereka mengikutinya, kecuali sebagian orang-orang yang beriman. Dan tidak ada
kekuasaan iblis atas mereka, melainkan hanyalah agar Kami dapat membedakan
siapa yang beriman kepada adanya kehidupan akhirat dari siapa yang ragu-ragu
tentang itu. Dan Tuhanmu Maha Memelihara segala sesuatu.” (Q.s. Saba’: 20-1).
Sesungguhnya, bahwa
tipu daya setan itu lemah dan bahwa ia tidak memiliki kekuasaan atas manusia,
adalah agar Allah menjadikan segala sesuatu itu mudah bagi manusia. Setan
hanyalah kekuatan negatif bagi agama, dan kelemahan setan ini bermakna, bahwa
orang-orang yang beriman tidak akan mengalami kesulitan apa pun dalam
hidupnya jika mereka mengamalkan agama. Tetapi, hal ini akan terjadi jika
memiliki iman yang ikhlas. Dalam al-Qur’an, Allah memberi tahu kita bahwa
orang-orang yang memiliki iman yang ikhlas tidak akan terpengaruh oleh tipu
daya setan:
“Ia (setan) berkata,
‘Ya Tuhanku, karena Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan
menjadikan hal-hal di muka bumi terlihat baik bagi mereka (manusia) dan aku
akan menyesatkan mereka semua, kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di
antara mereka’.” (Q.s. al-Hijr: 39-40).
Dalam ayat lainnya,
Allah telah mengungkapkan bahwa setan tidak memiliki kekuasaan atas
orang-orang yang beriman dan bertawakal kepada Tuhan:
“Sesungguhnya setan
itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakal
kepada Tuhannya. Sesungguhnya kekuasaannya hanyalah atas orang-orang yang
mengambilnya jadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya
dengan Allah.” (Q.s. an-Nahl: 99-100).
Rahasia Bagaimana Menjauhi
Angan-angan Kosong dan Bisikan Setan
Meskipun setan itu
tidak memiliki kekuasaan atas orang-orang yang beriman, kadang-kadang ia
berusaha menggoda mereka dengan bisikan-bisikan, karena kesalahan yang telah
mereka lakukan.
Rahasia penting
lainnya yang diungkapkan Allah dalam al-Qur’an adalah bagaimana menyelamatkan
diri dari bisikan setan. Ini merupakan masalah penting bagi orang-orang beriman
yang takut kepada Allah dan menginginkan surga, karena bisikan setan itu menyesatkan
dan memalingkan manusia dari jalan Allah, dan menjadikan manusia sibuk dengan
perbuatan sia-sia dan remeh. Setan berusaha untuk menanamkan perasaan sedih dan
takut kepada manusia, menyemaikan benih-benih pertentangan di antara mereka,
menyebabkan mereka merasa ragu-ragu terhadap Allah, al-Qur’an, dan agama. Setan
memenuhi hati manusia dengan angan-angan kosong. Sebagian dari ayat-ayat yang
menjelaskan tentang bisikan setan kepada manusia adalah sebagai berikut:
“Dan saya benar-benar
akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka
dan akan menyuruh mereka memotong telinga binatang ternak, lalu mereka
benar-benar memotongnya, dan akan saya suruh mereka, lalu mereka benar-benar
mengubah ciptaan Allah. Barangsiapa yang menjadikan setan sebagai pelindung
selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata. Setan itu
memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong
pada mereka, padahal setan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari
tipuan belaka.” (Q.s. an-Nisa’: 119-20).
“Yang membisikkan
(kejahatan) ke dalam dada manusia.” (Q.s. an-Nas: 5).
Apa saja yang
dibisikkan setan kepada manusia, ia tidak dapat memalingkan manusia dari
bimbingan Allah sepanjang mereka mengikuti jalan yang telah Allah tunjukkan.
Allah memperingatkan orang-orang beriman agar waspada terhadap bisikan setan:
“Dan jika kamu
ditimpa suatu godaan setan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa,
bila mereka ditimpa was-was dari setan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika
itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya.” (Q.s.
al-A‘raf: 200-01).
Sebagaimana dapat kita
pahami dari ayat tersebut, orang-orang yang beriman tetap waspada terhadap
bisikan setan. Mereka tidak mau kehilangan waktu untuk memperhatikan bisikan
itu, dan karena sadar bahwa hal itu tidak akan diridhai Allah, mereka tidak
pernah membiarkan diri mereka larut dalam keputusasaan, takut dan duka cita,
yang semuanya itu merupakan perasaan negatif yang dijauhi oleh orang-orang
beriman. Manakala orang-orang beriman diganggu dengan sesuatu yang tidak sesuai
dengan ajaran al-Qur’an, mereka segera mengenali bahwa itu merupakan bisikan
berbahaya dari setan yang tidak akan mendatangkan keridhaan Allah. Mereka
mengusir bisikan setan itu melalui dzikrullah dan ayat-ayat al-Qur’an.
MENGIKUTI SEBAGIAN BESAR
ORANG HANYALAH AKAN MENYESATKAN DARI JALAN YANG BENAR
Anggapan yang pada
umumnya diyakini orang adalah bahwa mayoritas itu adalah yang benar, pandangan
ini sering kali menyesatkan manusia. Sesungguhnya, jika ditanya tentang alasan
yang mendasari perbuatan atau sikap tertentu, banyak orang yang menjawab, “Karena
kebanyakan orang melakukannya.” Namun, Allah memberitahukan kita bahwa
mengikuti sebagian besar orang itu menyesatkan:
“Dan jika kamu
menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan
menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti
persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta.” (Q.s. al-An‘am: 116).
Dalam ayat lainnya,
Allah menyatakan bahwa sebagian besar manusia tidak akan beriman:
“Dan sebagian besar
manusia tidak akan beriman, walaupun kamu menginginkannya.” (Q.s. Yusuf:
103).
Dalam surat
al-Ma’idah, Allah menyebutkan tentang merajalelanya yang “buruk” dan
menyerukan agar orang-orang yang berakal menjauhinya.
“Katakanlah, ‘Tidak
sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik
hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu
mendapat keberuntungan’.” (Q.s. al-Ma’idah: 100).
Dengan demikian, apa
yang dilakukan oleh sebagian besar orang dan yang mempercayainya atau yang
mendukungnya, tidaklah dapat dipakai sebagai sumber rujukan yang dapat
dipercaya. Orang-orang cenderung untuk mengikuti sebagian besar orang karena
menuruti “kecenderungan berkelompok”. Namun, orang-orang yang beriman yang
berbuat sesuai dengan rahasia Ilahi yang diberikan Allah dalam al-Qur’an
tidaklah mengikuti sebagian besar orang, tetapi mereka hanya melaksanakan
perintah Allah dan agama-Nya. Sekalipun seorang diri, mereka tidak pernah
merasa bimbang terhadap keyakinan mereka dan jalan yang mereka tempuh.
RAHASIA TENTANG BERTAMBAH
ATAU BERKURANGNYA NIKMAT
Dalam al-Qur’an, Allah
mengungkapkan alasan mengapa Dia memberikan nikmat atau mengambilnya dari
manusia:
“Yang demikian itu
adalah karena sesungguhnya Allah tidak akan mengubah sesuatu nikmat yang telah
dianugerahkan-Nya kepada sesuatu kamu, hingga kaum itu mengubah apa yang ada
pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.” (Q.s. al-Anfal: 53).
“Bagi manusia ada
malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di
belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak
mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada
diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu
kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung
bagi mereka selain Dia.” (Q.s. ar-Ra‘d: 11).
Apa yang dikemukakan
dalam ayat-ayat tersebut merupakan rahasia yang sangat penting yang tidak
diketahui atau diabaikan oleh kebanyakan manusia. Allah berfirman bahwa Dia
akan menambah nikmat bagi orang-orang yang sibuk mengerjakan amal saleh, dan
akan mempersempit nikmat bagi orang-orang yang melakukan kemaksiatan, dan
nikmat terhadap manusia akan berubah sesuai dengan perubahan perbuatan dan
keikhlasan mereka.
Orang-orang yang
beriman yang mengetahui rahasia-rahasia Allah ini berusaha untuk melihat
maksud tersembunyi di balik ciptaan Allah dalam setiap keadaan yang mereka
jumpai dan mereka senantiasa memperhatikan masalah tersebut. Mereka tidak
pernah merasa sempurna, tetapi mereka berusaha keras untuk memiliki
kesempurnaan akhlak sebagaimana yang dijelaskan dalam al-Qur’an, dan berusaha
membetulkan kesalahan dan kekhilafan mereka. Dalam hal ini, mereka tidak
pernah ragu-ragu untuk selalu berusaha memperbaiki akhlak mereka dan
membersihkan tingkah laku mereka.
MENAATI
RASUL BERARTI MENAATI ALLAH
Salah satu amal ibadah
yang sangat penting yang diperintahkan Allah kepada orang-orang beriman dalam
al-Qur’an adalah menaati Rasul-Nya. Allah berfirman bahwa Dia telah mengirim
para rasul-Nya untuk ditaati, dan orang-orang beriman, dalam setiap zaman,
telah diuji ketaatan mereka terhadap para rasul tersebut. Para rasul adalah
orang-orang yang menyampaikan pesan Allah dan perintah-Nya kepada manusia, dan
mengingatkan mereka tentang hari perhitungan dan tentang ayat-ayat-Nya. Para
rasul adalah orang-orang yang lurus dan dirahmati, yang dipilih Allah di antara
seluruh manusia; dan perbuatan, sikap, dan kesempurnaan akhlak mereka sebagai
teladan. Mereka adalah para kekasih Allah yang sangat dekat dengan-Nya. Sebagaimana
dinyatakan dalam ayat berikut ini, orang yang menaati rasul berarti menaati
Allah.
“Barangsiapa yang
menaati rasul itu, sesungguhnya ia telah menaati Allah. Dan barangsiapa yang
berpaling, maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.” (Q.s. an-Nisa’: 80).
Rasulullah saw. juga
bersabda bahwa orang yang bersaksi terhadap hal ini akan memperoleh berita
gembira:
“Tidakkah kamu telah
bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan bahwa saya adalah utusan-Nya?
Jika demikian, maka kabar gembira bagi kamu. Qur’an adalah sebuah tali yang
satu ujungnya sampai kepada Allah dan ujung yang lain sampai kepadamu. Berpegang
teguhlah kepadanya. Jika kamu melakukan itu, kamu tidak pernah terjerumus dalam
kesalahan atau bahaya.1
Mendurhakai seorang rasul adalah mendurhakai
Allah dan agama-Nya. Ini merupakan salah satu rahasia penting yang diungkapkan
Allah dalam al-Qur’an. Dalam sebuah ayat, Allah menceritakan keadaan
orang-orang yang menaati rasul dan orang-orang yang mendurhakainya:
“Itu adalah
ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya,
niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya
sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya, dan itulah kemenangan yang
besar. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar
ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka
sedang ia kekal di dalamnya, dan baginya siksa yang menghinakan.” (Q.s. an-Nisa’: 13-4).
Allah telah
mengungkapkan dengan jelas dalam al-Qur’an tentang ketaatan kepada rasul, dan
menjelaskan bahwa orang-orang yang benar-benar taat dan berserah diri juga akan
diterima di sisi-Nya. Sebagaimana yang terlihat dalam ayat-ayat ini,
dipenuhinya semua syarat agama dan melakukan banyak ibadah belumlah mencukupi.
Jika seseorang tidak menerapkan sikap dan akhlak yang menunjukkan ketaatan
kepada rasul sesuai dengan yang dijelaskan Allah dalam al-Qur’an dan hanya
setengah-setengah dalam menaati-Nya, mungkin Allah akan menjadikan semua
perbuatannya sia-sia. Sebagian dari ayat-ayat yang membicarakan masalah ini
dikaji di bawah ini yang dibagi menjadi beberapa bagian:
Tidak Beriman sehingga Menyerahkan Diri
Mereka Sepenuhnya kepada Rasul
Allah mengungkapkan
sebuah rahasia yang sangat penting dalam Surat an-Nisa’:
“Maka demi Tuhanmu,
mereka tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang
mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu
keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan
sepenuhnya.” (Q.s. an-Nisa’: 65).
Dalam ayat ini diungkapkan
sebuah rahasia penting tentang ketaatan yang sempurna kepada rasul. Hampir
semua orang mengetahui apakah ketaatan itu. Namun, ketaatan kepada rasul
sangat berbeda dibandingkan dengan bentuk-bentuk ketaatan sebagaimana yang
diketahui orang banyak. Sebagaimana dinyatakan Allah dalam ayat di atas,
orang-orang yang beriman haruslah menaati rasul dengan sepenuh hati, tanpa ada
sedikit pun perasaan ragu di dalam hati. Jika seseorang merasa ragu-ragu
terhadap apa yang dikatakan oleh rasul dan menganggap pikirannya sendiri lebih
benar daripada pikiran rasul, maka sebagaimana dinyatakan oleh ayat tersebut,
pada hakikatnya ia bukanlah orang yang beriman.
Orang-orang yang
benar-benar beriman dan berserah diri mengetahui bahwa apa yang disabdakan oleh
rasul adalah yang terbaik bagi mereka. Sekalipun sabdanya tersebut bertentangan
dengan kepentingan pribadi mereka, mereka menerima dan menaati dengan penuh
gairah dan semangat. Sikap seperti ini merupakan tanda bahwa ia adalah orang
yang benar-benar beriman, dan Allah memberikan kabar gembira berupa keselamatan
kepada orang-orang yang menaati rasul dengan ketaatan yang sempurna. Inilah
sebagian dari ayat-ayat yang menyatakan kabar gembira dari Allah:
“Dan barangsiapa yang
menaati Allah dan Rasul, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang
dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin.” (Q.s. an-Nisa’: 69).
“Dan barangsiapa yang
taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya,
maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan.” (Q.s.
an-Nur: 52).
“Katakanlah, ‘Taatlah
kepada Allah dan taatlah kepada Rasul, dan jika kamu berpaling, maka
sesungguhnya kewajiban rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan
kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan kepadamu. Dan
jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban
rasul itu melainkan menyampaikan dengan terang’.” (Q.s.
an-Nur: 54).
Sebagaimana dinyatakan
di atas, orang-orang yang menaati rasul akan memperoleh petunjuk. Di sepanjang
sejarah, semua orang diuji atas ketaatan mereka terhadap para rasul. Allah
selalu memilih Rasul-rasul-Nya dari kalangan manusia. Dalam hal ini,
orang-orang yang berpikiran sempit dan tidak memiliki hikmah tidak mampu
memahami bagaimana menaati seorang manusia dari kalangan mereka sendiri, atau
seseorang yang tidak lebih kaya daripada diri mereka sendiri. Namun, Allah
telah memilih Rasul-rasul-Nya, menolong mereka dari sisi-Nya, dan memberikan
kepada mereka ilmu dan kekuatan. Hakikat dari persoalan ini yang tidak mampu
dipahami oleh orang-orang adalah bahwa Allah memilih siapa saja yang Dia kehendaki.
Orang beriman yang ikhlas dengan sepenuh hati menaati dan menghormati orang
yang telah dipilih Allah, lalu ia mengikutinya dengan sepenuh hati. Ia
mengetahui bahwa jika ia menaati rasul, sesungguhnya ia menaati Allah.
Orang-orang yang berserah diri kepada Allah dan melaksanakan agama dengan
demikian juga menyerahkan diri kepada rasul. Allah menceritakan keadaan
orang-orang yang menyerahkan diri kepada-Nya sebagai berikut:
“Bahkan barangsiapa
yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya
pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan
mereka tidak bersedih hati.” (Q.s. al-Baqarah: 112).
Perbuatan Orang-orang yang Meninggikan Suara
Mereka Melebihi Suara Nabi Menjadi Terhapus:
Dalam sebuah ayat, Allah menyatakan
sebagai berikut:
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dan
janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya
sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus amalan-amalanmu
sedangkan kamu tidak menyadari. Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan
suaranya di sisi Rasulullah, mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati
mereka Allah untuk bertakwa. Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Q.s. al-Hujurat:: 2-3).
Rasulullah selalu
menyeru orang-orang beriman kepada jalan yang lurus dan kepada kebaikan. Tentu
saja ada saat-saat ketika seruan para rasul ini bertentangan dengan kepentingan
orang-orang yang diseru. Namun, orang-orang yang beriman dan menaati rasul
tidak menuruti pikirannya sendiri, tetapi berserah kepada firman Allah,
Rasul-Nya, dan al-Qur’an . Dalam pada itu, orang-orang yang imannya lemah, yang
tidak dapat mengendalikan nafsu mereka menunjukkan kedurhakaan atau kelemahan
terhadap seruan rasul. Sebagaimana dinyatakan dalam ayat tersebut, suara
mereka, pembicaraan mereka, dan kata-kata yang mereka ucapkan, dapat
mengungkapkan penyakit yang ada dalam hati mereka dan lemahnya mereka dalam
ketaatan. Perbuatan mereka yang menentang apa yang dikatakan oleh Nabi dan
sikap mereka yang meninggikan suaranya tersebut, sesungguhnya menunjukkan
kebodohan mereka. Allah memberi tahu bahwa perbuatan orang-orang seperti ini
akan menjadi terhapus. Allah menyatakan bahwa semua perbuatan orang seperti
ini, sekalipun ia berusaha siang malam untuk menyebarkan agama, hanyalah
sia-sia karena kedurhakaannya tersebut.
Ini merupakan rahasia
penting yang diungkapkan dalam beberapa ayat dalam al-Qur’an. Allah telah
memerintahkan manusia agar mengerjakan amal saleh, berjuang dengan
sungguh-sungguh dan teguh untuk kepentingan Islam, bertingkah laku sesuai
dengan akhlak mulia sebagaimana yang dijelaskan dalam al-Qur’an , dermawan,
sabar, menjaga perasaan orang lain, jujur, dan dapat dipercaya. Tidak
diragukan lagi, semua ini merupakan bentuk ibadah yang penting yang akan
mensyafaati orang yang melakukannya di akhirat kelak. Namun, sebagaimana yang
tercantum dalam Surat al-Hujurat, satu sikap yang tidak menghormati Rasulullah
dapat menyebabkan semua perbuatan orang itu sia-sia. Sekali lagi, hal ini
mengingatkan kita betapa pentingnya menaati dan menghormati Rasulullah.
Allah Mencabut Kekuatan Orang-orang
yang Tidak Menaati Rasul
Kisah tentang Thalut
dan bala tentaranya yang diceritakan dalam al-Qur’an merupakan peringatan lain,
yang sangat menekankan pentingnya menaati Rasulullah. Sebagaimana diceritakan
dalam al-Qur’an , ketika Thalut memberangkatkan pasukannya untuk melawan
musuh, ia memperingatkan pasukannya agar jangan minum air sungai yang akan
mereka seberangi. Berikut ini adalah ayat yang menceritakan kisah tersebut:
“Maka ketika Thalut
keluar membawa tentaranya, ia berkata, “Sesungguhnya Allah akan menguji kamu
dengan suatu sungai. Maka siapa di antara kamu meminum airnya, bukanlah ia
pengikutku. Dan barangsiapa tidak meminumnya, kecuali menciduk seciduk tangan,
maka ia adalah pengikutku.” Kemudian mereka meminumnya kecuali beberapa orang
di antara mereka. Maka ketika Thalut dan orang-orang yang beriman bersama dia
telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata, “Tak ada
kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya.” Orang-orang
yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata, ‘Berapa banyak terjadi
golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin
Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar’.” (Q.s.
al-Baqarah: 249).
Sebagaimana terlihat
dari ayat tersebut, orang-orang yang tidak menaati perintah Thalut menjadi
lemah, sedangkan orang-orang yang menaati Thalut diberi kekuatan oleh Allah,
dan atas kehendak-Nya, mereka dapat mengalahkan musuh meskipun jumlah mereka
lebih sedikit. Ini merupakan rahasia yang diungkapkan Allah dalam al-Qur’an kepada
manusia. Kekuatan, kemenangan, dan keunggulan tidak tergantung pada kekayaan
materi, kedudukan yang bergengsi, jumlah yang banyak, atau kekuatan jasmani.
Barangsiapa yang menjalankan perintah Allah, menaati Dia dan Rasul-Nya, Allah
menjadikan mereka lebih kuat dibandingkan semuanya, dan Allah akan memberi
pahala kepada mereka dengan karunia yang sangat banyak seperti hikmah,
kekayaan, kebaikan, kenikmatan, dan kekayaan. Bagi orang-orang yang siap
untuk mengikuti Rasulullah disediakan kenikmatan yang kekal abadi di akhirat
kelak.
KELOMPOK MINORITAS ORANG
BERIMAN DAPAT MENGALAHKAN ORANG KAFIR YANG JUMLAHNYA LEBIH BESAR
Salah satu mukjizat
dari Allah yang diberikan kepada orang-orang yang beriman, meskipun mereka
berjumlah sedikit adalah bahwa mereka dapat mengalahkan musuh-musuh mereka
dengan Kehendak Allah. Ini merupakan rahasia penting yang diungkapkan Allah
dalam beberapa ayat sehingga menjadikan orang-orang kafir tertipu. Sebagaimana
dapat dilihat dalam kisah tentang Thalut, Allah menjadikan orang-orang beriman
memperoleh kemenangan karena ketaatan mereka, meskipun mereka berjumlah
sedikit. Allah mengakhiri kisah tentang Thalut dengan kata-kata sebagai berikut:
“Berapa banyak
terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan
izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Q.s.
al-Baqarah: 249).
Dengan Bersabar, Orang-orang Beriman
akan Memperoleh Kekuatan Besar
Sebagaimana sering
kali ditekankan dalam buku ini, terdapat banyak rahasia yang tersembunyi
dalam berbagai ayat al-Qur’an. Salah satu di antara rahasia-rahasia tersebut
adalah tentang kesabaran. Allah memberikan kabar gembira bahwa orang-orang yang
bersabar akan semakin kuat. Ingatlah bahwa semua kekuatan adalah milik Allah.
Bahkan kekuatan orang yang menentang Allah sesungguhnya juga milik Allah.
Allah memberikan berbagai macam kemampuan kepada orang-orang untuk menguji
mereka dan orang-orang di sekeliling mereka. Demikian pula, Dia dapat mengambil
dengan mudah sebagaimana Dia dapat memberikan dengan mudah apa saja yang Dia
kehendaki. Allah memberi tahu kita bahwa orang-orang yang bersabar akan menjadi
kuat, yakni Dia akan memberikan kekuatan kepada mereka. Tentang hal ini, Allah
menyatakan sebagai berikut:
“Ya, jika kamu
bersabar dan bersiap siaga, dan mereka datang menyerang kamu dengan seketika
itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu Malaikat yang memakai
tanda.” (Q.s. Ali Imran: 125).
Sebagaimana dinyatakan
dalam ayat di atas, jika Allah menghendaki, Dia dapat memberikan kemenangan
kepada orang-orang dengan cara yang tak terlihat. Dalam usaha untuk
memperjuangkan agama Allah misalnya, Allah dapat memberikan pertolongan yang
tak terlihat sehingga memungkinkan seseorang bicaranya sangat berpengaruh dan
membuat hati orang-orang yang mendengarkannya berpaling kepada agama. Dengan
demikian, tak seorang pun yang dapat memperoleh kemenangan atau mempengaruhi
orang lain, kecuali jika Allah menghendakinya. Pemilik semua kejayaan,
kemenangan, dan pengaruh adalah Allah. Apa yang harus dilakukan oleh manusia
adalah menaati perintah Allah dan melaksanakan ketentuan-ketentuan-Nya. Dalam
ayat lainnya, Allah memberi tahu orang-orang yang beriman cara memperoleh
kekuatan besar:
“Hai Nabi,
kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang
sabar diantara kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus musuh. Dan jika
ada seratus orang diantaramu, mereka dapat mengalahkan seribu orang kafir
disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti. Sekarang Allah telah
meringankan kepadamu dan Dia telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka
jika ada diantaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka dapat mengalahkan
dua ratus orang, dan jika diantaramu ada seribu orang, niscaya mereka dapat mengalahkan
dua ribu orang dengan seizin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Q.s. al-Anfal: 65-6).
Sebagaimana dinyatakan
Allah dalam ayat tersebut, jika orang-orang beriman tidak memiliki kelemahan
dalam diri mereka, dan mereka teguh, sabar, dan yakin, maka kekuatan satu
orang beriman adalah sama dengan kekuatan sepuluh orang. Dalam hal ini, perkataan
“kekuatan” memiliki pengertian lain yang bukan sekadar kekuatan fisik.
Misalnya, kekuatan seorang beriman yang menyampaikan pesan agama dan menyeru
manusia ke jalan Allah adalah sama dengan kekuatan sepuluh orang. Dalam pada
itu, pengetahuan seorang yang beriman dapat menyamai pengetahuan sepuluh
orang. Perbuatan baik seorang beriman yang dilakukan semata-mata untuk mencari
ridha Allah dapat menyamai perbuatan yang dilakukan sepuluh orang. Seorang yang
beriman dapat menyeru sepuluh orang kafir yang tersesat kepada jalan Allah
yang benar dan dapat menjadi asbab bagi perbaikan iman mereka. Seorang yang beriman
dapat menghancurkan kekafiran orang kafir dan menggantinya dengan kebenaran.
Rahasia yang
diungkapkan Allah dalam al-Qur’an ini sangat penting. Hal ini karena jika semua
orang Islam saling berlomba-lomba di jalan yang benar, betapapun kecilnya
jumlah mereka, Allah akan memberikan kemenangan kepada mereka dalam setiap
urusan yang mereka lakukan. Misalnya, jika orang di seluruh dunia ini
berkumpul yang terdiri dari orang-orang kafir, dan profesor-profesor kafir dari
seluruh dunia yang memimpin semua orang di setiap negara agar menjadi kafir,
maka Allah cukup mengirim sekelompok kecil orang-orang Muslim yang kuat,
bertanggung jawab, dan cukup bijak untuk menunjukkan kepada orang-orang tersebut
jalan yang benar. Allah memberikan kemudahan kepada orang-orang beriman dalam
setiap urusan mereka dan membuat berbagai urusan menjadi sulit bagi orang-orang
kafir. Untuk itulah, orang-orang beriman yang mengetahui rahasia ini jangan
sampai meremehkan usaha mereka dan mengatakan, “Mungkinkah usaha kita ini dapat
membawa perubahan terhadap situasi seperti ini?” Tetapi sebaliknya mereka yakin
bahwa Allah akan membalas setiap perbuatan yang ikhlas, yang dilakukan
semata-mata untuk mencapai ridha-Nya tersebut dengan hasil yang baik. Sebaris
tulisan tentang keberadaan Allah, sepatah kata yang menyeru manusia kepada
Allah, atau suatu perbuatan yang sesuai dengan nilai-nilai ajaran al-Qur’an dapat
saja membawa manusia kepada keselamatan dan membangkitkan perasaan cinta dan
takut kepada Allah dalam diri mereka. Perlu kita camkan bahwa hukum-hukum dan
fenomena sebab dan akibat yang berlaku di dunia ini hanyalah berdasarkan apa
yang dijelaskan oleh Allah dalam al-Qur’an. Siapa pun yang berpikirnya sesuai dengan
al-Qur’an dapat memahami rahasia-rahasia dalam ciptaan Allah ini, dan dengan
kehendak Allah, akan memperoleh kekuatan yang lebih unggul dan hikmah melebihi
apa yang dapat dicapai oleh orang lain. Allah memberikan berita gembira kepada
orang-orang yang beriman bahwa mereka akan mengalahkan orang-orang kafir jika
mereka teguh keimanannya:
“Janganlah kamu
bersikap lemah, dan janganlah kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang
yang paling tinggi jika kamu orang-orang yang beriman.” (Q.s.
Ali Imran: 139).
Sebagaimana dapat
dibaca pada ayat di atas, persyaratan yang diperlukan agar memperoleh
kemenangan dan ketinggian, baik di dunia ini maupun di akhirat kelak adalah
keimanan yang ikhlas. Rahasia lain yang diungkapkan dalam al-Qur’an dalam
masalah ini adalah beriman dengan tidak menyekutukan Allah.
ALLAH
MENJADIKAN AGAMANYA TINGGI
JIKA ORANG-ORANG HANYA
MENYEMBAH DIA SAJA
Salah satu tujuan
terpenting bagi seorang Muslim dalam hidup ini adalah mendakwahkan
ajaran-ajaran al-Qur’an ke seluruh dunia, sehingga orang-orang dapat menyembah
Allah sebagaimana yang seharusnya. Dalam al-Qur’an, Allah telah menunjukkan
kepada orang-orang beriman jalan untuk mencapai tujuan ini, dan Dia
memerintahkan sebagai berikut:
“Dan Allah telah
berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan
amal-amal saleh, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di
bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka
berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama mereka yang telah
diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka,
sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku
dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barangsiapa yang
kafir sesudah itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (Q.s. an-Nur: 55).
Berdasarkan rahasia
Allah yang diungkapkan kepada orang-orang beriman, Allah akan meneguhkan
nilai-nilai al-Qur’an di seluruh dunia jika orang-orang beriman dan hanya menyembah
Allah, tanpa menyekutukan-Nya. Ini merupakan rahasia yang sangat penting,
karena hal ini menunjukkan bahwa sesungguhnya merupakan tanggung jawab setiap
orang beriman untuk mendakwahkan ajaran al-Qur’an kepada manusia. Dengan
demikian setiap orang beriman yang memiliki hati nurani harus menjauhkan diri
dengan sungguh-sungguh dari menyekutukan Allah dan hanya menyembah-Nya.
Dibandingkan hal-hal lainnya, menyekutukan Allah merupakan dosa yang tidak
akan diampuni oleh Allah dan orang yang melakukannya akan dimasukkan ke dalam
neraka. Bagaimanapun, tampaknya sebagian besar manusia terlibat dalam
ajaran-ajaran orang musyrik yang menyembah berhala. Manusia harus waspada
terhadap “kemusyrikan yang tersembunyi”. Dalam bentuk kemusyrikan seperti ini,
orang tersebut menyatakan beriman kepada Allah, mengakui Allah itu satu, Allah
Yang Menciptakan, dan Yang wajib ditaati. Tetapi, ia juga takut kepada
makhluk selain Allah, menganggap persetujuan dan dukungan orang lain lebih
penting, menganggap bahwa perdagangan, keluarga, dan anak cucu lebih penting
daripada Allah dan berjuang di jalan-Nya, sesungguhnya semua ini merupakan
bentuk kemusyrikan yang nyata. Keimanan yang benar sebagaimana yang dijelaskan
dalam al-Qur’an adalah memandang bahwa keridhaan Allah adalah di atas
segala-galanya. Mencintai makhluk lain selain Allah hanyalah sebagai asbab
untuk mencari keridhaan-Nya. Orang-orang yang merasa berutang budi kepada
manusia yang telah memberi sesuatu kepada mereka, yang memandang manusia
sebagai pelindungnya, sesungguhnya mereka adalah orang-orang musyrik. Hal ini
karena Yang memberi rezeki hanyalah Allah, Yang memberi makan, menolong, dan
melindungi setiap makhluk hidup dan menyembuhkan orang yang sakit, hanyalah
Allah. Jika Allah menghendaki, Dia dapat menyembuhkan orang yang sakit melalui
tangan seorang dokter. Dalam hal ini, sungguh tidak masuk akal jika seseorang
menumpukan harapannya hanya pada dokter. Karena, tak seorang dokter pun yang
dapat menyembuhkan pasiennya kecuali jika Allah menghendaki. Seseorang yang
melihat kesehatannya membaik harus melihat, bahwa dokter itu sebagai orang yang
dipakai tangannya oleh Allah untuk menyembuhkannya, sehingga ia akan
menghormati dokter itu dengan semestinya. Namun, karena ia mengetahui bahwa
sesungguhnya yang menyembuhkan adalah Allah, maka hanya kepada Allah saja ia
harus bersyukur. Jika tidak demikian, berarti ia telah menyekutukan Allah
dan menganggap sama sifat Allah dengan sifat manusia. Semua Muslim harus
menjauhi dengan sungguh-sungguh syirik yang tersembunyi ini, dan jangan
sampai menjadikan penolong dan pelindung selain Allah.
KEHIDUPAN
DUNIA INI SANGAT SINGKAT
Sebagian besar manusia
sangat mencintai dunia ini seakan-akan mereka tidak akan pernah mati, sehingga
mereka menjauhi kehidupan agama, tidak ingat mati dan akhirat. Padahal,
kehidupan dunia yang sangat mereka cintai ini sesungguhnya sangatlah singkat
dan sementara. Bahkan orang-orang yang umurnya sangat panjang pada suatu saat
pasti akan menghadapi kematian. Di samping itu, kehidupan dunia ini
sesungguhnya tidaklah sebagaimana yang tampak. Allah mengungkapkan rahasia ini
kepada manusia dalam beberapa ayat al-Qur’an:
“Allah bertanya,
‘Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?’ Mereka menjawab, ‘Kami
tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada
orang-orang yang menghitung.’ Allah berfirman, ‘Kamu tidak tinggal (di bumi)
melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui.’ Maka apakah kamu
mengira bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main, dan bahwa
kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (Q.s.
al-Mu’minun: 112-15).
“Dan pada hari
terjadinya Kiamat, orang-orang yang berdosa bersumpah bahwa mereka tidak
berdiam melainkan sesaat, seperti itulah mereka selalu dipalingkan dari
kebenaran.” (Q.s. ar-Rum: 55).
Percakapan di atas
adalah percakapan antara orang-orang yang dikumpulkan untuk dihisab.
Sebagaimana yang ditunjukkan dalam percakapan tersebut, setelah mati
orang-orang menyadari bahwa sesungguhnya mereka tinggal di dunia hanya
sebentar. Yaitu, waktu yang tampaknya enam puluh atau tujuh puluh tahun dalam
kehidupan dunia ini, sesungguhnya sama singkatnya dengan satu hari, atau bahkan
lebih singkat lagi. Hal ini bagaikan kisah seseorang yang menganggap bahwa ia
telah menghabiskan beberapa hari, bulan, atau bahkan beberapa tahun dalam
mimpinya, tetapi setelah bangun baru menyadari bahwa mimpi tersebut hanya
berlangsung selama beberapa detik.
Dengan bertafakkur,
orang akan dapat memahami betapa singkatnya dan betapa sementaranya kehidupan
dunia ini. Misalnya, setiap orang membuat rencana yang jelas dan menetapkan
beberapa tujuan dalam hidupnya. Rencana-rencana ini merupakan tujuan yang
tidak pernah berakhir. Antara keduanya saling mengikuti. Demikian pula orang
yang baru lulus dari SLTA, lalu masuk ke Perguruan Tinggi, lalu bekerja di
sebuah perusahaan. Betapapun, semua ini merupakan pengalaman yang bersifat
sementara. Ketika muda, orang hampir-hampir tidak dapat membayangkan ia akan
berumur tiga puluh tahun. Tetapi tahu-tahu ia telah berumur empat puluh tahun.
Singkatnya kehidupan
dunia ini merupakan kepastian dari Allah yang diungkapkan dalam al-Qur’an,
yang dapat dipahami oleh siapa pun sebelum mati. Bagi orang yang memahaminya,
betapa bodohnya jika ia mengabaikan kehidupan yang nyata dan tidak berakhir
di akhirat, hanya untuk mengejar kehidupan yang singkat dan sementara ini.
Sebagian di antara ayat-ayat, yang di dalamnya Allah mengingatkan manusia
tentang singkatnya kehidupan dunia adalah sebagai berikut:
“Hai kaumku,
sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan sementara, dan
sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.” (Q.s.
Ghafir: 39).
“Sesungguhnya mereka
menyukai kehidupan dunia yang sementara dan mereka tidak mempedulikan hari
yang berat.” (Q.s. al-Insan: 27).
ALLAH MEMASUKKAN RASA TAKUT
KE DALAM HATI ORANG-ORANG KAFIR
Allah menyatakan dalam
beberapa ayat bahwa Dia memasukkan perasaan takut ke dalam hati orang-orang
kafir:
“Ketika Tuhanmu
mewahyukan kepada para malaikat, ‘Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka
teguhkanlah orang-orang yang telah beriman.’ Kelak akan Aku jatuhkan rasa
ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir.” (Q.s.
al-Anfal: 12).
“Dialah yang
mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli kitab dari kampung-kampung mereka
pada saat pengusiran kali yang pertama. Kamu tidak menyangka bahwa mereka akan
keluar dan mereka pun yakin bahwa benteng-benteng mereka akan dapat
mempertahankan mereka dari (siksaan) Allah; maka Allah mendatangkan kepada
mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. Dan Allah mencampakkan
ketakutan ke dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan
tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang yang beriman. Maka ambillah untuk
menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan.” (Q.s. al-Hasyr: 2).
Apa yang diceritakan
dalam ayat-ayat tersebut merupakan mukjizat dari Allah. Dengan cara memasukkan
perasaan takut ke dalam hati mereka, Allah menghilangkan kekuatan orang-orang
yang menentang orang-orang beriman dan yang menolak Allah dan agama-Nya.
Sangatlah penting agar orang-orang beriman merenungkan ayat-ayat ini dan mengambil
pelajaran bagi diri mereka. Hal ini karena — sebagaimana disebutkan pada bab-bab
terdahulu — hati kita berada di tangan Allah, dan Allah memasukkan apa saja ke
dalam hati, kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Tugas orang-orang beriman
bukanlah berusaha untuk menciptakan pengaruh kepada orang lain, tetapi hanya
supaya ikhlas. Misalnya, seorang beriman memiliki tanggung jawab untuk
mengingatkan seseorang berdasarkan ayat-ayat Allah. Namun, orang itu hanya akan
memperoleh hidayah dari nasihat yang diberikan — betapapun penjelasannya itu
sangat terang — Allah membimbing orang itu ke jalan yang benar. Dengan
penjelasan tersebut, seorang beriman tidak berdaya menghadapi bahaya. Demikian
pula, ia tidak mempunyai kekuatan untuk menjadikan musuh ketakutan. Tetapi
Allah melindungi dan menolong orang-orang beriman yang ikhlas dan dalam
melakukan usahanya hanya untuk mencari ridha Allah. Misalnya, sebagaimana
dikatakan dalam ayat di atas, Dia memasukkan perasaan takut ke dalam hati
musuh, dan menjadikan mereka terjerumus dalam kesulitan mereka sendiri. Dengan
cara inilah Allah memberikan jalan keluar kepada orang-orang yang beriman.
Allah memasukkan
berbagai ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir seperti takut mati, takut
masa depan, takut terluka, takut akan bencana, atau takut kehilangan harta.
Demikian pula, mereka takut mati karena tidak mempercayai akhirat dan sangat
mencintai dunia. Meyakini bahwa ia akan lenyap dan kehilangan semua
kekayaannya, ketakutan terhadap mati semakin besar. Pada akhirnya, rasa takut
ini berkembang menjadi sakit.
Allah menceritakan
kepada kita bahwa rasa takut tersebut dimasukkan ke dalam hati orang-orang
kafir karena mereka menyekutukan Allah. Kesudahan orang-orang seperti ini
diceritakan dalam al-Qur’an sebagai berikut:
“Akan Kami masukkan
ke dalam hati orang-orang kafir rasa takut, disebabkan mereka menyekutukan
Allah dengan sesuatu yang Allah sendiri tidak menurunkan keterangan tentang
itu. Tempat kembali mereka ialah neraka; dan itulah seburuk-buruk tempat
tinggal orang-orang yang zalim.” (Q.s. Ali Imran: 151).
HIKMAH DAN PEMBICARAAN YANG
JELAS ADALAH RAHMAT DARI ALLAH
Hikmah dan pembicaraan
yang jelas adalah rahmat dari Allah, sebagaimana yang diceritakan dalam
ayat-ayat al-Qur’an sebagai berikut:
“Allah memberikan
hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa diberi hikmah,
sungguh telah diberi kebajikan yang banyak. Dan tak ada yang dapat mengambil
pelajaran kecuali orang-orang yang berakal.” (Q.s.
al-Baqarah: 269).
“Dan Kami kuatkan
kerajaannya dan Kami berikan kepadanya hikmah dan pembicaraan yang jelas.” (Q.s. Shad: 20).
Hikmah dan kemampuan
berbicara yang jelas adalah karunia yang besar dari Allah. Suatu persoalan
dapat dijelaskan oleh bermacam-macam orang dengan gaya yang berbeda-beda.
Namun, gaya yang paling berpengaruh adalah gaya yang mengesankan dan jelas. Penjelasan
seperti itu dapat menjadikan seseorang memusatkan perhatiannya, membangunkannya
dari kelalaian, mendorongnya untuk berpikir tentang hal-hal yang telah
diketahui tetapi sering dilupakan. Seseorang yang memiliki kemampuan berbicara
yang jelas tidak perlu berbicara panjang lebar, tetapi cukup menyatakan
pikiran-pikirannya dan pandangan-pandangannya secara singkat, padat, namun
memiliki pengertian yang sangat luas dan mengesankan. Seorang bijak yang menjelaskan
suatu persoalan dengan ikhlas menjadikan penjelasan yang diberikannya menimbulkan
kesan yang lebih kuat bagi orang lain. Satu hal yang patut disebutkan di sini —
bahwa berbicara dengan jelas itu bukan merupakan sebuah bidang yang dapat
dipelajari. Ia tidak memiliki aturan atau teori yang rumit. Ia hanya
memerlukan keikhlasan dan doa untuk meminta rahmat dari Allah. Ketika seseorang
berbicara, Allah memberikan ilham kepada siapa saja yang Dia kehendaki.
Karya agung tentang
hikmah dan pembicaraan yang jelas adalah al-Qur’an , yang merupakan firman
Allah secara langsung. Hikmah ini merupakan sesuatu yang istimewa dari semua
kitab yang diturunkan Allah kepada umat manusia. Hal ini diceritakan dalam ayat
berikut ini:
“Dan sesungguhnya
telah datang kepada mereka beberapa kisah yang di dalamnya terdapat cegahan:
itulah suatu hikmah yang sempurna — tetapi peringatan-peringatan itu tidak
berguna.” (Q.s. al-Qamar: 4-5).
MANUSIA
JUGA AKAN DIMINTAI TANGGUNG JAWAB ATAS APA YANG MEREKA PIKIRKAN DAN MEREKA
NIATKAN
Dalam al-Qur’an, Allah
memerintahkan manusia agar hidup berdasarkan asas-asas agama dengan kerelaan
hati dan dengan khusyuk:
“Barangsiapa dengan
kerelaan hati mengerjakan kebaikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan
berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (Q.s.
al-Baqarah: 184).
“Peliharalah segala
shalatmu, dan peliharalah shalat wustha. Berdirilah untuk Allah (dalam
shalatmu) dengan khusyuk.” (Q.s. al-Baqarah: 238).
“Sesungguhnya Ibrahim
adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan
hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan
Tuhan.” (Q.s. an-Nahl: 120).
Sebagaimana terlihat
dalam ayat-ayat di atas, Allah memerintahkan umat manusia agar mengerjakan
semua shalatnya dengan khusyuk. Di samping mengerjakan shalat, puasa,
bersedekah, atau amal saleh lainnya, yang sesungguhnya sangat penting bagi seseorang
adalah niatnya. Dalam al-Qur’an, Allah mengingatkan kita tentang keadaan
sebagian orang yang mengerjakan shalat atau yang menginfakkan hartanya hanya
untuk pamer. Kemungkinan orang seperti ini tidak mengingat Allah, tidak
bersikap khusyuk dan khudhu’ di hadapan Allah dalam shalatnya, tetapi
shalatnya hanya bersifat ritual saja. Mungkin seseorang secara lahiriah tampak
melakukan kedermawanan, menyumbang sekolah, atau membantu orang miskin. Tetapi
jika hal itu tidak dikerjakan untuk mencari ridha Allah, tidak menyadari
kelemahannya, tidak merasa memerlukan Allah, tidak takut terhadap akhirat,
amalan-amalan ini tidak akan diterima Allah. Allah menceritakan kepada kita
bahwa darah binatang kurban tidak sampai kepada-Nya, tetapi yang sampai
kepada-Nya adalah ketakwaannya:
“Daging-daging unta
dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat sampai kepada Allah, tetapi ketakwaan
dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya
untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan
berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.” (Q.s. al-Hajj: 37).
Di antara
kesalahan-kesalahan besar yang banyak dipercayai adalah bahwa manusia menganggap,
mereka hanya akan dimintai tanggung jawab atas perbuatan mereka. Padahal,
Allah memberi tahu kita bahwa manusia akan dimintai tanggung jawabnya atas niatnya,
pikirannya, bahkan apa yang tersimpan di dalam lubuk hatinya.
“Kepunyaan Allah
segala apa yang ada di langit dan di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang
ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat
perhitungan dengan kamu tentang perbuatan itu. Maka Allah mengampuni siapa
yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha
Kuasa atas segala sesuatu.” (Q.s. al-Baqarah: 284).
Allah mengetahui apa
yang ada dalam hati seseorang, apa yang ada dalam bawah sadarnya, apa yang
dipikirkannya, dan apa yang tersembunyi dari orang lain. Allah menengahi antara
seseorang dan hatinya. Dengan demikian, manusia tidak mungkin menyembunyikan
segala sesuatu dari Allah. Keraguan apa pun yang terlintas dalam hati,
bisikan-bisikan setan, keimanannya yang sesungguhnya, keimanannya terhadap
al-Qur’an, apa saja yang terlintas dalam hatinya ketika sedang shalat, semuanya
diketahui satu per satu oleh Allah, dan semuanya diingat oleh Allah. Misalnya,
Allah mengetahui ketika seseorang mengerjakan shalat dengan malas, atau ketika
pikirannya mengalami pertentangan. Manusia akan menjumpai semuanya itu pada
Hari Akhir. Membersihkan hati, menjalani hidup berdasarkan agama dan dalam
mengamalkannya tidak hanya bersifat ritual tetapi dengan ikhlas dan penuh
kekhusyukan, semua ini merupakan jalan untuk mencapai keselamatan. Betapa
bodohnya mengabaikan kehidupan yang abadi dan hakiki hanya untuk mengejar
kehidupan yang singkat dan sementara. Di bawah ini diketengahkan beberapa ayat,
yang di dalamnya Allah mengingatkan manusia tentang singkatnya kehidupan di dunia:
“Hai kaumku,
sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan sementara dan sesungguhnya
akhirat itulah negeri yang kekal.” (Q.s. Ghafir: 39).
“Sesungguhnya mereka
menyukai kehidupan dunia dan mereka tidak mempedulikan hari yang berat.” (Q.s. al-Insan: 27).
ALLAH MEMASUKKAN RASA CINTA
KE DALAM HATI MANUSIA
Dalam beberapa ayat,
Allah menyatakan bahwa Dialah Yang memasukkan perasaan cinta dan kasih sayang
ke dalam hati manusia. Misalnya, Allah telah menyatakan dalam ayat di bawah ini
bahwa Dialah Yang mengumpulkan orang-orang beriman dan menyatukan hati mereka
sebagai saudara:
“Dan berpeganglah
kamu semuanya kepada tali Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan
ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu bermusuhan, maka Allah
menjinakkan antara hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang
yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah
menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (Q.s. Ali Imran: 103).
Dalam ayat lainnya,
Allah memberi tahu kita bahwa Dialah Yang memberikan kepada orang-orang beriman
perasaan belas kasihan.
“Dan Kami berikan
kepadanya hikmah selagi ia masih kanak-kanak, dan rasa belas kasihan yang
mendalam dari sisi Kami dan kesucian. Dan ia adalah seorang yang bertakwa.” (Q.s. Maryam: 12-3).
“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan
menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.” (Q.s.
Maryam: 96).
“Dan di antara
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan
dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (Q.s. ar-Rum: 21).
Allah juga menyatakan
bahwa Dia akan memasukkan perasaan kasih sayang di antara orang-orang yang
beriman dan orang-orang yang memusuhi mereka. Telah jelas bahwa Allahlah yang
mengendalikan semua hati – baik orang-orang yang beriman maupun yang tidak
beriman.
“Mudah-mudahan Allah
menimbulkan kasih sayang antaramu dengan orang-orang yang kamu musuhi di antara
mereka. Dan Allah adalah Mahakuasa. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (Q.s. al-Mumtahanah: 7).
KEMATIAN
ORANG-ORANG YANG BERIMAN DAN KAFIR
TIDAK AKAN SAMA
Dalam al-Qur’an, Allah
mengungkapkan suatu rahasia tentang kematian, yang tidak diketahui oleh banyak
orang — bahwa saat kematian yang dialami oleh seseorang sesungguhnya tidaklah
sebagaimana yang dilihat orang lain. Allah menceritakan kepada kita dalam
al-Qur’an, sebagai berikut:
“Maka mengapa ketika
nyawa sampai di kerongkongan, padahal kamu ketika itu melihat, dan Kami lebih
dekat kepadanya daripada kamu. Tetapi kamu tidak melihat.” (Q.s. al-Waqi‘ah: 83-5).
Rahasia lain yang
diungkapkan Allah tentang kematian adalah bahwa saat kematian itu bagi
orang-orang kafir merupakan pengalaman yang mengerikan dan menyengsarakan.
Tetapi orang-orang di sekitarnya tidak dapat menyaksikan kengerian itu. Allah
menyatakan kenyataan ini dalam ayat-Nya sebagai berikut:
“Dan siapakah yang
lebih zalim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allah atau yang
berkata, ‘Telah diwahyukan kepada saya,’ padahal tidak ada diwahyukan
sesuatu pun kepadanya, dan orang yang berkata, ‘Saya akan menurunkan seperti
apa yang diturunkan Allah.’ Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di
waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan-tekanan sakaratul-maut,
sedang para malaikat memukul dengan tangannya, sambil berkata, ‘Keluarkanlah
nyawamu.’ Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan,
karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan
(karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya. (Q.s. al-An‘am: 93).
“Dan janganlah harta
benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki akan
mengazab mereka di dunia dengan harta dan anak-anak itu dan agar melayang nyawa
mereka, dalam keadaan kafir.” (Q.s. at-Taubah: 9).
Berdasarkan rahasia
yang diungkapkan dalam al-Qur’an, seorang kafir tampaknya saja mati dalam
keadaan tenang di tempat tidurnya. Kelihatannya bagi orang-orang yang ada di
sekitarnya ia sama sekali tidak mengalami kesakitan atau penderitaan pada saat
kematiannya, kecuali matanya hanya tertutup. Namun, Allah memberi tahu kita
bahwa seorang kafir merasakan penderitaan yang dahsyat yang tidak dapat kita
saksikan. Bagaimana para malaikat mencabut nyawa orang-orang kafir dijelaskan
dalam al-Qur’an sebagai berikut:
“Bagaimanakah apabila
malaikat mencabut nyawa mereka seraya memukul muka mereka dan punggung mereka?
Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka mengikuti apa yang
menimbulkan kemurkaan Allah dan (karena) mereka membenci apa yang diridhai-Nya;
sebab itu Allah menghapus amal-amal mereka.” (Q.s.
Muhammad: 27-8).
“Kalau kamu melihat
ketika para malaikat mencabut jiwa orang-orang yang kafir seraya memukul muka
mereka dan belakang mereka, ‘Rasakanlah olehmu siksa neraka yang membakar.
Demikian itu disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri. Sesungguhnya Allah
sekali-kali tidak menganiaya hamba-Nya’.” (Q.s.
al-Anfal: 50-1).
Sebagai kebalikan dari
kematian yang menyengsarakan yang dialami orang-orang kafir, orang-orang
beriman mengalami kematian dengan sangat mudah. Misalnya, seorang beriman yang
berperang di medan peperangan di dekat nabi, kemudian ditikam dengan pedang, ia
terbebas dari semua rasa takut, ia mengalami saat kematian yang damai. Sebagaimana
diberitakan oleh Allah dalam ayat tersebut, nyawa orang-orang yang beriman
akan dicabut dalam keadaan suci dan mereka akan disambut oleh malaikat dengan
salam dan berita gembira. Allah menjelaskan kematian orang-orang beriman
sebagai berikut:
“Orang-orang yang
diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan,
‘Salaamun’alaikum, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah
kamu kerjakan’.” (Q.s. an-Nahl: 32).
SHALAT
MENJAUHKAN MANUSIA DARI
PERBUATAN
JAHAT
Shalat diperintahkan
kepada orang-orang beriman pada saat-saat yang telah ditetapkan setiap hari,
sebagaimana telah dijelaskan dalam al-Qur’an. Allah menjanjikan pahala bagi
orang-orang yang benar-benar menjaga shalatnya dan yang istiqamah dalam mengerjakannya.
Pahala lain yang akan diberikan kepada orang-orang yang mengerjakan shalat
dijelaskan dalam al-Qur’an, sebagai berikut:
“Bacalah apa yang
telah diwahyukan kepadamu, yaitu al-Kitab (al-Qur’an ) dan dirikanlah shalat.
Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.
Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar. Dan Allah
mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.s. al-‘Ankabut: 45).
Sebagaimana dinyatakan
Allah dalam ayat di atas, orang-orang yang mengerjakan shalat dijauhkan dari
perbuatan keji dan mungkar. Allah akan menolong untuk menjauhkannya dari
perbuatan jahat.
Orang yang benar-benar
menjaga dan mengerjakan shalat sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an adalah
orang yang bertakwa kepada Allah. Orang yang berdiri, ruku’, dan sujud di
hadapan Allah pada waktu-waktu tertentu setiap hari pasti akan dijauhkan dari
perbuatan jahat, dan ia akan sangat takut kepada Allah. Hati nurani orang-orang
seperti itu, dengan kehendak Allah, akan senantiasa dijauhkan dari perbuatan
keji dan mungkar. Sekalipun mereka melakukan kemungkaran untuk sementara waktu,
mereka akan menyadari kesalahan mereka pada saat berdoa dan bertafakkur di
hadapan Allah Yang Mahakuasa. Kemudian mereka akan bertobat dan menjauhi kemungkaran
tersebut pada masa berikutnya.
ORANG-ORANG YANG TERBUNUH
DI JALAN ALLAH TIDAKLAH MATI
Allah telah
mengungkapkan dalam al-Qur’an, bahwa orang-orang yang meninggal di jalan-Nya
sesungguhnya tidaklah “mati”, tetapi hidup di sisi-Nya. Keadaan mereka ini
diungkapkan dalam ayat-ayat sebagai berikut:
“Janganlah kamu
mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu
hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. Mereka dalam keadaan gembira
disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bersenang
hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul
mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka
bersedih hati. Mereka bersenang hati dengan nikmat dan karunia yang besar dari
Allah, dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang beriman.” (Q.s. Ali Imran: 169-71).
“Dan janganlah kamu
mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati. Bahkan
mereka itu hidup tetapi kamu tidak menyadarinya.” (Q.s.
al-Baqarah: 154).
Bahwa Allah akan
menyempurnakan rahmat bagi orang-orang yang syahid dan bahwa mereka akan
dimasukkan ke dalam surga merupakan rahasia Allah lainnya yang diungkapkan
dalam al-Qur’an.
“Dan orang-orang yang
gugur di jalan Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal mereka. Allah akan
memberi pimpinan kepada mereka dan memperbaiki keadaan mereka, dan memasukkan
mereka ke dalam surga yang telah diperkenankan-Nya kepada mereka.” (Q.s. Muhammad: 4-6).
“Maka Tuhan mereka
mengabulkan permohonan mereka, ‘Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal
orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan,
sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang
berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku,
yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Aku hapuskan kesalahan-kesalahan
mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir
sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada
sisi-Nya pahala yang baik’.” (Q.s. Ali Imran: 195).
“Dan orang-orang yang
berhijrah di jalan Allah, kemudian mereka dibunuh atau mati, benar-benar Allah
akan memberikan kepada mereka rezeki yang baik. Dan sesungguhnya Allah adalah
sebaik-baik pemberi rezeki. Sesungguhnya Allah akan memasukkan mereka ke
dalam suatu tempat yang mereka menyukainya. Dan sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Penyantun.” (Q.s. al-Hajj: 58-9).
Kenyataan yang
diungkapkan dalam ayat-ayat di atas tentang orang-orang yang gugur di jalan
Allah adalah di antara rahasia-rahasia dalam al-Qur’an, yang pada umumnya tidak
diketahui orang banyak.
ALLAH
PEMBERI KEMULIAAN
Banyak orang yang
tidak mempercayai akhirat, sehingga berlomba mencari kekuasaan, kekuatan, dan
kehebatan di dunia, mereka menganggap bahwa kehidupan itu hanyalah kehidupan
dunia. Sepanjang hidup mereka, mereka berusaha dengan tamak untuk mencapai
tujuan ini. Mereka memiliki nilai dan patokan tersendiri tentang kekuasaan,
kekuatan, dan kemuliaan. Menurut kriteria mereka, orang perlu kaya, memiliki
peran penting dalam masyarakat, dan kemasyhuran. Seandainya mereka tidak
memiliki salah satu di antara kriteria tersebut, mereka menganggap bahwa mereka
tidak memiliki harga diri, kemuliaan, dan gengsi. Padahal itu merupakan pandangan
yang salah. Kesalahan ini dijelaskan dalam al-Qur’an sebagai berikut:
“Dan mereka telah
mengambil sembahan-sembahan selain Allah, agar sembahan-sembahan itu menjadi
pelindung bagi mereka. Sekali-kali tidak, kelak mereka (sembahan-sembahan) itu
akan mengingkari penyembahan terhadapnya, dan mereka (sembahan-sembahan) itu
akan menjadi musuh bagi mereka.” (Q.s. Maryam: 81-2).
Satu-satunya pemiliki
kekuatan dan kekuasaan adalah Allah, dan Dialah yang memberikan kekuatan dan
kekuasaan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Dengan demikian, orang-orang
yang menggunakan asbab lain untuk memperoleh kekuatan dan kekuasaan selain
dari berdoa kepada Allah sesungguhnya telah menyekutukan-Nya. Hal ini karena
kekayaan, prestise, atau kedudukan tidak dapat memberikan kekuatan
kepada seseorang. Di samping itu, bagi Allah hanya memerlukan waktu sedetik
saja untuk mencabut kekuasaan itu dari seseorang. Misalnya, seorang top-eksekutif
bisa saja kehilangan seluruh kekayaannya, kehormatannya, dan kedudukannya dalam
sesaat, karena satu-satunya pemilik yang hakiki dari segala sesuatu adalah
Allah.
Allah mengaruniakan
kekuatan dan kemuliaan kepada hamba-hamba-Nya yang dekat dengan-Nya, yang
dengan sepenuh hati mengabdi kepada-Nya, dan yang mengikuti al-Qur’an.
Seseorang yang hidup berdasarkan al-Qur’an tidak pernah melakukan apa pun yang
dapat membawa kepada kehinaan, penyesalan, atau malu di hadapan Tuhan.
Orang-orang yang benar-benar beriman tidak takut kepada siapa pun dan kekuasaan
mana pun, dan tidak pernah menjilat siapa pun. Yang mereka inginkan hanyalah
memperoleh ridha Allah dan hanya takut kepada Allah. Itulah sebabnya mereka
tidak merasa lemah dan tidak pernah merasa kekurangan. Meskipun mereka tidak
memiliki harta benda, kekayaan, jabatan, atau prestise, Allah memberikan
kepada mereka kekuatan dan kemuliaan. Orang-orang seperti itu memiliki
ketinggian dan kemuliaan karena iman mereka, dan mereka hidup berdasarkan
ajaran al-Qur’an. Tentang hal ini, Allah menyatakan sebagai berikut:
“Padahal kekuatan itu
hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya, dan bagi orang-orang mukmin, tetapi
orang-orang munafik itu tidak mengetahui.” (Q.s.
al-Munafiqun: 8).
RAHASIA
MENCARI JALAN YANG BENAR
Hampir setiap orang
memiliki kriteria sendiri-sendiri tentang yang benar dan yang salah. Kriteria
yang digunakan untuk menetapkan yang benar dan yang salah ini sangat
berbeda-beda. Sebuah buku, seseorang, seorang politisi, atau kadang-kadang
seorang filsuf, barangkali dijadikan pembimbing dalam kehidupan seseorang.
Namun demikian, jalan yang benar, sebagai satu-satunya jalan yang menuju
kepada keselamatan, adalah agama yang telah dipilihkan oleh Allah. Menurut
jalan ini, tujuan utamanya adalah untuk mencari keridhaan, rahmat, dan surga
Allah. Sedangkan jalan-jalan lainnya, betapapun menariknya jalan itu
kelihatannya, hanyalah menipu dan menjerumuskan kepada kehancuran,
keputusasaan, penderitaan, dan siksa yang pedih, baik di dunia maupun di
akhirat.
Orang-orang yang
dibimbing ke jalan yang benar merupakan rahasia yang diungkapkan dalam
al-Qur’an. Mereka adalah hamba-hamba yang dibimbing Allah kepada jalan-Nya dan
yang memperoleh surga-Nya.
Beriman
dengan Penuh Keyakinan
Sebelum yang
lain-lainnya, orang perlu memiliki iman agar dapat memperoleh bimbingan kepada
jalan yang lurus. Jika seseorang meyakini bahwa pemilik dan Pencipta langit dan
bumi dan segala sesuatu di antara langit dan bumi itu adalah Allah, dan ia
merasa yakin bahwa tujuan keberadaannya di dunia adalah untuk menjadi hamba
Allah, dan ia mencari ridha Allah dalam seluruh kehidupannya, maka Allah akan
membimbingnya ke jalan yang lurus. Beriman kepada Allah, akhirat, dan al-Qur’an
haruslah merupakan iman yang teguh dan yakin. Meskipun sebagian orang
mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang beriman, tetapi mereka
menyimpan keraguan. Ketika mereka berkumpul dengan orang-orang kafir dan
berada di bawah pengaruh mereka, orang-orang seperti itu kemungkinan
menampakkan kelemahan dan bersikap memusuhi terhadap Allah dan agama-Nya. Akan
tetapi, orang-orang yang dibimbing Allah kepada jalan yang lurus memiliki iman
yang teguh dan tidak tergoyahkan:
“Dan agar orang-orang
yang telah diberi ilmu meyakini bahwa al-Qur’an itulah yang hak dari Tuhanmu
lalu mereka beriman dan hati mereka tunduk kepadanya, dan sesungguhnya Allah
adalah Pemberi Petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus.” (Q.s. al-Hajj: 54).
Berpaling kepada Allah dengan
Penyerahan yang Sempurna
Orang-orang beriman
yang berpaling kepada Allah dengan penyerahan yang sempurna merupakan rahasia
lain dalam memperoleh petunjuk ke jalan yang lurus. Bagi orang yang beriman
kepada Allah dan takut akan akhirat, dunia ini tidaklah menarik baginya.
Karena yang
didambakannya hanya mencari ridha Allah, orang-orang yang benar-benar beriman
berpaling kepada Allah dalam semua perbuatan mereka, dan mereka mengetahui
bahwa Allah menguji mereka, mereka berserah diri kepada Allah atas takdir
mereka yang telah ditetapkan Allah. Allah telah memberi tahu bahwa orang-orang
yang berserah diri kepada-Nya akan memperoleh petunjuk kepada jalan yang lurus:
“Dan bagaimanakah
kamu menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu, dan
Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu? Barangsiapa berpegang teguh kepada
Allah, maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (Q.s. Ali Imran: 101).
“Dia telah
mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada
Nuh dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa, yaitu:
Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi
orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada
agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada-Nya orang yang
kembali kepada-Nya.” (Q.s. asy-Syura: 13).
Mengikuti Nasihat yang Diberikan
Perintah Allah lainnya
kepada hamba-hamba-Nya yang menginginkan petunjuk kepada jalan yang lurus
adalah sebagai berikut:
“Dan sesungguhnya
kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal
yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan mereka. Dan
kalau demikian, pasti Kami berikan kepada mereka pahala yang besar dari sisi
Kami, dan pasti Kami tunjukkan mereka ke jalan yang lurus.” (Q.s. an-Nisa’: 66-8).
Orang-orang beriman
yang bertakwa kepada Allah berusaha untuk membersihkan diri mereka dari
kesalahan dan berusaha untuk memperoleh kesempurnaan akhlak yang menjadikan
Allah ridha kepadanya. Namun, orang perlu bersikap rendah hati agar
kesalahan-kesalahannya diampuni dan agar memperoleh petunjuk kepada jalan yang
lurus. Orang yang rendah hati yang berusaha untuk membersihkan dirinya,
pertama-tama akan bersungguh-sungguh mengikuti perintah-perintah Allah. Di
samping itu, orang-orang beriman yang ikhlas saling menjadi teman dan pelindung
bagi orang lain. Mereka memerintahkan yang benar dan melarang yang mungkar.
Dengan demikian, karena mengetahui bahwa peringatan seorang yang beriman itu sangat
penting bagi penghisaban seseorang di akhirat, maka orang-orang yang beriman
juga harus saling mau menerima nasihat. Orang yang mau mengikuti nasihat yang
baik akan memperoleh petunjuk kepada jalan yang lurus. Allah memberikan kabar
gembira kepada hamba-hamba-Nya yang menjauhi bujukan setan dan menaati
orang-orang yang menyeru kepada al-Qur’an dan perintah-perintah-Nya:
“Dan orang-orang yang
menjauhi thaghut tidak menyembahnya dan kembali kepada Allah, bagi mereka
berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamba-Ku, yang
mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka
itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang
yang mempunyai akal.” (Q.s. az-Zumar: 17-8).
NAFSU
MANUSIA MEMERINTAHKAN
PERBUATAN
FASIK
Nafsu manusia
merupakan kekuatan dari dalam yang mendorong dan mengetahui kefasikan dan cara
menjauhinya. Dengan kata lain, ia merupakan nafsu yang mengilhamkan kefasikan
dan kejahatan. Allah menceritakan dua sifat nafsu ini dalam al-Qur’an, sebagai
berikut:
“Dan nafsu serta
penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan kepada nafsu itu kefasikan dan
ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan nafsu itu.” (Q.s. asy-Syams: 7-9).
Nafsu disebutkan dalam
ayat tersebut sebagai sumber semua keburukan dan kesalahan bagi manusia.
Karena memiliki sifat seperti itu, nafsu merupakan salah satu di antara musuh
manusia yang sangat berbahaya. Nafsu itu bersifat sombong dan mementingkan
diri sendiri; ia selalu ingin memuaskan kehendaknya dan kesombongannya. Ia
hanya memperhatikan kebutuhannya sendiri, kepentingannya sendiri, dan hanya
mencari kesenangan. Ia berusaha melakukan apa saja untuk memperdayakan manusia,
karena nafsu selalu tidak mungkin dapat memenuhi keinginannya melalui cara
yang benar. Ucapan Nabi Yusuf menjelaskan keadaan ini dalam al-Qur’an, sebagai
berikut:
“Dan aku tidak
membebaskan diriku dari kesalahan, karena sesungguhnya nafsu itu selalu
menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.
Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.s.
Yusuf: 53).
Bahwa nafsu seseorang
dengan kuat mengilhamkan perbuatan fasik dan jahat merupakan rahasia penting
yang diungkapkan kepada orang-orang beriman, dan takut kepada Allah. Dengan
diungkapkannya rahasia ini, mereka dapat mengetahui bahwa nafsu tidak pernah
berhenti bekerja, sekalipun hanya sedetik. Melalui godaan, ia selalu berusaha
menjerumuskan manusia dari jalan Allah. Berdasarkan rahasia ini, nafsu tidak
akan pernah diam; ia akan selalu membenarkan perbuatannya dalam keadaan apa
saja, ia akan selalu mencintai dirinya sendiri melebihi yang lain, ia semakin
sombong, menginginkan benda apa saja dan menginginkan kenikmatan. Pendek
kata, ia berusaha dengan cara apa saja agar seseorang melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan hal-hal yang diridhai Allah.
Sesungguhnya, perilaku
dan perbuatan orang-orang kafir yang tidak sesuai dengan ajaran al-Qur’an sepenuhnya
dibentuk oleh nafsu mereka. Karena tidak takut kepada Allah, orang-orang kafir
tidak memiliki kehendak untuk mengikuti hati nurani mereka, tetapi lebih
cenderung untuk mengikuti nafsu mereka. Percekcokan, konflik kepentingan, dan
ketidakbahagiaan yang melanda masyarakat dan agama diabaikan, berakar dari
individu-individu yang terjerat oleh nafsu mereka dan kepentingan diri mereka,
sehingga akibatnya, mereka kehilangan sifat-sifat manusia seperti kasih
sayang, saling menghormati, dan pengorbanan.
Itulah sebabnya
mengapa rahasia yang diungkapkan oleh Allah ini sangat penting. Jika seseorang
mencamkan rahasia ini dalam hatinya, ia dapat mewaspadai nafsu dan melakukan
perbuatan yang benar. Nafsu dapat ditundukkan dengan melakukan hal-hal yang
bertentangan dengan apa yang diperintahkan. Misalnya, ketika nafsu memerintahkan
untuk bermalas-malas, kita harus bekerja lebih keras. Ketika nafsu memerintahkan
untuk mementingkan diri sendiri, kita harus lebih banyak berkorban. Ketika
nafsu memerintahkan untuk berbuat kikir, kita harus menjadi lebih dermawan.
Di samping sisi nafsu
yang jahat, dari surat asy-Syams kita mengetahui bahwa Allah juga mengilhamkan
kepada nafsu hati nurani yang menjadikan seseorang dapat mengendalikan nafsunya
agar tidak memuaskan keinginannya yang rendah. Yaitu, di samping nafsu itu
mendordong kepada kefasikan, ia juga mendorong kepada kebajikan. Setiap orang
mengetahui akan bisikan ini dan dapat mengenali perbuatan fasik dan
perbuatan baik. Namun, hanya orang-orang yang takut kepada Allah yang dapat
mengikuti hati nurani mereka.
RAHASIA KEMAKMURAN DAN
KEKAYAAN YANG DIBERIKAN KEPADA MANUSIA
Seluruh alam raya ini
adalah milik Allah, dan Dia memberikan apa saja yang Dia kehendaki kepada siapa
saja yang Dia kehendaki. Allahlah yang memberi rezeki kepada manusia, Dialah
yang menjadikan mereka kaya, dan Dialah yang memberi panen yang berlimpah kepada
mereka. Sebagaimana Allah menyatakan dalam sebuah ayat, Allah meluaskan rezeki
kepada hamba-hamba-Nya menurut kehendak-Nya, dan Dialah juga yang menyempitkan
rezeki tersebut. Dia melakukan ini untuk alasan tertentu dan karena hikmah
tertentu. Baik orang-orang yang rezekinya diluaskan maupun yang rezekinya
disempitkan, pada hakikatnya merupakan ujian dari Allah. Orang-orang yang tidak
menjadi sombong dan boros karena apa yang telah diberikan kepada mereka, tetapi
bersyukur kepada Allah atas segala sesuatu yang dikaruniakan kepada mereka,
orang-orang yang bertawakal kepada Allah dan tetap bersabar ketika harta mereka
disempitkan, mereka adalah hamba-hamba yang diridhai Allah. Ucapan Nabi
Sulaiman yang diketengahkan dalam al-Qur’an menjelaskan bahwa nikmat dari Allah
yang dikaruniakan kepada manusia pada hakikatnya merupakan bagian dari ujian:
“Seorang yang
mempunyai ilmu dari al-Kitab berkata, ‘Aku akan membawa singgasana itu
kepadamu sebelum matamu berkedip.’ Maka ketika Sulaiman melihat singgasana
itu terletak di hadapannya, ia pun berkata, ‘Ini termasuk karunia Tuhanku
untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau ingkar. Dan barangsiapa yang bersyukur,
maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri dan barangsiapa yang
ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Mahakaya lagi Mahamulia’.” (Q.s. an-Naml: 40).
Ucapan Nabi Sulaiman
yang menyatakan, “Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku
bersyukur atau ingkar,” menjelaskan salah satu alasan mengapa orang-orang
diberi harta.
Apa yang Allah
nyatakan sebagai “kesenangan dunia” dalam al-Qur’an — termasuk harta benda,
anak-anak, istri, sanak keluarga, kedudukan, kehormatan, kecerdasan, kecantikan
atau ketampanan, kesehatan, perdagangan yang menguntungkan, keberhasilan,
pendek kata segala sesuatu yang diberikan tersebut merupakan ujian bagi
manusia.
Rahasia Kemakmuran yang Diberikan
kepada Orang-orang Kafir
Banyak manusia di
dunia ini, meskipun tidak beriman kepada Allah, mereka menikmati umur yang
panjang, memiliki kekayaan yang tak terhitung banyaknya, memiliki kebun yang
berbuah dan anak-anak yang sehat. Orang-orang seperti ini bukannya mencari
keridhaan Allah, tetapi semua karunia yang dinikmatinya tersebut justru menjauhkan
dirinya dari Allah. Orang-orang seperti ini, yang menjalani kehidupannya yang
panjang dengan mendurhakai Allah dan yang melakukan dosa semakin banyak hari
demi hari, menganggap bahwa apa yang mereka miliki itu merupakan kebaikan bagi
mereka. Namun, al-Qur’an mengingatkan kita tentang rahasia lain dan tujuan
Allah di balik nikmat dan waktu yang diberikan kepada mereka:
“Dan janganlah harta
benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki akan
mengazab mereka di dunia dengan harta dan anak-anak itu dan agar melayang nyawa
mereka, dalam keadaan kafir.” (Q.s. at-Taubah: 85).
“Dan janganlah
sekali-kali orang-orang kafir menyangka bahwa Kami menangguhkan mereka itu
lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami menangguhkan mereka hanyalah supaya
bertambah dosa mereka, dan bagi mereka azab yang menghinakan.” (Q.s. Ali Imran: 178).
“Maka biarkanlah
mereka dalam kesesatannya sampai suatu waktu. Apakah mereka mengira bahwa
harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu Kami bersegera
memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak
sadar.” (Q.s. al-Mu’minun: 54-6).
Sebagaimana dijelaskan
dalam ayat tersebut, apa yang dimiliki orang-orang tersebut sesungguhnya
bukanlah merupakan kebaikan bagi mereka. Waktu yang diberikan kepada mereka hanyalah
untuk menambah dosa mereka. Ketika waktu yang diberikan kepada mereka sudah
habis; kekayaan mereka, anak-anak mereka, atau kedudukan mereka, tidak dapat
menyelamatkan mereka dari siksa yang pedih. Sesungguhnya, Allah telah menceritakan
keadaan umat-umat terdahulu yang hidup dengan kekayaannya dan harta yang
melimpah, namun mereka ditimpa azab yang pedih:
“Berapa banyak umat
yang telah Kami binasakan sebelum mereka , sedang mereka lebih bagus alat
rumah tangganya dan lebih sedap dipandang mata.” (Q.s.
Maryam: 74).
Ayat berikut ini
menjelaskan alasan mengapa orang-orang tersebut diberi perpanjangan waktu:
“Katakanlah,
‘Barangsiapa yang berada di dalam kesesatan, maka biarlah Tuhan Yang Maha
Pemurah memperpanjang tempo baginya; sehingga apabila mereka telah melihat
apa yang diancamkan kepadanya, baik siksa maupun Kiamat, maka mereka akan mengetahui
siapa yang lebih jelek kedudukannya dan lebih lemah penolong-penolongnya?” (Q.s. Maryam: 75).
Allah adalah Mahaadil
dan Maha Penyayang. Dia menciptakan segala sesuatu dengan kebijaksanaan dan
kebaikan, dan setiap orang akan dibalas sepenuhnya atas apa yang mereka
kerjakan. Menyadari hal ini, orang-orang yang beriman melihat berbagai
peristiwa dengan maksud untuk melihat kebijaksanaan dan kebaikan yang
diciptakan Allah dalam setiap peristiwa. Jika tidak, orang-orang akan menjalani
hidupnya dengan tertipu dan jauh dari kenyataan.
RAHASIA MENGAPA ALLAH TIDAK
SEGERA MENYIKSA ORANG-ORANG KAFIR
Salah satu rahasia
yang diungkapkan dalam al-Qur’an adalah bahwa manusia tidak segera dibalas atas
perbuatan buruk yang mereka lakukan, tetapi siksa tersebut ditangguhkan hingga
waktu tertentu. Hal ini dikemukakan dalam ayat-ayat sebagai berikut:
“Dan kalau sekiranya
Allah menyiksa manusia disebabkan usahanya, niscaya Dia tidak akan
meninggalkan di atas permukaan bumi suatu makhluk yang melata pun akan tetapi
Allah menangguhkan mereka, sampai waktu tertentu; maka apabila datang ajal
mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Melihat hamba-hamba-Nya.” (Q.s. Fathir: 45).
“Dan Tuhanmulah Yang
Maha Pengampun lagi mempunyai rahmat. Jika Dia mengazab mereka karena
perbuatan mereka, tentu Dia akan menyegerakan azab bagi mereka. Tetapi bagi
mereka ada waktu yang tertentu yang mereka sekali-kali tidak akan menemukan
tempat berlindung daripadanya.” (Q.s. al-Kahfi: 58).
Bahwa banyak orang
yang tidak segera dibalas atas perbuatan buruk mereka menyebabkan mereka
beranggapan bahwa mereka tidak akan pernah diminta tanggung jawab atas
perbuatan jahat mereka. Anggapan ini menyebabkan mereka tidak mau bertobat,
merasa menyesal, dan memperbaiki kesalahan mereka. Di samping itu, hal tersebut
semakin menambah keangkuhan mereka. Karena terjauh dari hikmah, mereka tidak
dapat melihat bahwa apa yang mereka lakukan itu akan menyebabkan datangnya
azab, bahkan azab tersebut semakin berat di akhirat kelak. Dalam al-Qur’an,
Allah menyatakan sebagai berikut:
“Dan janganlah
sekali-kali orang-orang kafir menyangka bahwa pemberian tangguh Kami kepada
mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada
mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka, dan bagi mereka azab yang
menghinakan.” (Q.s. Ali Imran: 178).
Inilah penangguhan
yang diberikan Allah untuk menguji manusia. Namun, tentu saja ada waktu yang
telah ditetapkan Allah sehingga setiap orang akan dibalas atas apa yang mereka
perbuat. Ketika waktu yang ditetapkan ini tiba, maka waktu tersebut tidak dapat
ditunda atau dipercepat, meskipun hanya sesaat. Allah memberi tahu kita bahwa
setiap orang pasti akan memperoleh balasan:
“Dan sekiranya tidak
ada suatu ketetapan dari Allah yang telah terdahulu atau tidak ada ajal yang
telah ditentukan, pasti (azab itu) menimpa mereka.” (Q.s.
Thaha: 129).
“Dan Aku tangguhkan
mereka. Sesungguhnya rencana-Ku amat teguh.” (Q.s.
al-A‘raf: 183).
KESIMPULAN
Setiap orang yang
membaca al-Qur’an kemudian dicamkan dalam hati dan jiwanya, yang memikirkan
tentang kehidupan, berbagai peristiwa, dan orang-orang di sekitarnya dengan
sikap seorang yang beriman, dan yang menganggap Allah sebagai satu-satunya
penolong dapat melihat rahasia-rahasia yang diungkapkan dalam al-Qur’an. Tidak
ada satu peristiwa pun, yang penting dan yang remeh, terjadi begitu saja; tak
ada sesuatu pun yang terjadi secara kebetulan. Di balik sebuah rahasia terdapat
tujuan yang baik, dan hikmah yang diciptakan oleh Allah. Jika manusia berbuat
dengan ikhlas dan selalu berpaling kepada Allah, maka mereka dapat mengetahui
rahasia-rahasia ini dan hikmah di balik rahasia-rahasia tersebut.
Orang yang dapat
memahami rahasia-rahasia al-Qur’an dan memperhatikan rahasia-rahasia dalam kehidupan
ini semakin dekat kepada Allah dan hubungan dengan-Nya akan semakin kokoh.
Orang-orang seperti ini semakin mengenal Rabbnya, Pencipta langit dan bumi dan
akan semakin memahami kekuasaan-Nya, hikmah-Nya, dan ilmu-Nya. Mereka
menyadari bahwa tidak ada penolong atau pelindung selain Allah. Mereka merasa
bergembira ketika melihat dan memahami hikmah dan rahasia yang diciptakan Allah
setiap saat. Allah menyingkapkan lebih banyak rahasia-rahasia ciptaan-Nya
kepada orang-orang seperti itu. Sekalipun kehidupan orang seperti itu tampaknya
biasa-biasa saja bagi orang lain, namun sesungguhnya Allah menciptakan sesuatu
yang luar biasa kepada orang tersebut setiap saat. Allah akan menunjukkan hal
ini kepada setiap orang yang dengan ikhlas ingin memahami hikmah dan rahasia
dalam ciptaan-Nya.
Allah menyatakan dalam
al-Qur’an:
“Sesungguhnya (dalam al-Qur’an)
terdapat peringatan yang jelas bagi orang-orang yang menyembah.” (Q.s.
al-Anbiya’: 106).
KEPALSUAN
TEORI EVOLUSI
Setiap bagian di alam
semesta ini menunjukkan adanya penciptaan yang luar biasa. Sebaliknya, faham
materialisme, yang berusaha menolak fakta tentang penciptaan alam semesta,
tidak lain hanyalah merupakan faham palsu yang tidak ilmiah.
Jika faham materialisme
telah tumbang, maka semua faham lainnya yang berdasarkan pada filsafat ini juga
tidak memiliki landasan. Hampir semua penganut faham ini adalah penganut
Darwinisme, yakni teori evolusi. Teori ini, yang berpendirian bahwa kehidupan
berasal dari benda mati, yang terjadi secara kebetulan, telah ditumbangkan
oleh kenyataan bahwa alam semesta ini diciptakan oleh Allah. Ahli astrofisika
Amerika, Hugh Ross, menyatakan sebagai berikut:
Atheisme,
Darwinisme, dan pada dasarnya semua “isme” yang muncul dari filsafat abad
kedelapan belas hingga abad kedua puluh, yang dibangun berdasarkan asumsi,
yakni asumsi yang tidak benar, bahwa alam semesta ini tak terbatas. Keajaiban
alam semesta telah membawa kita berhadapan dengan sebab atau penyebab utama di
balik/ di belakang/ di hadapan alam semesta dan semua isinya, termasuk
kehidupan itu sendiri.1
Allah-lah yang
menciptakan alam semesta dan Yang merancangnya hingga ke bagian-bagiannya yang
terkecil. Dengan demikian teori evolusi yang menyatakan bahwa makhluk hidup
itu tidak diciptakan oleh Allah, tetapi terjadi secara kebetulan, adalah teori
yang sama sekali tidak benar.
Tidak heran jika kita
memperhatikan teori evolusi, maka kita akan melihat bahwa teori ini dikecam
oleh penemuan ilmiah. Rancangan kehidupan ini sangatlah kompleks dan
menakjubkan. Di dunia makhluk tak bernyawa misalnya, kita dapat melihat betapa
luar biasanya keseimbangan pada atom-atom. Belum lagi pada dunia makhluk
bernyawa, kita dapat melihat betapa kompleksnya rancangan dari kumpulan atom,
dan betapa luar biasanya cara kerja dan struktur seperti protein, enzim, dan
sel, yang diciptakan di dalamnya.
Rancangan yang luar
biasa dalam kehidupan ini menumbangkan Darwinisme pada akhir abad kedua puluh.
Kita telah
membicarakan dengan sangat detail masalah ini dalam beberapa kajian kami
lainnya, dan kami akan terus melakukannya. Namun mengingat pentingnya persoalan
ini, tentunya akan bermanfaat jika pada kesempatan ini diketengahkan
ringkasannya.
Ilmu Pengetahuan Menumbangkan Darwinisme
Meskipun doktrin ini
berasal dari zaman Yunani kuno, teori evolusi dikembangkan secara luas pada
abad ke-19. Perkembangan terpenting yang menjadikan teori ini menjadi topik
terbesar dalam dunia sains adalah buku karya Charles Darwin yang berjudul
The Origin of Species, yang diterbitkan pada tahun 1859. Dalam buku ini,
Darwin menolak bahwa berbagai spesies yang hidup di bumi, masing-masing
diciptakan oleh Tuhan. Menurut Darwin, semua makhluk hidup memiliki nenek
moyang yang sama dan makhluk-makhluk tersebut kemudian menjadi beraneka ragam
dengan berjalannya waktu melalui perubahan-perubahan kecil.
Teori Darwin tidak
berdasarkan pada pembuktian ilmiah yang kongkret; sebagaimana yang diakuinya
sendiri, tetapi hanya berupa “asumsi”. Tambahan pula, sebagaimana pengakuan
Darwin dalam bab panjang dari bukunya yang berudul Difficulties of the
Theory, teori tersebut tidak mampu menghadapi berbagai pertanyaan penting.
Darwin menumpukan
semua harapannya pada penemuan-penemuan ilmiah baru, yang ia harapkan dapat
memberikan pemecahan atas Difficulties of the Theory. Namun, berlawanan
dengan harapannya, pembuktian ilmiah justru semakin memperluas dimensi dari
kesulitan-kesulitan ini.
Kekalahan Darwinisme
atas ilmu pengetahuan dapat disimpulkan menjadi tiga topik dasar:
1) Teori tersebut sama sekali tidak menjelaskan tentang
bagaimana asal mula kehidupan di bumi.
2) Tidak ada pembuktian ilmiah yang menunjukkan bahwa
“mekanisme evolusioner” yang diajukan dalam teori tersebut memiliki kekuatan
untuk berkembang.
3) Apa yang dikemukakan dalam teori evolusi tersebut sama
sekali bertolak belakang dengan Catatan fosil.
Dalam bagian ini, kita
akan mengkaji tiga poin dasar tersebut secara garis besar:
Langkah Pertama yang Tidak Dapat Diatasi:
Asal-usul Kehidupan
Teori evolusi
berpendirian bahwa semua spesies hidup berasal dari satu sel hidup tunggal yang
muncul di bumi 3.8 milyar tahun yang lalu. Bagaimanakah sebuah sel tunggal
dapat menghasilkan jutaan spesies hidup yang kompleks, dan jika evolusi semacam
itu benar-benar terjadi, mengapa jejak-jejaknya tidak dapat dilihat pada
catatan fosil, itu merupakan pertanyaan-pertanyaan yang tidak dapat dijawab
oleh teori evolusi. Namun, yang pertama dan utama, dari langkah pertama yang
dinyatakan oleh proses evolusioner tersebut muncul pertanyaan: Bagaimanakah
asal mula terjadinya “sel pertama” tersebut?
Karena teori evolusi
menolak penciptaan dan tidak menerima campur tangan supernatural dalam bentuk
apa pun, maka ia berpendirian bahwa “sel pertama” muncul secara kebetulan
berdasarkan hukum alam, tanpa ada rancangan atau perencanaan. Menurut teori
ini, materi tak bernyawa menghasilkan sel bernyawa sebagai akibat dari
munculnya sel pertama secara kebetulan tersebut. Namun, pernyataan ini bahkan
tidak sesuai dengan hukum biologi yang paling tidak terbantahkan.
Kehidupan Berasal dari Kehidupan
Dalam bukunya, Darwin
tidak pernah menyebut asal-usul kehidupan. Pemahaman kuno tentang ilmu
pengetahuan pada zamannya berangkat dari asumsi bahwa makhluk hidup memiliki
struktur yang sangat sederhana. Semenjak zaman pertengahan, generasi spontan,
yakni teori yang menyatakan bahwa materi tak bernyawa muncul untuk membentuk
organisme hidup diterima secara luas. Pada umumnya diyakini bahwa serangga
terjadi dari sisa-sisa makanan, dan tikus berasal dari gandum. Berbagai
eksperimen yang menarik dilakukan untuk membuktikan teori ini. Beberapa gandum
diletakkan pada sebidang kain kotor, kemudian diyakini bahwa setelah beberapa
saat tikus akan muncul darinya.
Demikian pula, ulat
yang muncul dalam daging dianggap sebagai bukti dari teori tentang generasi
spontan. Namun, tidak lama kemudian diketahuilah bahwa ulat tidak muncul dari
daging secara spontan, tetapi dibawa oleh lalat dalam bentuk larva, yang tidak
dapat dilihat dengan mata telanjang.
Bahkan pada periode
ketika Darwin menulis The Origin of Species, keyakinan bahwa bakteri
dapat terwujud dari materi tak bernyawa diterima secara luas dalam dunia ilmu
pengetahuan.
Namun, lima tahun
setelah buku Darwin diterbitkan, penemuan Louis Pasteur mematahkan keyakinan
ini, yang merupakan landasan evolusi. Setelah melakukan penelitian dan
eksperimen yang melelahkan, Pasteur menyimpulkan secara ringkas, “Pernyataan
bahwa materi tak bernyawa dapat memunculkan kehidupan telah dikubur dalam
sejarah untuk selamanya.”2
Para pendukung teori
evolusi menolak penemuan Pasteur dalam waktu yang lama. Namun, ketika
perkembangan ilmu pengetahuan berhasil menjelaskan tentang struktur sel dari
makhluk hidup yang kompleks, gagasan bahwa kehidupan dapat muncul secara
kebetulan bahkan semakin menghadapi kebuntuan yang lebih besar.
Usaha-usaha yang Tidak Pernah Menghasilkan
Kesimpulan pada Abad Ke-20
Ahli evolusi pertama
yang menggeluti masalah asal-usul kehidupan pada abad ke-20 adalah ahli biologi
Rusia terkenal, Alexander Oparin. Dengan berbagai tesisnya yang ia ajukan pada
tahun 1930-an, ia berusaha membuktikan bahwa sel dari sebuah makhluk hidup
dapat terjadi secara kebetulan. Namun, penelitian ini ternyata mengalami
kegagalan, dan Oparin harus membuat pengakuan sebagai berikut:
Sayang, asal-usul sel
tetap menjadi tanda tanya, yang sesungguhnya merupakan titik paling gelap dari
seluruh teori evolusi.3
Para penganut teori
evolusi Oparin berusaha untuk meneruskan eksperimen untuk memecahkan masalah
asal-usul kehidupan. Yang paling terkenal di antara eksperimen-eksperimen ini
dilakukan oleh ahli kimia Amerika, Stanley Miller pada tahun 1953. Dalam
permulaan eksperimennya, ia menyatakan bahwa gabungan gas telah ada pada
atmosfer bumi pada zaman kuno, dan dengan menambahkan energi pada campurannya,
Miller mensitesakan beberapa molekul organik (asam amino) yang ada dalam
struktur protein.
Beberapa tahun
berlalu, eksperimen tersebut tidak berhasil mengungkapkan apa pun, yang pada
saat itu dilakukan sebagai langkah penting atas nama evolusi, terbukti tidak
valid, sedangkan atmosfer yang digunakan dalam eksperimen tersebut sangat
berbeda dengan kondisi bumi yang sesungguhnya.4
Setelah diam dalam
jangka waktu yang lama, Miller mengakui bahwa medium atmosfer yang ia gunakan
tidaklah realistik.5
Semua usaha ahli
evolusi yang dilakukan pada abad ke-20 untuk menjelaskan asal-usul kehidupan
berakhir dengan kegagalan. Ahli geokimia Jeffrey Bada dari San Diego Scripps
Institute, mengakui kenyataan ini dalam sebuah artikel yang dipublikasikan
dalam majalah Earth pada tahun 1998:
Dewasa
ini, ketika kita meninggalkan abad kedua puluh, kita masih menghadapi persoalan
sangat besar yang belum terpecahkan yang harus kita hadapi ketika kita memasuki
abad kedua puluh: Bagaimanakah asal-usul kehidupan di Bumi ini?6
Struktur
Kehidupan yang Kompleks
Alasan utama mengapa
teori evolusi berakhir dalam kebuntuan besar tentang asal-usul kehidupan adalah
bahwa organisme hidup yang dianggap sangat sederhana ternyata memiliki
struktur yang sangat kompleks. Sel dari makhluk hidup lebih kompleks
dibandingkan dengan semua produk teknologi yang dihasilkan oleh manusia.
Dewasa ini, bahkan dalam laboratorium yang paling maju di seluruh dunia
sekalipun, sebuah sel hidup tidak dapat dihasilkan dari materi inorganik.
Persyaratan yang
diperlukan bagi terbentuknya sebuah sel terlalu besar kuantitasnya untuk
diabaikan dengan berpegang pada landasan bahwa terbentuknya sel tersebut
terjadi secara kebetulan. Probabilitas tentang protein, perkembangan blok dalam
sel, disentesakan secara kebetulan adalah 1 dalam 10950 untuk rata-rata protein yang terdiri dari
500 asam amino. Dalam matematika, suatu probabilitas yang lebih kecil dari 1
dibanding 1050 dengan
sendirinya dianggap tidak mungkin.
Molekul DNA yang
terletak di inti sel dan yang menyimpan informasi genetik merupakan bank data
yang luar biasa. Jika informasi yang ada dalam DNA ditulis, maka ia akan
merupakan perpustakaan raksasa yang terdiri dari 900 jilid ensiklopedi yang
masing-masing terdiri dari 500 halaman.
Dalam masalah ini
muncul dilema yang sangat menarik: DNA hanya dapat direplikasi dengan bantuan
protein-protein khusus (enzim). Namun, sintesa dari enzim-enzim ini hanya dapat
diwujudkan melalui informasi yang tercatat dalam DNA. Karena keduanya saling
tergantung, mereka harus ada pada waktu yang bersamaan untuk replikasi. Hal ini
menunjukkan bahwa pernyataan yang menyatakan bahwa kehidupan itu berasal dari
dirinya sendiri mengalami kebuntuan. Prof. Leslie Orgel, seorang ahli evolusi
ternama dari Universitas San Diego, Kalifornia, mengakui fakta ini di majalah Scientific
American yang diterbitkan pada September 1994:
Sangat
mustahil bahwa protein dan asam, yang keduanya sama-sama memiliki struktur yang
kompleks, muncul dengan sendirinya pada waktu dan tempat yang sama. Namun juga
mustahil jika yang satu ada tanpa adanya yang lain. Demikian pula, secara
sekilas orang dapat menyimpulkan bahwa sesungguhnya kehidupan tidak mungkin
berasal dari sarana kimiawi.7
Mekanisme
Evolusi Imajiner
Persoalan penting
kedua yang menafikan teori Darwin adalah bahwa kedua konsep yang dikemukakan
oleh teori tersebut sebagai “mekanisme evolusioner” pada dasarnya tidak
memiliki kekuatan evolusioner.
Darwin mendasarkan
pernyataan evolusinya sepenuhnya pada mekanisme “seleksi alam”. Pernyataan
yang ia tekankan tentang mekanisme ini dapat dilihat dalam bukunya: The
Origin of Species, By Means of Natural Selection…
Seleksi alam
berpendirian bahwa makhluk-makhluk hidup yang lebih kuat dan lebih cocok bagi kondisi
alam pada habitat mereka akan dapat bertahan dalam bergulat untuk
mempertahankan kehidupan. Sebagai contoh, pada kawanan rusa yang menghadapi
ancaman serangan binatang buas, maka rusa-rusa yang berlarinya lebih cepat
dapat mempertahankan kehidupannya. Dengan demikian, kawanan rusa itu terdiri
dari individu-individu yang lebih cepat dan lebih kuat. Namun tak dapat
disangkal bahwa mekanisme ini tidak menyebabkan rusa tersebut muncul dan
berubah menjadi spesies hidup yang lain, misalnya menjadi kuda.
Dengan demikian,
mekanisme seleksi alam tidak memiliki kekuatan evolusioner. Darwin juga
menyadari fakta ini sehingga ia harus menyatakan dalam bukunya The Origin of
Species:
Seleksi
alam tidak dapat berbuat apa pun hingga terjadi peluang variasi yang sesuai.8
Pengaruh
Lamarck
Lalu, bagaimanakah
“variasi yang sesuai” ini terjadi? Darwin berusaha untuk menjawab pertanyaan
ini dari sudut pandang pemahaman ilmu pengetahuan kuno pada zamannya. Menurut
ahli biologi Prancis, Lamarck, yang hidup sebelum Darwin, makhluk hidup
memiliki karakter yang dibutuhkan selama jangka hidupnya hingga generasi
selanjutnya, dan karakter ini berakumulasi dari satu generasi ke generasi
seterusnya sehingga menyebabkan terbentuknya spesies baru. Misalnya, menurut
Lamarck, jerapah terjadi dari kijang, karena kijang-kijang itu berjuang untuk
makan daun dari pohon yang tinggi, sehingga lehernya memanjang dari generasi ke
generasi.
Darwin juga memberikan
contoh serupa dalam bukunya, The Origin of Species, misalnya, ia
berkata bahwa sebagian beruang ada yang menyelam ke air untuk mencari makanan
sehingga berubah menjadi ikan paus setelah beberapa lama.9
Namun, hukum genetika
yang ditemukan oleh Mendel dan dibuktikan oleh ilmu genetika yang berkembang
pada abad ke-20, menolak mentah-mentah anggapan yang mengatakan bahwa
karakter itu diteruskan kepada generasi selanjutnya. Dengan demikian, seleksi
alam bertentangan dengan kenyataan seperti halnya mekanisme evolusioner.
Neo-Darwinisme
dan Mutasi
Agar dapat menemukan
pemecahan, para pengikut Darwin mengajukan “Teori Sintesa Modern” atau lebih
dikenal sebagai Neo-Darwinisme, pada akhir tahun 1930an. Neo-Darwinisme
menambahkan mutasi, yakni penyimpangan yang dimunculkan oleh gen-gen makhluk
hidup karena adanya faktor-faktor eksternal seperti radiasi atau kesalahan
replikasi, sebagai “penyebab variasi yang sesuai” di samping mutasi alam.
Dewasa ini, model yang
mewakili evolusi di dunia adalah Neo-Darwinisme. Teori tersebut berpendirian
bahwa berjuta-juta makhluk hidup yang ada di bumi ini terjadi sebagai akibat
dari suatu proses di mana berbagai organ-organ kompleks dari beberapa organisme
seperti telinga, mata, paru-paru, sayap, mengalami “mutasi”, yakni penyimpangan
genetis. Namun terdapat fakta ilmiah yang sama sekali bertentangan dengan teori
ini: Mutasi tidak menyebabkan makhluk hidup berkembang, sebaliknya mutasi menyebabkan
kerusakan.
Adapun alasannya
sangat sederhana: DNA memiliki struktur yang sangat kompleks, dan efek
kebetulan hanya dapat menyebabkan kerusakan baginya. Ahli genetika Amerika,
B.G. Ranganathan, menjelaskan hal ini sebagai berikut:
Mutasi itu
kemungkinannya sangat kecil, kebetulan, dan merusak. Mutasi hampir-hampir tidak
terjadi dan kemungkinan besar tidak membawa pengaruh. Empat karakteristik
mutasi ini menunjukkan bahwa mutasi tidak menyebabkan terjadinya pekembangan
evolusioner. Perubahan yang terjadi secara kebetulan pada organisme yang sangat
khusus tidak ada pengaruhnya dan tidak merusak. Perubahan yang terjadi secara
kebetulan pada sebuah arloji tidak dapat memperbaiki arloji tersebut. Bahkan
dapat merusak atau paling-paling tidak berpengaruh. Sebuah gempa bumi tidak
mungkin memperbaiki kota, tetapi ia menyebabkan kerusakan10
Dengan demikian tidak
ada contoh mutasi yang bermanfaat, yakni yang dapat mengembangkan aturan
genetika yang pernah dilihat buktinya hingga saat ini. Semua mutasi terbukti
bersifat merusak. Maka perlu dipahami bahwa mutasi yang dinyatakan sebagai
“mekanisme evolusioner” sesungguhnya merupakan peristiwa genetik yang
merusak makhluk hidup dan menimbulkan gangguan. (Pengaruh mutasi yang sangat
umum pada manusia adalah kanker). Tidak diragukan lagi bahwa suatu mekanisme
destruktif tidak dapat menjadi “mekanisme evolusioner”. Dalam pada itu, seleksi
alam “tidak dapat melakukan apa pun bagi dirinya sendiri,” sebagaimana juga
diakui oleh Darwin. Fakta ini menunjukkan pada kita bahwa tidak ada “mekanisme
evolusioner” di alam. Karena mekanisme evolusioner itu tidak ada, maka juga
tidak terjadi proses imajiner yang disebut sebagai evolusi itu.
Catatan Fosil: Tidak Ada Bukti-bukti
tentang Bentuk-bentuk Antara
Bukti yang sangat
jelas bahwa pernyataan sebagaimana yang disebutkan dalam teori evolusi itu
tidak pernah terjadi adalah berdasarkan catatan fosil.
Menurut teori evolusi,
setiap spesies hidup muncul dari yang mendahuluinya. Suatu spesies yang dahulu
pernah ada, lambat laun berubah kepada bentuk lainnya dan semua spesies muncul
dengan cara seperti ini. Menurut teori ini, transformasi ini berjalan dengan
pelan-pelan selama jutaan tahun.
Seandainya hal ini
benar, maka banyak sekali spesies antara yang ada dan hidup dalam periode
transformasi yang panjang.
Misalnya,
binatang-binatang yang separuh berbentuk ikan dan separuhnya lagi berbentuk
reptil tentu pernah hidup pada masa lampau sehingga memiliki karakter reptil di
samping juga memiliki karakter ikan. Atau pernah ada burung-reptil, yang
memiliki karakter burung di samping karakter reptil. Karena semua ini berada
dalam fase transisi, makhluk-makhluk hidup tersebut tentu akan lumpuh, cacat,
atau pincang. Para ahli evolusi menyebut makhluk-makhluk imajiner ini, yang
mereka yakini pernah hidup pada masa lampau, sebagai “bentuk-bentuk transisi”.
Jika binatang seperti
itu benar-benar ada, tentunya terdapat jutaan, bahkan milyaran jumlahnya dan
variasinya. Dan yang lebih penting, sisa-sisa dari makhluk-makhluk aneh seperti
itu tentu ada dalam jejak fosil. Dalam The Origin of Species, Darwin
menjelaskan:
Jika teori
saya benar, maka tentu terdapat sangat banyak varietas perantara yang saling
menghubungkan antara spesies-spesies dari kelompok yang sama. …Dengan demikian,
bukti tentang keberadaannya pada masa lalu hanya dapat ditemukan di antara
peninggalan-peninggalan fosil.11
Harapan
Darwin yang Kandas
Bagaimanapun,
sekalipun ahli-ahli evolusi telah bekerja keras untuk menemukan fosil sejak
pertengahan abad ke-19 di seluruh dunia, tidak ada bentuk-bentuk transisi yang
mereka temukan. Semua fosil yang digali menunjukkan, berlawanan dengan harapan
ahli-ahli evolusi, kehidupan muncul di muka bumi secara tiba-tiba dan telah
berbentuk sempurna.
Seorang ahli
paleontologi ternama dari Inggris, Derek V. Ager, mengakui fakta ini, sekalipun
ia seorang penganut evolusi:
Persoalan
pun menjadi jelas ketika saya meneliti bukti-bukti fosil secara detail, entah
itu pada tingkatan ordo atau spesies, berulang kali kami menemukan bahwa
bukannya evolusi yang terjadi secara lambat laun, tetapi yang terjadi adalah
satu kelompok muncul secara tiba-tiba, demikian pula kelompok lainnya.12
Ini artinya bahwa
bukti fosil menunjukkan bahwa semua spesies hidup tiba-tiba muncul dalam bentuk
yang telah sempurna, tanpa melalui bentuk perantara. Hal ini berlawanan dengan
asumsi Darwin. Demikian pula, terdapat bukti yang sangat kuat bahwa makhluk
hidup itu ada karena diciptakan. Satu-satunya penjelasan yang dapat diberikan
adalah bahwa spesies hidup itu muncul dengan tiba-tiba dan telah sempurna
setiap detail tanpa melalui nenek moyang yang berevolusi, dengan demikian
spesies tersebut adalah diciptakan. Fakta ini juga diakui oleh sebagian besar
ahli biologi evolusi, Douglas Futuyma:
Penciptaan
dan evolusi, di antara keduanya memerlukan penjelasan tentang asal-usulnya dari
benda-benda hidup. Organisme muncul di bumi dalam keadaan telah berkembang
secara sempurna atau tidak berkembang. Jika organisme tidak berkembang,
organisme itu pasti telah berkembang dari spesies yang pernah ada melalui
proses-proses modifikasi. Jika organisme itu muncul dalam keadaan yang telah
berkembang secara sempurna, organisme tersebut tentu telah diciptakan oleh
sesuatu yang luar biasa cerdasnya.13
Berbagai fosil
menunjukkan bahwa makhluk hidup muncul dalam keadaan yang sempurna di bumi.
Ini artinya bahwa “asal-usus spesies”, bertentangan dengan asumsi Darwin,
bukan merupakan evolusi tetapi merupakan penciptaan.
Dongeng tentang Evolusi Manusia
Persoalan yang
seringkali dikemukakan oleh para pendukung teori evolusi adalah persoalan
tentang asal-usul manusia. Para pengikut Darwin menyatakan pendiriannya bahwa
manusia modern dewasa ini merupakan hasil evolusi dari makhluk yang menyerupai
kera. Menurut mereka, selama proses evolusi ini, yang diperkirakan telah
dimulai 4-5 juta tahun yang lalu, konon terdapat beberapa “bentuk transisi”
antara manusia modern dengan nenek moyang mereka. Dalam pernyataan yang
sepenuhnya bersifat khayalan ini, disebutkan tentang empat “kategori” dasar:
1. Australopithecus
2. Homo habilis
3. Homo erectus
4. Homo sapiens
Para ahli evolusi
menyebut apa yang dinamakan sebagai nenek moyang manusia pertama yang
menyerupai monyet sebagai “Australopithecus” yang artinya “Monyet Afrika
Selatan”. Makhluk hidup ini sesungguhnya tidak lain adalah spesies monyet kuno
yang telah punah. Riset yang mendalam yang dilakukan pada berbagai sampel
Australopithecus oleh dua orang ahli anatomi ternama dunia dari Inggris dan
Amerika Serikat, yakni Lord Solly Zuckerman dan Prof. Charles Oxnard, telah
menunjukkan bahwa Australopithecus tersebut merupakan spesies monyet biasa
yang telah punah dan terbukti tidak memiliki kemiripan dengan manusia.14
Para ahli evolusi
mengklasifikasikan tahap selanjutnya dari evolusi manusia sebagai “homo”, yakni
“manusia”. Menurut pernyataan ahli evolusi, makhluk hidup pada sejumlah Homo
lebih berkembang dibandingkan Australopithecus. Para ahli evolusi telah mengembangkan
skema evolusi khayalan dengan menyusun berbagai fosil dari makhluk-makhluk ini
dalam urutan tertentu. Skema ini bersifat khayalan karena tidak pernah terbukti
bahwa terdapat hubungan evolusioner antara beberapa kelas ini. Ernst Mayr,
salah seorang pembela teori evolusi yang terkemuka pada abad ke-20 mengakui
fakta ini dengan mengatakan bahwa “mata rantai yang sampai kepada Homo sapiens
sesungguhnya terputus”.15
Dengan membuat pembagian
mata rantai seperti “Australopithecus — Homo habilis — Homo erectus — Homo
sapiens”, para ahli evolusi memaksudkan bahwa masing-masing spesies ini
merupakan nenek moyang bagi yang lain. Namun, penemuan terkini dari ahli
paleoantrhropologi telah mengungkapkan bahwa Australopithecus, Homo habilis dan
Homo erectus hidup di bagian yang berlainan di dunia pada saat yang sama.16
Di samping itu, segmen
manusia tertentu yang diklasifikasikan sebagai Homo erectus telah hidup hingga
zaman modern. Homo sapiens neandarthalensis dan Homo sapiens sapiens (manusia
modern) hidup bersama-sama di kawasan yang sama.17
Situasi ini
seolah-olah menunjukkan keabsahan klaim tersebut yang menyatakan bahwa mereka
adalah nenek moyang bagi lainnya. Seorang ahli paleontologi dari Universitas
Harvard, Stephen Jay Gould, menjelaskan kebuntuan teori evolusi meskipun ia
sendiri seorang penganut evolusi:
Apa yang
menjadi tangga bagi kita jika ada tiga garis silsilah hominid (A. africanus,
australopithecines yang tegap, dan H. habilis), tak satu pun yang jelas-jelas
berasal dari yang lain. Lagi pula, tak satu pun dari ketiganya yang menunjukkan
kecenderungan berevolusi selama mereka mendiami bumi.18
Pendek kata, pandangan
tentang evolusi manusia, yang berusaha mencari dukungan dengan bantuan berbagai
gambaran makhluk “separuh manusia, separuh kera” yang muncul di media dan buku
pelajaran, dan dengan bantuan propaganda, terus terang saja hanyalah dongeng
yang tidak memiliki landasan ilmiah.
Lord Solly Zuckerman,
salah seorang ilmuwan yang terkenal dan dihormati di Inggris, yang melakukan
riset tentang persoalan ini selama beberapa tahun, dan secara khusus meneliti
fosil-fosil Australopithecus selama 15 tahun, pada akhirnya berkesimpulan bahwa
meskipun ia sendiri seorang penganut evolusi, namun sesungguhnya tidak ada tiga
cabang famili seperti itu antara makhluk yang menyerupai kera dengan manusia.
Zuckerman juga membuat
sebuah “spektrum ilmu pengetahuan” yang menarik. Ia membentuk sebuah spektrum
ilmu pengetahuan dari pernyataan yang dianggap ilmiah hingga pernyataan yang
dianggap tidak ilmiah. Menurut spektrum Zuckerman, yang paling “ilmiah”, yakni
yang tergantung pada medan data kongkret dalam ilmu pengetahuan adalah kimia
dan fisika. Setelah keduanya, muncullah ilmu biologi, kemudian ilmu sosial.
Pada akhir dari spektrum tersebut, sebagai bagian yang dianggap paling “tidak
ilmiah” adalah konsep “persepsi di luar panca indera” seperti telepati dan
indera keenam, dan akhirnya “evolusi manusia”. Zuckerman menjelaskan alasannya:
Kemudian
kami segera beralih untuk mencatat kebenaran objektif dalam bidang-bidang yang
dianggap sebagai ilmu biologi, seperti persepsi di luar panca indera atau
interpretasi tentang sejarah fosil manusia, di mana bagi orang-orang yang
mempercayainya (penganut evolusi) apa saja mungkin — dan bagi orang yang sangat
mempercayainya (dalam evolusi) kadang-kadang dapat mempercayai beberapa hal
yang bertentangan pada waktu yang bersamaan.19
Dongeng tentang
evolusi manusia semakin tidak berarti, tetapi interpretasi tentang fosil-fosil
yang digali oleh orang-orang tertentu tetap dipercayai oleh orang-orang yang
menganut teori ini dengan membabi buta.
Teknologi
Mata dan Telinga
Persoalan lainnya yang
tetap tak terjawab oleh teori evolusi adalah kemampuan panca indera yang luar
biasa pada mata dan telinga.
Sebelum melanjutkan
pembicaraan tentang mata, marilah kita jawab secara sepintas tentang
pertanyaan “bagaimanakah kita melihat”. Cahaya yang masuk dari sebuah benda
jatuh secara berlawanan pada retina mata. Di sini, cahaya ditransmisikan
menjadi sinyal-sinyal elektris oleh sel, dan cahaya tersebut sampai ke titik
kecil di belakang otak yang disebut sebagai pusat penglihatan. Sinyal-sinyal
elektris ini di pusat otak terlihat sebagai bayangan setelah melewati
serangkaian proses. Dengan latar belakang teknis ini, marilah kita berpikir
sejenak.
Otak terlindung dari
cahaya. Ini artinya bahwa di bagian dalam otak sama sekali gelap, dan cahaya
tidak sampai ke lokasi otak. Tempat yang disebut sebagai pusat penglihatan
benar-benar gelap, dan cahaya tidak pernah mencapainya. Bahkan mungkin merupakan
tempat yang paling gelap yang pernah anda ketahui. Namun, anda melihat dunia
yang cemerlang dan terang benderang dari tempat yang sangat gelap.
Gambar yang terbentuk
di mata sangat tajam dan sangat jelas, bahkan teknologi abad ke-20 tidak mampu
menyamainya. Misalnya, perhatikanlah buku yang anda baca, tangan yang dengannya
anda memegang, kemudian angkatlah kepala anda dan lihatlah sekitar anda.
Pernahkah anda melihat bayangan yang sangat tajam dan sangat jelas seperti ini
di tempat lain? Bahkan layar televisi yang paling unggul yang diproduksi oleh
pabrik televisi dunia yang paling canggih sekalipun tidak akan mampu menyajikan
gambar yang sangat tajam kepada anda. Gambar di mata ini berbentuk tiga
dimensi, berwarna, dan sangat tajam. Selama lebih dari seratus tahun, ribuan
insinyur telah berusaha untuk menghasilkan ketajaman ini. Pabrik-pabrik dan
perusahaan-perusahaan raksasa pun didirikan, berbagai riset dilakukan, berbagai
rencana dan desain dilakukan untuk mencapai tujuan ini. Sekali lagi, lihatlah
ke layar TV dan buku yang anda pegang. Anda akan melihat bahwa terdapat
perbedaan besar dalam ketajaman dan kejelasan. Di samping itu, layar TV
menunjukkan gambar dua dimensi, sedangkan dengan mata anda, anda melihat gambar
tiga dimensi yang memiliki ketajaman.
Selama beberapa tahun,
sepuluh dari seribu insinyur telah berusaha untuk membuat TV tiga dimensi yang
dapat menyamai kualitas pandangan seperti mata. Ya, mereka telah membuat sistem
televisi tiga dimensi, tetapi mustahil untuk melihatnya tanpa mengenakan kaca
mata, lagi pula, gambar itu merupakan gambar tiga dimensi yang artifisial. Latar
belakang tampak kabur, latar depan tampak seperti setting kertas. Sampai kapan
pun mustahil untuk menghasilkan pandangan yang tajam dan jelas seperti
pandangan pada mata. Baik kamera maupun televisi tidak memiliki kualitas gambar
yang tajam dan jelas.
Para ahli evolusi
menyatakan bahwa mekanisme yang menghasilkan gambar yang tajam dan jelas ini
terjadi secara kebetulan. Sekarang, jika seseorang mengatakan kepada anda
bahwa televisi yang ada di kamar anda terjadi secara kebetulan, semua atomnya
datang secara kebetulan lalu membentuk peralatan yang dapat menghasilkan
gambar, maka bagaimanakah pendapat anda? Bagaimana mungkin atom-atom dapat
melakukan hal-hal yang tidak dapat dilakukan oleh ribuan orang?
Jika suatu peralatan
yang menghasilkan gambar yang lebih primitif daripada mata tidak dapat terjadi
secara kebetulan, maka jelaslah bahwa mata dan gambar yang terlihat oleh mata
tidak dapat terjadi secara kebetulan. Keadaan yang sama juga berlaku pada telinga.
Telinga bagian luar menangkap suara yang ada melalui daun telinga lalu
megarahkan suara itu ke bagian tengah telinga, dan bagian tengah telinga
mengirimkan getaran suara ke otak dengan mengubah suara itu menjadi
sinyal-sinyal elektrik. Sebagaimana mata, proses mendengar berakhir di pusat
pendengaran di otak.
Situasi pada mata juga
berlaku pada telinga. Yakni, otak terlindung dari suara sebagaimana ia
terlindung dari cahaya: ia tidak membiarkan suara apa pun memasukinya. Dengan
demikian, betapapun berisiknya suara di luar, bagian dalam otak sepenuhnya
sunyi senyap. Namun demikian, otak dapat menangkap suara dengan sangat jelas.
Di otak anda, yang terlindung dari suara, anda mendengar simponi dari sebuah
orkestra, dan anda mendengar semua bunyi di keramaian. Namun demikian, jika
tingkat suara di otak anda diukur dengan peralatan yang akurat pada saat itu,
maka akan diketahui bahwa yang terjadi dalam otak adalah kesunyian.
Sebagaimana pada kasus
alat perekam gambar, selama puluhan tahun telah dilakukan usaha untuk
menghasilkan suara sebagaimana dalam bentuk aslinya. Hasil dari usaha tersebut
adalah perekam suara “high fidelity system”, dan sistem untuk merekam suara.
Meskipun teknologi ini telah digali dan ribuan insinyur dan ahli telah bekerja
keras, tetapi tidak ada suara yang diperoleh, yang memiliki ketajaman dan
kejelasan seperti suara yang ditangkap oleh telinga. Perhatikanlah HI-FI
sistem dengan kualitas sangat tinggi yang dihasilkan oleh perusahaan terbesar
dalam industri musik. Bahkan dalam peralatan ini, ketika suara direkam,
sebagian suara ada yang hilang; atau ketika anda menghidupkan HI-FI, anda
selalu mendengar suara yang mendesis sebelum musik dimulai. Namun, suara-suara
yang merupakan produk dari teknologi tubuh manusia sangat tajam dan jelas.
Telinga manusia tidak pernah menangkap suara yang disertai dengan bunyi mendesis
sebagaimana pada HI-FI; telinga menangkap suara seperti apa adanya, tajam dan
jelas. Keadaan ini berlaku semenjak manusia pertama kali diciptakan.
Sejauh ini, tidak ada
peralatan visual atau perekam suara yang dihasilkan oleh manusia yang sangat
peka dan berhasil menangkap data indera sebagaimana mata dan telinga.
Namun, sepanjang yang
berkaitan dengan penglihatan dan pendengaran, terdapat fakta yang lebih besar
di balik semua itu.
Siapakah yang Memberi Kemampuan
Otak untuk Melihat dan Mendengar?
Siapakah yang memberi
kemampuan pada otak sehingga ia dapat melihat gemerlapnya dunia, mendengar
simponi kicau burung, dan mencium bunga mawar?
Rangsang yang datang
dari mata, telinga, dan hidung manusia diteruskan ke otak sebagai impuls syaraf
elektro-kimia. Dalam buku-buku biologi, fisiologi, dan biokimia, anda dapat
menemukan penjelasan bagaimanakah gambar tersebut terbentuk di otak. Namun,
anda tidak akan pernah menemukan fakta yang paling penting tentang persoalan
ini: Siapakah yang mengatur terjadinya impuls syaraf elektro-kimia tersebut
sebagai gambar, suara, bau, dan penginderaan di otak? Terdapat suatu kesadaran
di otak yang mampu menangkap semuanya tanpa harus memerlukan mata, telinga,
dan hidung. Siapakah yang memberi kemampuan ini? Tidak diragukan lagi bahwa
kemampuan ini tidak dimiliki oleh syaraf, lapisan lemak, dan syaraf-syaraf yang
terdapat di otak. Itulah sebabnya pengikut Darwin dan kaum materialis tidak
mempercayai bahwa segala sesuatu terdiri dari materi, tidak dapat memberikan
jawaban apa pun terhadap pertanyaan ini.
Kemampuan ini adalah
ruhani yang diciptakan oleh Allah. Ruhani tidak memerlukan mata untuk melihat
gambar, atau telinga untuk mendengar suara. Di samping itu, ia juga tidak
memerlukan otak untuk berpikir.
Setiap orang yang
membaca fakta yang jelas dan ilmiah ini harus berfikir tentang Tuhan Yang
Mahakuasa, takut kepada-Nya, dan berlindung kepada-Nya, Dialah Yang menguasai
seluruh alam semesta dan sebuah bidang yang gelap yang luasnya beberapa
sentimeter kubik dalam bentuk tiga dimensi, berwarna, teduh, dan terang
benderang.
Keyakinan
Kaum Materialis
Informasi yang kami
ketengahkan hingga kini menunjukkan kepada kita bahwa teori evolusi adalah
pernyataan yang sangat berbeda dengan temuan ilmiah. Pernyataan yang diberikan
oleh teori tersebut tidak sesuai dengan ilmu pengetahuan, dan mekanisme
evolusioner yang diajukannya tidak memiliki pengaruh evolusioner, dan
fosil-fosil yang ditunjukkan tentang bentuk-bentuk transisi untuk mendukung
teori tersebut tidak pernah ada. Dengan demikian, tentu saja teori evolusi
harus dienyahkan karena ia adalah gagasan yang tidak ilmiah, sebagaimana
gagasan yang menyatakan bahwa alam semesta ini berpusat pada bumi telah
dienyahkan dari agenda ilmu pengetahuan di sepanjang sejarah.
Namun, teori evolusi
tetap dimasukkan dalam agenda ilmu pengetahuan. Bahkan sebagian orang berusaha
untuk mengajukan kritik terhadap orang-orang yang membantah teori tersebut
sebagai “serangan terhadap ilmu pengetahuan”. Mengapa?
Alasannya adalah,
bahwa teori evolusi merupakan keyakinan dogmatis yang tidak boleh dibantah
bagi beberapa kalangan. Kalangan ini dengan membabi buta mengabdi kepada
filsafat materialis dan menerapkan Darwinisme, karena ia merupakan
satu-satunya penjelasan ilmiah yang dapat dikemukakan tentang bekerjanya
alam.
Yang cukup menarik,
kadang-kadang mereka juga mengakui fakta ini. Seorang ahli genetik dan seorang
penganut evolusi yang jujur, Richard C. Lewontin dari Universitas Harvard
mengakui bahwa dialah yang “mula-mula dan terutama sebagai seorang materialis,
kemudian menjadi seorang limuwan”:
Bagaimanapun,
bukannya metode dan institusi ilmu pengetahuan yang memaksa kita untuk menerima
penjelasan material tentang dunia fenomenal, tetapi sebaliknya, kita dipaksa
oleh kesetiaan kita yang a priori terhadap penyebab material untuk menciptakan
peralatan penelitian dan seperangkat konsep yang menghasilkan penjelasan
material, meskipun ia bertentangan dengan intuisi, dan meskipun ia menyesatkan
bagi orang-orang awam. Di samping itu, bahwa materialisme itu absolut sehingga kami
tidak dapat membiarkan Kaki Tuhan memasuki pintu.20
Itulah pernyataan
terus terang yang menyatakan bahwa Darwinisme adalah sebuah dogma yang tetap
dipertahankan demi kesetiaannya kepada filsafat materialis. Dogma ini
berpendirian bahwa tidak ada being (yang ada) kecuali materi. Dengan
demikian ia berpendapat bahwa pencipta kehidupan adalah materi tak bernyawa dan
tidak memiliki kesadaran. Ia berpendapat bahwa jutaan spesies hidup yang
berbeda-beda; misalnya burung, ikan, jerapah, harimau, serangga, pohon, bunga,
ikan paus, dan manusia itu terwujud sebagai hasil dari interaksi antara materi
seperti hujan yang turun, kilat yang menyambar, dan sebagainya, dari materi tak
bernyawa. Pandangan ini bertentangan dengan akal maupun ilmu pengetahuan. Namun,
Darwinisme tetap mempertahankannya hanya agar “jangan sampai Kaki Tuhan
masuk di pintu”.
Siapa pun yang tidak
memperhatikan asal-usul makhluk hidup dengan pandangan materialis akan melihat
kebenaran yang nyata ini: Semua makhluk hidup adalah karya dari Sang Pencipta,
Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana, dan Maha Mengetahui. Sang Pencipta ini adalah
Allah, Yang menciptakan seluruh alam semesta dan semua makhluk dari tidak ada,
dan merancangnya dalam bentuk yang sangat sempurna.
“Mereka berkata,
“Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau
ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana.” (Q.s. al-Baqarah: 32).
Allah menjelaskan
berbagai rahasia kepada manusia melalui al-Qur’an, doa, perintah, larangan, dan
akhlak yang mulia. Semua ini merupakan rahasia yang sangat penting, dan orang
yang berpikir dapat menyaksikan rahasia-rahasia ini dalam hidupnya. Tidak ada
sumber lain kecuali al-Qur’an yang menjelaskan rahasia ini. al-Qur’an merupakan
satu-satunya sumber rahasia sehingga orang-orang yang sangat cerdas dan sangat
pandai sekalipun tidak akan menemukan rahasia ini di mana pun juga.
Jika sebagian orang
dapat memahami sedangkan orang lain tidak dapat memahami pesan-pesan yang
tersembunyi dalam al-Qur’an, ini merupakan rahasia lain yang diciptakan Allah.
Orang-orang yang tidak memahami rahasia-rahasia yang diungkapkan dalam
al-Qur’an ini hidup dalam penderitaan dan kesulitan. Anehnya, mereka tidak
pernah mengetahui penyebab penderitaannya. Dalam pada itu, orang-orang yang
mengkaji rahasia-rahasia dalam al-Qur’an menjalani hidupnya dengan mudah dan
gembira.
Buku ini membicarakan tentang
persoalan-persoalan yang berkaitan dengan ayat-ayat yang diungkapkan oleh Allah
kepada manusia sebagai sebuah rahasia. Manakala orang membaca ayat-ayat ini,
dan perhatiannya didtumpukan kepada rahasia-rahasia dalam ayat-ayat ini, apa
yang harus ia lakukan adalah berusaha mengetahui tujuan Allah yang tersembunyi
dalam setiap peristiwa kemudian mengkaji segala sesuatunya berdasarkan
al-Qur’an. Kemudian, orang pun akan menyadari dengan kegembiraan tentang
rahasia-rahasia ini, bahwa al-Qur’an mengendalikan kehidupannya dan kehidupan
orang lain.